Kupang, Vox NTT- Ucapan Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor B. Laiskodat saat kunjungan kerja Teluk Wae Kelambu, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada dapat diihat di chanel YouTube NTT Shoot.
Video yang diunggah pada Juli tahun 2020 itu, secara fulgar memuat mimpi besar Gubernur Viktor, persis, di lokasi keramba ikan Kerapu Teluk Wae Kelambu.
“Jadi kalau kita anggap saja bahwa 1.000.000 (satu juta) itu kita anggap yang meninggal 300.000 (tiga ratus ribu), maka berarti ada 700.000 (tujuh ratus ribu) di sini . 700.000 kita anggap saja yang paling murah sudah, itu berarti 100.000 (seratus ribu) sudah miskin ekonomi sudah jatuh, jadi jualnya cuma 100.000,00 per ekor, makanya di sini berarti ada 70 M (miliar) hari ini ada di sini. Ini harganya 70 M,” ujar Gubernur Viktor yang memakai baju putih dalam video itu.
“Jadi, daerah ini sudah 70 M, kalau lepas 3.000.000 (tiga juta) kita anggap saja bahwa apa namanya 30% hilang, maka berarti sekitar 2,1% maka ada sekitar 140 -300 M ada di sini. Itu baru koperasinya. Dia belum keluar kalau sama dengan ini untuk masuk restoran dan segala macam. Kerapu ini bisnisnya termasuk di restoran sekitar harga Rp 2.000.000 per ekornya. Kalau 2 .000.000 berarti kali dengan ini kan luar biasa, maka itu perdagangannya yang luar biasa. Jadi, dari sini menuju ke sini urusan dengan Bupati lah,” sambung Gubernur Viktor.
Tidak hanya Gubernur Viktor, saat kunjungan kerja ke Ngada, Wagub NTT Josep Nae Soi ikut menebar sebanyak 1 juta benih ikan Kerapu pada 20 Januari 2020, atau enam bulan sebelum Gubernur Viktor berkunjung ke sana.
“Kita akan bisa panen dua tahun kemudian, itu sampai 700.000–800.000 ekor. Dan masyarakat di tiga desa ini, mereka akan menikmati itu karena ini kita serahkan ini ketiga desa; Desa Sambinasi, Sambinasi Barat, Sambinasi Tengah yang baru mau dimekarkan itu ada tiga. Dan ini ada kelompoknya, wadah koperasinya dan koperasi ini yang memanage,” ujar Wagub Nae Soi dilansir dari Inews.
Hasil Panen
Kurang lebih dua tahun kemudian, tepatnya pada 24 Juni 2021 lalu, ikan-ikan Kerapu yang ditebar Wagub Nae Soi di Teluk Wae Kelambu dipanen.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan NTT Ganef Wurgiyanto dalam laporannya mengatakan, total ikan yang di Keramba sebanyak 1.505 ekor dengan berat sekitar 2.035 kg (2 ton).
BACA JUGA: Kerapu-ku Sayang, Kerapu-ku Malang
Kerapu Kertang Super (ukuran 1,5-2 kg) sebanyak 741 ekor, berat 849,8 kg, seharga Rp38.241.000.
Kerapu Kertang UP (≤ 2 kg – 3,6 kg) sebanyak 53 ekor, berat 126,5 kg, seharga Rp5.060.000.
Total panen 794 ekor dengan berat 976,3 kg dan hasil penjualan sebesar Rp46.861.000.
Hasil penjualan ditranfer langsung dari pembeli ke rekening Koperasi Waning Baar, pengelola pengembangan ikan Kerapu di Teluk Wae Kelambu.
Dalam laporannya pula, Kadis Ganef menyebut sisa yang belum dipanen 711 ekor dengan bobot sekitar 1,059 kg.
BACA JUGA: Soal Ikan Kerapu, Jawaban Kadis Perikanan NTT Berubah-ubah
Artinya, apa yang disampikan Gubernur Viktor dan Wagub Nae Soi saat berkunjung ke sana, jauh panggang dari api.
Dr. Tian Liufeto, SPi, M. Si, Dosen Program Studi Budi Daya Perairan Fakultas Kelautan Perikanan Undana mengatakan, secara kasat mata perlu ada penilaian stok ikan pasca-penebaran.
Penilaian ini menurut Tian, bertujuan untuk menjejaki peluang berkembangnya ikan yang ditebar, baik dalam jumlah maupun ukuran.
Hal tersebut penting untuk mengkaji lebih detail apakah ikan-ikan tersebut terdampak badai Seroja khusus pada wilayah Rote dan Semau.
“Bisa saja terjadi seperti itu. Kondisi tersebut tentu benar-benar tidak kita harapkan, tetapi itu bisa saja terjadi akibat force majeure,” kata Tian.
Menurut dia, konsep sea ranching atau restocking yang dijalankan DKP ini harus berbasis pada penilaian kondisi perairan saat itu, misalnya kondisi kesuburan dan lain-lain.
“Bahkan, kondisi terumbu karang saat itu sebagai rumah bagi ikan, sebab ikan Kerapu merupakan jenis ikan karang yang hidupnya berasosiasi dengan terumbu karang,” kata Tian.
Bisa saja kondisi terumbu karang di Riung yang sebelumnya sesuai laporan, tambah dia, banyak mengalami kerusakan. Kemudian juga mungkin mengalami pemulihan seiring dengan tindakan restocking di habitat tempat ikan hidup.
Nilai ekonominya menurut dia, tentu saja tidak bisa terukur sekarang. Jika Dinas Perikanan dan Kelautan NTT menyampaikan rencana panen akan dilakukan beberapa tahun kemudian, maka langkah konfirmasi terhadap jumlah ikan yang ada di sepanjang teluk dapat dilakukan melalui kajian expert.
“Pada saat tersebut atau nanti, semua kita dapat melihat bahwa benar telah terjadi peningkatan stok ikan Kerapu, populasi ikan Kerapu di teluk benar-benar mengalami peningkatan dan secara finansial sungguh menguntungkan dan memberi dampak bagi pemberdayaan dan PAD sub sektor budi daya,” imbuhnya.
Sementara, Lasarus Jehamat, Dosen Fisip Undana Kupang memberikan catatan kritis pada program bud idaya ikan Kerapu milik Pemprov NTT itu.
“Begini, pertanyaan saya pertama, apa parameter keberhasilan budi daya Kerapu? APDB, besaran ikan, harga jual, atau peningkatan kesejahteraan peternak/nelayan? Laporan Kadis memang amat detail tetapi belum ada bukti keberhasilan itu baik di level kebijakan maupun praksis peningkatan kesejahteraan,” ujar Lasarus, Jumat (25/06/2021) malam.
Lasarus sendiri menaruh keraguan akan program yang memakai anggaran yang ia nilai bukan sedikit itu.
“Seperti yang pernah saya sebut, saya agak ragu budi daya ini. Saya awam di bidang perikanan. Tapi, rasa-rasanya sulit diterima kalau subjek pengelolaan ikan kabur,” tandasnya.
Ia pun menilai, budi daya ikan Kerapu seperti sebuah mimpi. Besaran anggaran yang ditulis dengan hasil yang dicapai sampai sekarang kuat menunjukkan kebijakan Kerapu terlihat seperti mercusuar. Angka besar, tetapi hasilnya kecil.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba