(Porang sebagai alternatif bagi petani di masa pandemi)
Oleh: Anselmus Kaki Reku
Staf Lapangan LSM Tananua Flores
Virus Korona pertama kali muncul di Wuhan China pada Desember 2019 lalu. Dari sanalah virus mematikan tersebut menyebar ke seluruh dunia dan tidak ketinggalan juga di Indonesia pada Februari 2020.
Seiring merebaknya pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), ternyata ada sekilas cerita sukses antara kepala desa Kebirangga Selatan, Kecamatan Maukaro, Kabupaten Ende, dan petaninya.
Maraknya kasus Covid-19 di tengah masyarakat menjadi hal baru. Situasi ini membuat kehidupan sosial menjadi terbatas. Bahkan repotnya kehadiran Virus Korona memporak-porandakan tatanan ekonomi.
Kebirangga Selatan, salah satu desa dampingan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tananua Flores juga tidak luput dari dampak pandemi Covid-19. Namun seiring berkembangnya Virus Korona ada cerita sukses di desa itu.
Hal tersebut bermula dari aksi kepala desa Kebirangga Selatan Antonius Rani yang merintis dan berperan langsung meningkatkan ekonomi masyarakat setempat yang mayoritas profesinya sebagai petani.
Selain mengikuti instruksi pemerintahan RI dengan membentuk tim relawan Covid-19 tingkat desa, Kades Antonius juga mengajak masyarakatnya untuk mengembangkan tanaman porang, yang cukup potensial membantu ekonomi saat ini.
Selain menggerakan masyarakat untuk menanam porang, dia juga mencari informasi pasar yang pasti. Kades Antonius kemudian mengikutsertakan 8 orang petani porang untuk berkunjung langsung ke salah satu lokasi pabrik porang yang ada di Maumere, Kabupaten Sikka pada Mei 2021.
Hal ini untuk meyakinkan masyarakatnya untuk terus bersemangat. Selain sebagai motorik pertama yang memperkenalkan tanaman porang dan membuka informasi pasar bagi petani, ia juga memanfaatkan lahan miliknya untuk membudidayakan porang.
Sesuai hasil kunjungan pendamping Tananuan Flores pada lokasi kebun porangnya, Jumat (09/07/2021), terpantau ada sekitar 18.000 umbi porang yang telah ada. Kades Antonius membudidayakannya sejak November 2019, sebulan sebelum Covid-19 muncul di Wuhan China.
Data yang tercatat oleh pendamping LSM Tananua Flores saat ini, dari 174 KK yang ada di Desa Kebirangga Selatan, telah ada 120 KK yang sudah melakukan budi daya tanaman porang. Kemudian ada 40 KK yang saat ini sedang dalam proses budi daya porang.
Dalam catatan, saat ini total keseluruhan sekitar 80.000-an umbi porang yang telah tertidur di lahan petani Desa Kebirangga Selatan.
Dari data tersebut menunjukkan adanya kekuatan aset ekonomi petani setempat dalam keberlangsungan hidup di masa pandemi dan masa yang akan datang.
Gambaran potensi petani Desa Kebirangga Selatan, sebelum masuknya porang hingga saat ini, memang sangat unggul seperti kemiri, kakao, kopi dan vanili yang telah dikembangkan pada lahan yang sangat potensial.
Tidak mengurangi proses percepatan pendapatan uang bagi petani setempat dari potensi yang disebutkan di atas, namun berdasarkan pengakuan dan kesaksian pendamping, sejauh ini para petani setempat cukup terbantu dengan adanya tanaman porang.
Selain proses tanam dan perawatan yang tidak sulit, juga ada nilai ekonomis yang tinggi jika dibandingkan dengan proses perawatan dan panen dari tanaman lainnya.
Keuntungan lainnya adalah tanaman porang sangat bebas dari jenis hama apapun kecuali ternak sapi bila menginjak tanaman porang. Sehingga porang menjadi salah satu pilihan bagi petani setempat.
Aksi Kades Antonius dipandang sebagai sebuah gerakan kesadaran bersama dari aspek ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif seringkali kita pahami dari aspek ide dan pengetahuan yang kemudian dikembangkan sesuai kebutuhan pelanggan.
Selain itu ekonomi kreatif hadir dan familiar di era ekonomi baru saat ini. Sehingga bagi petani, menerjemahkan ekonomi kreatif dengan arti yang sempit yakni berlaku bagi pelaku ekonomi yang memiliki kapasitas tentang Informasi Tenologi dan Elektronik (ITE).
Konsep ideal memang demikian, namun terobosan yang dibangun oleh Kades Antonius tersebut sesungguhnya mau mengatakan bahwa ekonomi kreatif yang nyata dan dasar adalah petani sebagai pelaku utama atau produser.
