Oleh: Valenintinus Lonek Papang
Ada yang lebih indah dari hanya sekedar menikmati dan melihat. Terhalang gunung-gemunung, terpele lembah, namun menyimpan rahasia wisata nan indah.
Separuh darinya membentang pasir putih yang kilau-kemilau, separuh lagi dengan hamparan bebatuan yang kokoh membentang sepanjang pantai, birunya laut membentang luar hingga ke ujung langit.
Ada yang tak luput dari panorama pantai, sebuah pulau membentang di tengah laut, sendiri tak ada yang lain, persis di ujung tanjung, Pulau Suanggi namanya.
Dari pesisir, pandan bertebaran bersama rerumputan hijau, menyelubung panorama indah Pantai Pasir Putih. Perahu-perahu kecil atau dalam bahasa setempat Tena dan Bero, tersusn rapi di tepian.
***
Aku ingin melukiskan keindahanmu layaknya pesona gadis dari desa pesisir. Hampir saja terlupakan tentang dirimu yang indah bertabur sejuta kehangatan dalam memberi kenyamanan dan hiburan penuh makna dalam alammu nan indah.
Seketika itu juga, panoramamu seakan menghipnotis sekian banyak, hingga tak terhitung. Kasak-kusuk yang pernah melukis di bentangan pesisir, kini sudah berubah menjadi tempat untuk sejenak berteduh dan menikmati keindahan alammu.
Laut mu menyimpan begitu banyak pesona alam bawah laut. Gulung ombak di atas pasir, sesekali mendebur di antara bebatuan yang kokoh.
Terlihat perahu kecil yang biasa di sebut Tena atau Bero, mengitari lautan penuh penantian. Kali ini tak harus menggunakan alat yang akhirnya merusak. Selalu ada yang lebih unik untuk mencari, di antara keindahanmu yang menawan.
Pesisirmu selalu terawat indah, pohon-pohon terus tumbuh berseri dalam nyanyian alam nan indah. Katamu adalah bila ombak berderu menyeruput hingga pesisir.
Di pesisir orang-orang mulai berlari ke sana-ke mari, ada juga yang berjalan menikmati setiap kesempatan bersamamu. Hiruk-pikuk tak menentu memenuhi hingga hari pun berganti hari.
Ada yang tersembunyi darimu hingga kini mulai terlihat. Sedari dulu indahmu mungki terhalang oleh riuh yang tak tentu.
***
Hampir di sepanjang pantai, orang-orang mengitari tanpa henti menyaksikan keindahan alam Pantai Mingar. Berpose bersama seakan menjadi prioritas, selain menikmati dan bercumbu bersama alam Pantai Pasir Putih.
Di ujung tanjung sebut saja Tanjung Naga, mentari mulai tersenyum, menjadi momen indah unruk mulai menjelajah Pantai Mingar.
Meski mentari yang semakin membakar, tak ada yang pernah peduli selain hanya menimaktinya di sepanjang pesisir laut. Gulungan ombak nan indah, anak-anak sudah menanti untuk bermain-main bersama alam laut. Tak ada yang pernah berhenti, semua sibuk menyusuri bentangan Pasir Putih,
Beberapa tempat sebut saja Watanraja dan sekitarnya menjadi tempat perhentian melepas lelah, sambil menikmati sajian menu ala tradisional. Ikan menjadi menu utama pada sajian dengan di tambah makanan laut khas Pantai Pasir Putih.
Angin pantai mulai bertiup lembut menyejukan tubuh yang mungkin mulai lelah. Namun mata tetap saja terhipnotis oleh panorama eksotis yang menawan.
Awan masih bersinar cerah. Tak mau untuk sedikit waktu yang terlewatkan tanpa ada momen indah.
Beberapa tempat, yang di buat dengan ala tradisonal, menjadi sasaran untuk berpose sebelum beranjak pergi. Tak ada satu pun yang luput dari mata kamera. Semua tertangkap oleh karena senyum yang menawan dalam keindahan alam mu.
***
Matahari sudah di ufuk barat. Tak ada yang beranjak sebelum menjadi gelap. Senja mulai mendekat, rupanya saat-saat ini yang paling di nantikan.
