Kupang, Vox NTT- Anggaran sebesar Rp790 juta telah dicairkan kepada tim kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari Kampus Undana sejak tahun 2020.
AMDAL tersebut dalam proyek incenerator milik Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTT di Manulai, Kota Kupang.
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Bidang Pembinaan di DLHK Provinsi NTT, Rudi Lismoni, saat dijumpai VoxNtt.com, Senin (12/07/2021) siang.
Rudi mengatakan, sejak awal rencana pembangunan incenerator di DLHK yang menelan anggaran sesuai kontrak sebesar 5,9 miliar telah dilakukan usaha untuk menerbitkan izin AMDAL.
Namun sayangnya, lima (5) bulan sudah proyek itu dinyatakan selesai, izin AMDAL tidak kunjung diterbitkan, sebagaimana termuat dalam laporan temuan BPK RI wilayah NTT pada Mei lalu.
Rudi mengungkapkan, secara teknis dana Rp790-an juta dibayar dari bendahara kepada tim penyusun AMDAL.
Informasi ini diketahui Rudi ketika dilakukan audit. Biaya penyusunan AMDAL pun sudah ditransfer kepada pihak penyusun.
“Saat itu saya katakan kenapa pekerjaan belum selesai sudah dilakukan transfer. Berkaitan dengan anggaran mestinya dibayarkan sebelum tutup anggaran, misalnya tahun 2019 progres kegiatan atau sepertinya yang sudah dilakukan saya begitu kurang paham,” tegas Rudi.
Rudi mengatakan, proses pembangunan UPT Incenerator dan fasilitas pendukungnya sudah dimulai sejak September tahun 2019.
Dikatakan, pada Desember 2019 sudah ada kerangka acuan penyusunan AMDAL. Kemudian, pada Januari 2020 datang tim supervisi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
“Setelah mereka pelajari maka disepakati dilakukan oleh kementerian. Kami lakukan konsultasi lebih jauh dengan membawa KA (Kajian AMDAL). Tim penilai AMDAL dari pusat dengan mengacu pada aturan Kementerian Lingkungan Hidup menyetujui agar proses dilanjutkan untuk semua proses pembangunan incenerator yang sudah mengalami kemajuan,” jelas Rudi.
Rudi menambahkan, pda Maret 2020, pihaknya mengirimkan berkas ke pusat. Namun, karena pandemi Covid-19 tim tidak berani melakukan sidang terbuka.
Meski begitu, sidang AMDAL tetap dilakukan secara virtual dan baru dijalankan pada Desember 2020.
“Pada bulan Desember tahun 2020, keluar KA final. Saya waktu itu tidak pegang dokumen kontrak soal pembangunan ini, belakangan begitu ada masalah saya coba cek berkasnya. Saya tetap konsultasi dengan kepala dinas dalam keadaan darurat saya harus lakukan itu,” kata Rudi.
Sementara soal denda keterlambatan kepada rekanan, Rudi menjelaskan, sudah dilakukan audit oleh auditor dan besaran denda sebanyak Rp11 juta terhitung sejak 31 Desember tahun 2020.
Mengenai pengoperasian mesin incenerator, Rudi mengatakan sejauh ini belum optimal karena masih mengguakan genset.
Ia mengaku sudah melakukan pertemuan dengan PLN agar menggunakan tenaga listrik milik PLN.
Sementara Kepala DLHK Provinsi NTT Ondy christian Siagian mengaku ia memimpin dinas itu baru dimulai sejak Januari 2021 lalu.
Meski begitu, Ondy mengaku dirinya berniat untuk membantu Undana dalam menyelesaikan proses AMDAL.
“Jadi, pemerintah dan pemerintah sekarang ini saling membantu. Pemerintah provinsi membantu mengurus ke pemerintah pusat. Semoga cepat diselesaikan lah,” katanya.
Kadis Ondy mengaku, pihaknya sementara mengurus percepatan penerbitan AMDAL.
“Kendalanya karena covid ini. Apalagi banyak yang virtual. Kalau Jakarta itu mungkin 3% yang berkantor. Ada banyak tim ahli nanti, apalagi kementerian,” ujarnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba