Oleh: Bastian Utu
Akhir-akhir ini dunia diguncangkan dengan adanya wabah Covid-19, yang telah membawa perubahan pada kehidupan manusia.
Manusia seolah-olah dipaksa bertransformasi dan beradaptasi untuk melakukan segala bentuk kegiatan secara mandiri melalui media virtual.
Media daring menjadi fokus utama bagi manusia untuk melakukan sesuatu selama pandemi Covid-19 ini.
Salah satu bidang yang turut diterkam oleh pandemi ialah dunia pendidikan.
Dunia pendidikan memasuki fase baru yang ditandai dengan perubahan pembelajaran pada peserta didik.
Peserta didik mengikuti pembelajaran secara daring yang diberikan pendidik.
Pembelajaran yang dilaksanakan secara daring turut mempengaruhi sikap dan karakter peserta didik dalam mempelajari dan mendalami materi yang diberikan.
Pembelajaran secara daring tersebut membawa dampak positif sekaligus negatif bagi peserta didik.
Pembelajaran virtual menjadi salah satu pilihan yang tepat di masa pandemi Covid-19 ini.
BACA JUGA: Guru di Tengah Badai Pandemi
Pendidikan merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan manusia yang berlangsung sepanjang hidup.
Pendidikan tidak pernah terbatas pada pendidikan formal di sekolah, tetapi juga pendidikan berlangsung dalam rentang kehidupan seorang individu.
Pada hakikatnya, pendidikan ialah upaya memanusiakan manusia sehingga manusia sanggup mengaktualisasikan potensi dirinya secara baik.
Merdeka Belajar merupakan salah satu unggulan Menteri pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Merdeka Belajar disiasati guna menciptakan suasana komunikasi edukatif dan kondusif.
Merdeka Belajar patut diapresiasi, terutama mengupayakan kemerdekaan dalam hal cara berpikir, ekspresi belajar, pengembangan talenta dan penemuan jati diri.
Mereka Belajar diharapkan menjadi solusi yang tepat bagi siswa dan guru dalam mengatasi aneka persoalan dan hambatan dalam proses pembelajaran.
Ketika pertama kali mendengar Merdeka Belajar, sontak pikiran penulis mengarah pada sistem penjajahan zaman Belanda.
Dalam literatur-literatur sejarah, konsep “merdeka” mengacu pada kebebasan yang dicita-citakan sebagai bentuk perlawanan terhadap aksi penjajah.
Atas dasar konsep itu diasumsikan bahwa sistem belajar kita belum merdeka. Dalam rumusan lain mutu pendidikan kita saat ini masih terbelenggu atau kemunduran prestasi.
Hal ini dibutuhkan inovasi agar peserta didik dan pendidik dapat membebaskan diri dari belenggu ketidakmerdekaan prestasi ini.
Meskipun asumsi lahir secara subjektif, harus disadari bahwa hal itu secara konseptual mengusung suatu visi dan misi yang pada gilirannya akan membuat dunia pendidikan menjadi lebih beradab.
Hal yang hendak direfleksikan secara kritis, ketika Merdeka Belajar itu menjadi tantangan di tengah serbuan teknologi digital.
Melalui Merdeka Belajar siswa diberi kebebasan berpikir dan berekspresi tanpa harus bergantung pada metode yang dipakai guru saat pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Siswa semakin percaya diri untuk berkompetisi di dalam kelas, bahkan lebih proaktif membangun iklim belajar yang lebih kondusif.
Pada sisi lain Merdeka Belajar hadir untuk mengubah mindset (cara pandang) kebanyakan orang terkait eksistensi guru di dalam kelas: guru selalu benar. Melalui Merdeka Belajar, mindset macam ini diharapkan segera berakhir.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang melibatkan komunikasi dua arah (dialog).
Siswa dan guru mestinya membangun kemistri, layaknya satu tim berada dalam misi dan tujuan yang sama.
Guru tidak boleh menempatkan diri sebagai individu yang benar dalam kegiatan belajar-mengajar.