Awan mulai berubah menjadi kelabu, sedang di ujung terlihat sinar perak mewarnai seluruhnya. Burung-burung pantai seakan menari-nari di atas permukaan laut. Gemuruh laut senja begitu hangat, membawa semua pada ujung senja.
Di ufuk barat, mentasi sudah pusat pasih, terlihat semua kamera membidik kearahnya. Sebelum berubah menjadi kelabu menuju malam, tak ada yang membiarkannya berlalu begitu saja. Selalu ada kesempatan untuk mengabadikannya senjadi dalam jepretan kamera.
***
Tidah harus menuggu akhir pekan, karena setiap hari adalah waktu yang indah menikmati Patai Pasir Putih. Anak-anak mulai berlari menyusuri tepi pantai sambal bernyanyi “Ojo golo lau lewa, ika iku lau lew,” begitu seterus mereka bernyanyi ria.
Sebuah nyanyian yang artinya, seakan-akan mengajak ombak untuk bermain bersama. Mereka beramai-ramai menyelam di bawah gulungan ombak nan indah.
Setelah malam tiba, di bawah rembulan selalu ada kesempatan menikmati malam bersama alam pantai. Tidak ada yang lebih indah dari sebuah kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama, di pesisir pantai.
Deru ombak memecah keheningan malam, dari sudut-sudut pantai, terpancar lampu-lampu yang bersinar perak. Angin pantai berhembus lembut, seakan merayu malam, dan pohon-pohon melambai-lambai di alam bebas.
Pantai Mingar, di antara bukit-bukit dan gunung-gemunung, selalu ada yang indah dari kesederhanaamu. Sebelah Timur Ile Lama Ingu, dan sebelah Barat Ile Labalekang. Tak lupa di bekalang, Ile Mingar, dan masih ada lagi.
***
Sedikit cerita tentang Februari dan Maret. Ada apa dengan Februari dan Maret? Tradisi yang telah menyejarah dari para leluhur hidup kembali dalam generasi masa kini.
Di pesisir sebut saja Bnebo, orang-orang beramai-ramai, menunggu dengan berbagai perlengkapan. Bakul sedang untuk menampung dan bakul kecil untuk mengambil. Tak ada alat yang lebih canggih untuk menggarap semua serba tradisional dan alami.
Malam itu di antara Februari dan mareti, selalun meniggalkan kisah di Pantai Bnebo. “Duli gere” sebuah teriakan mengajak orang-orang untuk segera menuju ke laut mengambil ikan, yang dalam bahasa setempat “Nale.”
Alam pantai bersinar perang bercampur sinar lampu. Ada yang menggunakan daun lontar menjadi penerang. Malam mulai bercerita tentang sebuah tradisi.
Pantai Pasir Putih Mingar, ada sejut kisah yang mash belum diceritakan tentang panorama alammu yang menghipnotis, dengan tradisi yang selalu hidup dalam setiap waktu.
“Guti Nale” demikian orang sering menyebut. Selalu ada di pantai mingar, mengukir kisah antara Februari dan Maret. Kasak-kusuk menghampiri Februari dan Maret mengisahkan kembali dalam sebuah pergelaran seni sebelum acara “Guti Nale” dimulai.
***
Di pasir Putih, ada kisah yang selalu ada. waktu selalu menantimu untuk menulis kisah dalam hari-harinya. Riuh dalam ombaknya yang menggulung memecah ke bibir pantai. Menggelinding di atas pasir putih, seakan memberi isyarat.
Pagi sudah beranjak menuju senja dan begitu juga malam mulai jadi subuh, di pasir putih ada rindu untuk selalu bercumbu bersama kisah dalam alam pantaimu.
Kisah yang akan terus berkisha bersama dalam waktu, semua hanya tentang indahnya alam pantai Pasir Putih, dengan kisah sejarah yang akan selalu bercerita di antara Februari dan Maret.
Laut lepas dengan biru laut, menyimpan beribu kisah dan keindahan alam bawah laut.
Alam selalu mengukir kisah bersama di pasir putih. Tak ada kata yang lebih indah, untuk melikiskan keindahanmu. “Hanya sebuah ungkapan hati dari apa yang tampak padamu wahai gadis pesisir” demikian aku menyebutmu.
Pemulung Kata
#Ayo ke Mingar
Valenintinus Lonek Papang asal Lembata