Oleh: Maria Kristina Ero Hera
Kegiatan Latihan Kepemimpinan Kader (LKK) merupakan sebuah pembinaan formal berjenjang bagi mahasiswa yang membina diri di Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
LKK juga bertujuan agar kader-kader PMKRI bisa memahami dan mengerti persoalan-persoalan kemasyarakatan.
Organisasi kemasyarakatan pemuda, khususnya organisasi ekstra universitas seperti PMKRI, mempunyai peran strategis dalam pembangunan. Muaranya tentu saja agar cita-cita masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur dapat terwujud.
Tulisan ini sebenarnya hanya mau menekankan kembali makna kegiatan LKK yang diselenggarakan oleh PMKRI Cabang Larantuka St. Agustinus.
Kegiatan LKK ini dihadiri oleh kader PMKRI Cabang Maumere dan Cabang Ende.
LKK di Larantuka dengan tema “PMKRI Membentuk Kader yang Profesional dan Responsif” berlangsung pada tanggal 25-29 Juni 2021.
Di balik kegiatan LKK diharapkan kader-kader PMKRI bisa memahami kehidupan bermasyarakat secara umum dan memahami persoalan-persoalan kemasyarakatan di NTT.
Mengapa LKK dianggap penting? Hemat penulis generasi muda atau mahasiswa, terutama kader PMKRI saat ini tengah mengalami gejala buruk. Itu antara lain; krisis orientasi, krisis kader dan krisis sumber daya manusia.
Sementara di sisi lain kader PMKRI sedang diperhadapkan pada perkembangan dan kondisi sosial kemasyarakatan Indonesia yang dewasa ini semakin kacau dan rancu.
Dampaknya adalah ada banyak pihak yang menaruh kembali harapan kepada kader-kader PMKRI agar dapat menjadi kelompok yang mampu membuat perubahan-perubahan sosial di tengah masyarakat.
Tentunya ada banyak faktor yang mempengaruhi lumpuhnya peran kader PMKRI saat ini. Salah satunya adalah lemahnya pola pembinaan karena tidak dilandasi oleh sistem nilai yang menjadi jiwa dari seluruh aktivitas dan perjuangan para mahasiswa itu sendiri.
Sehingga gerakan mahasiswa, apapun latar belakangnya, tanpa memiliki semangat, roh atau spirit hanya akan menjadi aksi yang tidak terkait satu sama lain dan tidak memiliki daya juang yang ampuh.
Penulis menyadari bahwa kegiatan LKK di PMKRI Cabang Larantuka sebagai bentuk pembinaan dan proses perjuangan mahasiswa Katolik yang adalah warga negara Indonesia.
Sebagai mahasiswa Katolik, maka proses kaderisasi dan pembinaan-pembinaan yang dilakukan selalu menekankan aspek spiritualitas dan kristianitas sebagaimana yang dijabarkan dalam tiga benang merah perhimpunan yakni kristianits, intelektualitas, dan fraternitas.
PMKRI adalah organisasi yang hidup dalam masyarakat. Sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan, PMKRI turut memberi andil bagi perubahan sosial.
Kanis Pari, alumni PMKRI Kupang, dalam kumpulan pidatonya merumuskan bahwa tujuan organisasi PMKRI adalah pembinaan kader, yaitu membina watak anggotanya dan membina nalar untuk menyatu dalam kepribadian yang utuh.
Melalui pembinaan, kader-kader PMKRI menemukan kedewasaan dalam bersikap dan bertindak.
Pembinaan yang dilaksanakan demikian bertujuan untuk memenuhi anggaran dasar dan harapan umat sehingga mereka menjadi sarjana yang ahli Katolik serta Pancasila.
Semboyan misioner PMKRI yakni: Kristianitas, Fraternitas, dan Intelektualitas. Ketiga semboyan spiritualititas ini bermuara pada pembentukan kader intelektual populis yang bersatu dengan Gereja dan terlibat dengan umat (pro ecclesia et patriae).
Semboyan ini memberi semangat kepada mahasiswa untuk berani memperjuangkan keadilan dan kebenaran tanpa harus menoleh dan bermain mata dengan tawaran pragmatis yang bisa meruntuhkan nilai-nilai dasar spiritualitas.
Ideal ini bersepadan dengan hakikat dan tujuan dari PMKRI yaitu memiliki kepedulian terhadap Gereja dan bangsa.
Keberadaan mahasiswa menjadi aset, harapan dan wajah Gereja untuk adanya keterlibatan, antusiasme, partisipasi, dan semangat juang dalam membangun bangsa dan negara.
PMKRI tidak bisa terlepas dari keterlibatan para kader dalam membangkitkan semangat perhimpunan itu sendiri, di mana mahasiswa untuk terus berbenah dan mendorong menjadi kader intelektual populis yang bersatu dengan Gereja dan terlibat dengan umat.
Visi dan Misi PMKRI
Salah satu ciri khas sebuah perkumpulan atau organisasi adalah adanya visi dan misi yang jelas.
Visi-misi adalah kekuatan, kompas dan petunjuk arah bagi sebuah organisasi.
Sebagai organisasi tanpa visi dan misi sama seperti perahu layar yang ditutup angin dari berbagai daerah. Sehingga tujuan dari perahu tidak terarah.
Pada dasarnya visi-misi PMKRI sudah sudah diatur secara nasional sejak PMKRI didirikan. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan antara visi dan misi PMKRI pusat maupun cabang.
Semuanya berlaku secara nasional sebagaimana yang diuraikan dalam buku saku PMKRI. Dengan visi dan misi yang satu, maka setiap orientasi pergerakan PMKRI dari pusat sampai cabang tetap sama, yaitu visi: “Terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan dan persaudaraan sejati”.
Sedangkan misinya adalah “Berjuang dengan terlibat dan berpihak kepada kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual populis yang dijiwai nilai-nilai iman Katolik untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan dan persaudaraan sejati.
Dalam visi PMKRI terdapat beberapa poin penting yang harus ditelaah secara terperinci, yaitu terwujudnya keadilan sosial, terwujudnya keadilan sosial, terwujudnya kemanusiaan, dan terwujudnya persaudaraan sejati. Ketiga poin ini yang menjadi kekuatan dalam visi PMKRI.
Terwujudnya Keadilan Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keadilan sosial merupakan suatu bentuk kerja sama untuk menghasilkan masyarakat yang satu secara organik sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan belajar hidup pada kemampuan aslinya.
Keadilan merupakan perpaduan beberapa unsur penting dalam kehidupan sosial, yaitu kejujuran, keseharusan, kualitas yang artitektonis dan keadaan tidak memihak.
Hakikat keadilan adalah keadilan sosial. Keadilan tidak bisa diformulasikan tanpa ada konteks sosial.
Orang-orang mengatakan, “saya harus adil pada diri sendiri” pada dasarnya memformulasikan keadilan sosial bila keadilan bagi dirinya yang dimaksud berdasarkan pada perbandingan dengan yang lain.
Keadilan merupakan salah satu pilar yang menjaga berlangsungnya keadilan sosial.
Persoalan keadilan menjadi pelik ketika ada pertentangan antara mengutamakan kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.
Oleh karena itu, PMKRI lahir untuk meminggirkan ego atau kepentingan pribadi dan menjunjung tinggi kepentingan bersama sesuai dengan amanat Undang-undang 1945.
Terwujudnya Kemanusiaan
Martabat manusia menjadi dasar utama mengapa manusia layak dihormati secara sama. Kesamaan model ini terungkap dalam pentingnya pengakuan akan hak-hak dasar atau asasi manusia.
Dalam konteks ini, kemanusiaan merupakan alasan utama dan pertama pentingnya pengembangan sikap saling menghargai satu sama lain.
Ketika masing-masing manusia memosisiskan kemanusiaan di atas segala-galanya, termasuk di atas ideologi agama, membiarkan diri terikat untuk menghormati dan menghargai kemanusiaan universal, entah yang ada dalam diri ataupun dalam diri orang lain.
Menempatkan diri manusia di atas ideologi agama tidak berarti bahwa manusia mengingkari eksistensi dan peran Tuhan dalam hidupnya, tapi justru sebaliknya menjadikan Tuhan sebagai sumber inspirasi kemanusiaan universal manusia.
Menghargai kemanusiaan berarti yang maha menciptakan, pada gilirannya, akan menghindari orang dari tindakan ekstrem atau radikal.
Menghargai unsur kemanusiaan dalam diri sesama manusia adalah corak berpikir yang perlu digalakan dan diperjuangkan.
Hal ini dilakukan karena masih banyak fenomena yang terjadi sekarang atas nama ketertindasan terhadap martabat manusia.
Permasalahan seputar unsur kemanusiaan tidak akan habis dibicarakan karena ia selalu hadir kapan dan di manapun.
Oleh karena itu, PMKRI sebagai organisasi perjuangan yang terlibat dan berpihak terhadap kaum tertindas selalu peka terhadap situasi kemanusiaan di sekitarnya.
Salah satu tanggung jawab moril bagi PMKRI adalah menyikapi permaslahan kemanusiaan yang ada di dalam masyarakat.
Masalah kemanusiaan itu seperti penindasan penguasa terhadap rakyat akar rumput, perdagangan manusia (human trafficking) dan kelaparan.
PMKRI hadir untuk menyelamatkan kaum tertindas sesuai dengan misinya.
Terwujudnya Persaudaraan Sejati
Kitab suci mengatakan, “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan Kristus.
Dalam hal ini, tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karerna kamu semua adalah satu di dalam Kristus”.
Prinsip persaudaraan merupakan syarat mutlak untuk memajukan kepentingan umum yang pada dasarnya memadukan kepentingan diri sendiri dan kepentingaan masyarakat umum menjadi kesatuan yang tetap mengutamakan prinsip keadilan.
Dan ini berarti, tidak unsur egoistis, mau maju sendiri tanpa peduli terhadap nasib sesama, melainkan maju bersama dengan saling memperhatikan, saling membantu, saling koreksi, saling memperkaya dengan kesadaran bahwa kita semua adalah satu keluaraga besar yang beradapatasi dalam satu visi persatuan.
Persaudaraan dalam PMKRI dibentuk oleh dinamika yang terjadi di dalamnya, mulai dari masa penerimaan anggota baru (MPAB) sampai pada pendidikan formal maupun non formal yang lainnya.
Dinamika sosial dalam PMKRI berdampak pada tingginya rasa solidaritas di antara anggota PMKRI.
Tingkat solidaritas yang tinggi dalam diri setiap anggota PMKRI akan memperkuat integritas PMKRI.
Misi PMKRI
Berjuang dengan terlibat dalam hidup kaum tertindas, berpihak kepada kaum tertindas, kaderisasi intelektual populis, dan nilai Kekatolikan.
Berjuang dengan Terlibat Dalam Hidup Kaum Tertindas
“Terlibat dan Kaum Tertindas” merupakan dua kata dan frasa yang menjadi fokus utama dari bagian ini.
Pertama, kata “Terlibat” yang dimaksudkan di sini adalah terjun lansgung, tinggal dan mendampingi. PMKRI dalam seluruh perjuanagn dan hidupnya harus terjun langsung, tinggal dan mendampingi masyarakat.
Kedua, kaum tertindas. Frasa kaum tertindas ini menjurus ke arah masyarakat yang kehilanagn haknya sebagai warga negara, tidak diperhatikan oleh pemerintah, miskin dan terlantar serta tidak mendapatkan perlindungan hukum seperti pada masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu, orientasi pergerakan PMKRI adalah terlibat pada kaum tertindas. PMKRI terjun langsung dan tinggal bersama masyarakat (kaum tertindas) untuk memperhatikan dan memberikan perlindungan kepada mereka.
Perlindungan itu seperti memberi pembelaan dan perlindungan kepada masyarakat ketika pemerintah korup dan tidak memperhatikan kesenjangan sosial yang terjadi.
Di sini jelas, rakyat sedang ditindas oleh pemerintah, dan PMKRI sebagai organisasi kepemudaan dan perjuangan tidak akan tutup mata. PMKRI selalu siap untuk menebus amanat penderitaan rakyat.
Berpihak Kepada Kaum Tertindas
Perjuangan PMKRI adalah suatu keterarahan panggilan yang total. Totalitasnya bukan berarti membela semua orang, tapi PMKRI lebih berpihak kepada kaum tertindas.
Adanya PMKRI bukan untuk melakukan pembelaan terhadap semua elemen masyarakat, tapi PMKRI mengarahkan panggilannya pada kaum tertindas.
PMKRI tidak masuk, tinggal dan melakukan pendampingan terhadap kaum elite, tapi seluruh perjuangannnya berpihak kepada kaum tertindas. Kaum tertindas merupakan locus utama kiprak PMKRI.
Keberpihakan kepada kaum tertindas ini merupakan sebuah salinan dari cara hidup Yesus Kristus.
Yesus datang ke dunia untuk membebaskan kaum-kaum yang lemah dan tertindas. Dalam Kitab Suci dijelaskan demikian “Ketika melihat kumpulan orang, Yesus merasa kasian terhadap mereka, karena mereka dikuliti dan dibuang seperti domba-domba tanpa gembala” (2 Korintus 8:9).
Dalam hal ini, orientasi gerakan PMKRI yang mengikuti teladan hidup perjunagn Yesus harus memperhatikan dan memusatkan perhatiannya untuk mengangkat martabat kaum marginal atau kaum yang terpinggirkan.
Nilai Kekatolikan
Misi Kekatolikan bagi PMKRI adalah memperjuangkan dengan mendahulukan kepentingan rakyat umum atas prinsip, nilai-nilai, semangat dan sikap etis dan moral Katolik.
Moral Katolik yang dimaksud adalah Yesus Kristus sebagai pedoman dan kekuatan setiap gerakan.
PMKRI harus menjadi Katolik sejati. Seorang anggota PMKRI yang berperilaku Katolik berarti lebih daripada sekedar menjadi anggota Gereja karena yang paling mendasar adalah mengekspresikan iman secara nyata.
Istilah Katolik dalam PMKRI bahwa para anggota perhimpunan Mahasiswa tersebut beragama Katolik. Sebagai orang Katolik, semua anggota PMKRI dituntut untuk memahami, menghayati serta mengamalkan nilai-nilai iman dan ajaran Katolik.
Dan perlu dicatat bahwa sejak tahun 1957 ketika anggaran dasar baru disahkan, PMKRI menganut sistem keanggotaan terbuka.
Hal ini berarti bahwa PMKRI menerima juga anggota-anggota non-Katolik. Keterbukaan terhada mahasiswa non-Katolik mempunyai catatan khusus.
Catatan itu berkaiatan dengan komitmen kader-kader non-Katolik untuk diwajibkan mengikuti aturan perhipunan, terlebih khusus ajaran PMKRI, di mana Yesus Kristus adalah teladan gerakan.
Dijiwai Kekatolikan
Jika PMKRI adalah sesuai dengan iman Katolik. Berkaitan dengan hal ini, ada beberapa penekanan terkait Kekatolikan.
Pertama, jiwa yang dimaksud adalah sesuatu yang tetap serta selalu hidup, dan karenanya menghidupkan sesuatu yang tidak dapat dan tidak mungkin mati.
Dengan demikian, PMKRI “jiwa bukan merupakan “ideologi” melainkan merupakan sumber inspirasi. Jiwa menghidupkan dan menggerakan sebuah organ.
Begitupun dalam konteks PMKRI, sebuah perhimpunan tidak akan hidup dan berjalan sebagaimana mestinya kalau tanpa jiwa.
Kedua, Kekatolikan berarti keseluruhan nilai etis dan moral kristiani universal dan berdasarkan ajaran Yesus Kristus sendiri serta ajaran para rasul (apostolik) tentang pribadi, Sabda dan karya Kristus (Kristologi) bagi Gereja (seluruh umat manusia berdasarkan semngat cinta kasih menurut terang Injil).
Oleh karena itu, frasa “dijiwai Kekatolikan” berarti bahwa seluruh orentasi gerkan PMKRI dihidupi oleh nilai Katolik.
Nilai Kekatolikan merupakan jiwa yang tinggal dalam tubuh PMKRI dan tetap menjadi kekuatan dalam seluruh perjuangannya.
Tanpa nilai atau jiwa katolik, maka PMKRI tidak bisa berjalan, tidak bisa hidup atau mati.
Kader PMKRI
PMKRI merupakan organisasi pembinaan serta kaderisasi yang menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa Katolik warga Negara Republik Indonesia atau mereka yang menerima ajaran Kristus.
PMKRI perlu menghimpun sekaligus menggerakan anggotanya yang adalah mahasiswa, baik secara individual maupun secara kolektif untuk membina diri menjadi kader-kader yang cakap, intelektual, trampil, unggul dan mampu.
Untuk mencapai tujuan itu maka sistem pembinaan kader selalu berorientasi pada pembentukan kader-kader PMKRI yang memiliki wawasan yang komphrensif dan integratif dalam memandang semua permasalahan dalam dunia kemasyarakatan.