Dalam hal tertentu adalah pengajar yang belajar dari pengetahuan dan pengalaman siswa. Hal ini menjadi tuntutan sebagai guru yang profesional.
Pada masa darurat Covid-19, semua satuan pendidikan di Indonesia mengupayakan alternatif pembelajaran dalam mode jaringan (daring) dengan memanfaatkan berbagai macam aplikasi digital agar proses belajar dan mengajar tetap terlaksana dengan baik.
Serempak semua satuan pendidikan dari sekolah dasar (SD) sampai pada Perguruan Tinggi menjadikan pembelajaran mode daring ini sebagai pilihan.
Dengan memanfaatkan teknologi yang canggih guru dapat membuat video pembelajaran.
Demikian halnya siswa mempelajari materi, mengerjakan serangkaian tugas, mengikuti ulangan, dan ujian secara daring.
Baik guru maupun siswa secara tidak langsung dipaksa untuk menguasai berbagai macam kerja aplikasi agar terselenggaranya pembelajaran daring.
Berangkat dari kemelut ini penulis justru melihat ada kesenjangan antara agenda Merdeka Belajar dengan gagapnya siswa dan guru dalam memanfaatkan sarana teknologi.
Pada era digital, semua manusia dipaksa untuk mengikuti perkembangan digital. Di sekolah-sekolah, siswa mau tidak mau dan suka tidak suka mesti bekerja secara digital agar tetap eksis dalam dunia pendidikan pada masa Covid-19.
Kita tahu bahwa Merdeka Belajar di era digital berarti baik guru maupun siswa diwajibkan untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan fasilitas internet. Muncul pertanyaan, sudahkah para siswa, termasuk juga guru, telah mendapat ‘kemerdekaan belajar’ pada era digital?
Patut diketahui, merdeka belajar di era digital dapat terlihat sukses apabila siswa dan guru tidak berada dalam ketidakterampilan memanfaatkan fasilitas teknologi canggih masa kini.
Dapat dikatakan bahwa tidak sedikit guru dan siswa yang sama sekali masih merangkak dan gagap teknologi. Hal ini memungkinkan Merdeka Belajar tidak berjalan dalam rel efektivitasnya.
Terhadap hal ini, seperti apakah terobosan pemerintah agar guru dan siswa terhindar dari ‘kutukan’ ketidakterampilan pemanfaatan teknologi canggih dalam menopang terlaksananya pembelajaran?
Setidaknya guru dan siswa tidak hanya merasakan merdeka belajar tetapi juga merdeka digital, sehingga dengan sendirinya terjadi akan tercipta merdeka belajar.
Sehubungan dengan uraian di atas, hemat penulis, hal mendesak yang mesti disiasati saat ini adalah memberikan pelatihan rutin kepada guru dan siswa terkait pemanfaatan fasilitas digital untuk mendukung proses pembelajaran.
Jika diibaratkan ‘merdeka belajar’ adalah bisnis. Jika bisnis ini ingin meraup keuntungan yang banyak, mestinya harus ada pelatihan khusus supaya mereka yang mempraktikkan langsung konsep ini di lapangan dapat dengan mudah terbantu.
Dengan demikian Merdeka Belajar bukan hanya sebuah sebuah terobosan baru dalam tataran konseptual, tetapi lebih dari itu mendapatkan tempat implementasinya secara proporsional bagi guru dan siswa sehingga tercipta kemerdekaan belajar yang sejati.
Guru dan siswa harus dapat beradaptasi, belajar mandiri/autodidak, tetapi tetap harus difasilitasi mengingat kebanyakan guru dari generasi sebelumnya belum banyak yang bisa menyesuaikan diri dengan situasi pembelajaran dengan mode daring.
Dibutuhkan kerja sama antara semua pemangku kepentingan, mulai dari Pemerintah dan pakar di perguruan tinggi untuk bersinergi mengatasi situasi sulit pembelajaran daring pada era digital ini.*
Penulis adalah pendidik di SMAK St. Gregorius, Reo, Manggarai