Sebab itu, harus mulai membangun kekuatan ekonomi dengan potensi petani yang sifatnya cepat, mudah dan terbaru. Salah satunya adalah budi daya tanaman porang.
Selain informasi, teknologi dan transaksi elektronik, sebagaimana sebuah tuntutan di masa ekonomi 4.0 saat ini, peran pihak ketiga yang ada di desa seperti fasilitator dari pihak pemerintahan dan juga pihak LSM serta perguruan tinggi kiranya dapat menjembatani masyarakat atau petani di tengah kesulitan yang mereka alami dalam konteks ITE.
Peran pihak ketiga kiranya dapat mengambil bagian secara maksimal dalam upaya peningkatan ekonomi masyarakat dengan tidak menghilangkan prinsip memulai dari kepunyaan petani.
Porang adalah salah satu jenis usaha yang sedang dijalani petani saat ini. Tugas pihak ketiga dan pemerintahan desa adalah bagaimana menguasai skenario pasar pada skala daerah, bahkan dunia.
Terobosan selanjutnya adalah bagaimana merapikan pemasaran pada tingkat desa, sehingga peluang harga masih bisa dikendalikan oleh lembaga atau petani yang ada di desa.
Konsep tersebut terlahir dari dampak praktik pasar yang selama ini seringkali tidak berpihak pada petani dalam konteks harga komoditi.
Drama para pelaku pasar sempat membuat petani kita terkadang menyerah dengan posisi tawar komoditi mereka.
Analogi sederhana, petani memiliki 5 lahan kebun komoditi namun kehidupan jauh lebih tinggal dengan pengepul yang memilik 1 kebun komoditi bahkan tidak sama sekali, namun bermodalkan uang dan alat timbang.
Berkaca dari Peran Petani di Masa Pandemi Covid- 19
‘’Urusan memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 adalah urusan kita bersama, namun urusan perut bagi petani adalah urusan perorangan”
Pandemi Covid-19 masih menjadi fenomena saat ini. Peperangan antara pemerintahan dan masyarakat melawan Covid-19 masih berlangsung sengit, bahkan akan berindikasi bahwa pemerintahan akan kehabisan amunisi jika kesadaran masyarakat terkait pencegahan Covid-19 masih belum maksimal, hingga berpotensi pada pandemi yang berkepanjangan.
Hal tersebut membuat kita akan makin berupaya keras bagaimana dengan perut untuk bertahan hidup! Pertanyaan ini seringkali timbul dan tenggelam di masa pandemi ini.
Bantuan BLT bagi elemen masyarakat kalau dipahami secara holistis merupakan sebuah stimulus bagi penerima. Selain sebagai peningkatan usaha ekonomi juga hal yang kita tidak bisa hindari adalah pemenuhan kebutuhan pokok.
Bagi masyarakat kelas menengah seperti para kariawan sipil maupun swasta, memang cukup sulit dalam situasi ini. Pendapatan memang pasti namun sekali dalam sebulan, kreativitas peningkatan pendampatan dari aspek ekonomi memang ada tetapi waktu dan kesempatan menjadi pertaruhan. Hal ini bukanlah sebuah keluhan, namun realita yang harus diungkapkan secara sadar dari hasil refleksi.
Apresiasi perlu kita limpahkan kepada petani kita saat ini yang masih konsisten dengan profesi yang mereka geluti, sebab bila kita bersama mereka, akan ada ungkapan yang mereka sampaikan bahwa “ kami lebih takut mati karena lapar dari pada mati karena Korona”.
Bila kita maknai secara sempit maka ungkapan ini merupakan ungkapan yang melawan sistim pemerintahan dalam rangka memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19, namun kita semestinya memaknai ungkapan tersebut secara luas.
Bahwasan petani hari ini sedang berpikir untuk bertahan hidup dan pemenuhan kebutuhan hudup secara mandiri dari hasil kebun. Apapun potensi pertanian yang bermuara pada peningkatan pendapatan secara cepat dan mudah, itu akan menjadi akses juga peluang bagi mereka dalam rangka memerangi masalah pandemi ini.
Ekonomi nasional boleh pincang, namun kebutuhan petani saat ini boleh dikatakan masih dapat mencukupi.
Aksi para petani Desa kebirangga Selatan selama masa pandemi Covid-19, memang sangat agresif. Selain pengembangan pangan lokal seperti padi, jagung, pisang dan umbi-umbian sebagai kegiatan rutinitas tahunan, mereka juga telah melakukan proses panen dari hasil porang yang ditanam.
Sumber pendapatan ekonomi makin bertambah dan tidak membuat petani setempat mengalami kesulitan yang berat di masa pandemi ini, karena porang hadir membuat mereka makin berarti.
Cerita sukses tersebut tidak sekadar sebuah ilustrasi dan narasi belaka, melainkan kenyataan yang telah ada pada masyarakat Desa Kebirangga Selatan, terlebih kusus para petani setempat.