Strategi dasar kaderisasi selalu memperhatikan pada kristianitas, intelektualitas dan fraternitas.
Maka sistem kaderisasi adalah salah satu titik berat dalam prosesnya. Hal ini penting karena PMKRI merasa terpanggil untuk menyiapkan kader Gereja, bangsa dan negara dalam upaya meneruskan estafet kepemimpinan Gereja, bangsa dan negara tercinta ini.
Tentunya proses kaderisasi dan yang dilakukan tetap berorientasi pada komitmen nasional yaitu tetap berpedoman pada kepentingan, aspirasi, serta keprihatinan masyarakat Indonesia.
Mengingat keberadaan PMKRI di tengah masyarakat adalah untuk mengaktualisasikan segala aktivitasnya maka perhimpunan ini mempunyai tiga tanggung jawab besar di dalam bidang ekstra organisasi yaitu;
Pertama, tentang tanggung jawab kepada masyarakat umum. Hal ini sesuai dengan jati diri PMKRI yang merupakan organisasi kemasyarakatan dan sekaligus pers anggotanya yang merupakan bagian dari warga negara Indonesia.
Kedua, tanggung jawab dunia kampus atau kemahasiswaan. Hal ini sesuai dengan jati diri PMKRI sebagai organisasi mahasiswa.
Ketiga, tentang tanggung jawab kepada Gereja. Hal ini sesuai dengan jati diri PMKRI sebagai organisasi yang bercirikan Katolik.
Dalam upaya menjawabi tiga tanggung jawab tersebut harus mampu mengoptimalisasikan segala sesuatu yang dimiliki perhimpunan.
Optimilisasi tersebut lebih menekankan pada sumber daya manusia (human rescurces). Hal ini penting karena organisasi pembinaan dan perjuangannya sangat bertanggung jawab dalam membina seluruh anggotanya agar menjadi manusia harapan bangsa dan Gereja sesuai apa yang digariskan oleh Anggaran Dasar PMKRI.
Semangat ini dijabarkan sesuai sasaran, tujuan, dan target pembinaan yakni melahirkan manusia yang sarjana ahli, yang dewasa pancasilanya, matang katoliknya dan berjiwa patriotik, sehingga kemudia menghasilkan kader pemimpin dengan memiliki pribadi yang peka dan tanggap terhadap setiap situasi dan gejolak sosial kemasyarakatan.
Dari cita-cita yang demikian luhur ini, maka PMKRI pun dari waktu ke waktu terus menata dirinya baik secara interen maupun eksteren sehingga mampu memberikan yang terbaik bagi Gereja dan tanah air.
Penataan interen yakni dengan mengembangkan organisasi dan melakukan pembinaan kader bagi para anggotanya, sehingga nantinya dapat melahirkan kader-kader yang handal demi membangun bangsa dan Gereja.
Untuk mencapai sasaran ini maka PMKRI menerapkan berbagai jenis pembinaan kader baik formal maupun non formal dan informal.
Tujuan Pembinaan Kader PMKRI
Pada dasarnya pembinaan kader PMKRI selalu bersifat formal dan mempunyai tujuan untuk membentuk atau menghasilkan kader-kader yang tangguh dan mampu menangkap serta membaca tanda-tanda zaman dengan daya dukung intelektualnya.
Kader PMKRI haruslah potensial, militan, antisipatif, kreatif, inofatif dan berdedikasi tinggi dan selalu berpedoman pada tiga benang merah perhimpunan yakni kristianitas, intelektualitas, dan fraternitas.
Dengan adanya keselarasan tiga benang merah tersebut, kader PMKRI diharapkan akan senantiasa berkembang searah dengan globalisasi dan konsep pembangunan bangsa yang tengah dilaksanakan.
Selain itu tujuan dan konsep pembinaan kader tetap berpatokan pada konsep pembinaan sebagaimana yang tertera dalam Anggaran Dasar PMKRI, yaitu pembinaan yang diarahkan kepada pengembangan potensi iman Katolik.
Menumbuhkan kader yang respontif dan profesional untuk memperkaya penalaran, meningkatkan intelektualitas, profesionalitas serta menatapkan dan mempertebal wawasan kebangsaan menuju terciptanya sarjana pripurna sebagai kader bangsa baik dalam tatanan konsep maupun operasional.
Dasar Pembinaan Kader PMKRI
PMKRI selalu berpedoman pada tiga benang merah perhimpunan. Benang merah ini senantiasa menjiwai seluruh aktivitas perhimpunan.
Maka strategi dasar dari pembinaan-pembinan yang ada dalam perhimpunan juga tetap berpatokan atau dijiwai tiga benang merah perhimpunan.
Fraternitas
Pengembangan fraternitas PMKRI lebih menitikberatkan pada nilai-nilai etis dan moral kristiani.
Nilai-nilai kristiani ini akan menjadi landasan dalam pembentukan suatu spiritualitas yang khas bagi anggota PMKRI.
Semangat Ilahi yang menjadi jiwa dan daya dorong anggota PMKRI yang senantiasa mengarahkan mereka kepada perjuangan untuk menebus amanat penderitaan rakyat.
Oleh karena itu maka penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kristiani itu diwujudnyatakan dalam bentuk koinonia/persekutuan yang menimbulkan kebersamaan dan kesatuan dalam iman kristiani.
Martiria/kesaksian yakni pendalaman dan penghayatan iman kristiani dalam seluruh sejarah kehidupan.
Kerugama/pewartaan untuk menyatakan atau mengembangkan iman, harapan dan kasih dalam kehidupan.
Liturgia atau ibadat yakni merayakan kehidupan dalam iman kristiani, serta diakonia atau pelayanan pada karya-karya karitatip yang nyata dalam masyarakat.
Dari sekian bentuk perwujudan dan pengamalan-pengamalan nilai-nilai kristiani tersebut, PMKRI lebih menitikberatkan pengalaman kristianitas itu pada kesaksian hidup dan pelayanan.
Hal mana selaras dengan eksistensi PMKRI sebagai organisasi kemasyarakatan yang di dalamnya berkicambung kaum muda atau generasi Katolik Indonesia.
Sebagai organisasi kemasyarakatan maka opsi terbesarnya adalah pada situasi sosial politik masyarakat. Pada medan bakti inilah mereka diutus menjadi saksi Kristus dalam seluruh pelayanan kemasyarakatannya.
Intelektualitas
Intelektualitas merupakan salah satu poin penting dari organisasi pembinaan dan pengkaderan mengingat PMKRI sebagaimana termaktub dalam tiga benang merah perhimpunan.
Untuk itu maka pengembangan kualitas intelektual anggota sangat ditekankan pada penguasaan informasi dalam bentuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat memberikan kontribusi yang berguna bagi pengembangan organisasi.
Tetapi tidak cukup kiranya dengan penguasaan iptek. Para anggota PMKRI harus dibekali dengan pengetahuan etika dan moral sehingga akan muncul seseorang intelektual yang bernafaskan semangat kristiani.
Seorang intelektual kristiani adalah seseorang yang memiliki visi etis dalam penerapan serta mampu merefleksikan dan merespon setiap gejolak kehidupan masyarakat. Atau dengan kata lain pembinaan intelektuualitas meliputi alih ilmu pengetahuan dalam karya-karya nyata di tengah masyarakat.
Kristianitas
Pembinaan-pembinaan kader di PMKRI baik secara nasional maupun cabang sangat menekankan aspek persaudaraan dimana para anggota PMKRI diharapkan semangat kebersamaan dan cinta kasih kepada sesama dalam arti yang luas dan mendalam.
Pentingnya proses pembinaan kader sekaligus perjuangan mahasiswa Katolik harus bermuara pada visi dan misi.
Sebuah organisasi nasional seperti PMKRI tidaklah mudah. Karena untuk melahirkan kader yang respontif dan profesional harus berpegang teguh pada nilai-nilai kekatolikan dan Pancasila dan mempelajari aturan dan mekanisme agar organisasi PMKRI tetap eksis.
Mekanisme dalam proses kaderisasi yang paling penting bahwa kader PMKRI memahami tentang isi dan tujuan sekaligus visi dan misi PMKRI itu sendiri.
Dengan adanya visi dan misi, maka segala kegiatan yang terjadi dalam PMKRI menjadi terarah.
Selamat dan Sukses Latihan Kepemimpinan Kader di PMKRI Cabang Larantuka
Penulis adalah Anggota aktif PMKRI Cabang Larantuka St. Agustinus. Dia jugga Mahasiswa Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka (IKTL)