Oleh: Yohanes Mau
Indonesia bangga dengan Gold medal yang telah diraih oleh Greysia Polii dan Apriyani Rahayu untuk tim ganda putri Indonesia cabang olahraga badminton di Olympic Games di Tokyo-Jepang.
Sakura, julukan untuk negara yang pernah jajah Indonesia selama tiga stengah tahun lebih itu. Walaupun demikian tidak mematahkan semangat juang para atlet Indonesia meraih gold medal.
Bendera Merah Putih berkibar dan lagu Indonesia Raya dikumandangkan di negeri cahaya Asia itu. Dunia menjadi saksi bisu akan kisah bersejarah ini.
Betapa bahagianya luapan hati seluruh rakyat Indonesia. Bahkan saya yang sedang berada di negara terpencil ini pun tak luput dari rasa itu.
Air mata haru dan bahagia mengalir basahi pipi kedua pemenang. Bahagia mereka adalah hembusan angin sejuk di tengah musim-musim pandemi Covid-19 yang enggan pergi.
Kemenangan sempurna itu seolah obat mujarab Covid-19 bagi seluruh warga Indonesia.
Tampak di media cetak dan elektronik wajah cerah dari Polii dan Apriyani. Para netizen hiasi media sosial dengan postingan foto dan video kedua pemain badminton ini. Semuanya adalah luapan ekspresi bahagia.
Orang-orang kecil di pedalaman yang hanyut dalam sepi pun lompat bahagia. Luapan rasa cemas seolah berlalu sekejab oleh prestasi nan gemilang itu.
Presiden Jokowi langsung melakukan video call dengan kedua pemain dan menyampaikan profesiat atas sukses luar biasa yang telah diraih.
Para pejabat dari berbagai kalangan partai dan jabatan pun tidak lupa bersyukur bersama Polii dan Apriyani.
Para pejabat musiman pun tak mau kalah saing. Mereka secara mendadak mengedit wajahnya dan pajang besar-besar di dinding media sosial.
Seolah mereka yang dukung kedua pemain hingga meraih prestasi besar ini. Pejabat jenis ini namanya peduli musiman.
Dikatakan demikian karena ketika pemain dalam situasi ekonomi yang sulit dan menantang para pejabat tidak muncul.
Mereka seolah mati bersama Covid-19. Lantas muncul pertanyaan, Ada apa di balik pajang foto bersama para pemenang gold medal itu? Mengapa tidak pajang foto juga dengan mereka yang kalah dan tak meraih apa-apa?
Di sini jelas terlihat bahwa para pejabat musiman itu hadir untuk mencari muka. Mereka juga mengekspresi bahagia tanpa malu.
Mereka mempromosikan wajah-wajah kegagalan mereka kepada publik seolah mereka yang sukses bangun negeri ini.
Padahal di balik jabatan dan populairitas kedudukan mentereng itu mereka panen di lahan basah dengan aneka rekayasa.
Pejabat jenis ini dikenal dengan sebutan pejabat kelelawar. Tidur di siang bolong tapi mencari makan pada malam hari di kala rembulan bersinar.
Polii dan Apriyani adalah rembulan yang bersinar di tengah derasnya situasi sulit hidup manusia. Mereka bersinar pancarkan kesahajaan kepada dunia.
Indonesia harum namanya karena kedua figur pejuang sejati ini. Bukan seperti para pejabat yang mulai pajang foto barengan tanpa izin dan rasa malu.
Kalau menjadi pejabat itu harus berani tepuk dada bahwa saya bisa sukseskan program mensejahterakan rakyat kecil yang menderita dan menangis pada musim-musim panjang yang tak menentu.
Buat apa kalau hanya menjadi bayangan semu yang terselubung di balik sukses orang kecil? Hallla, pemimpin negeri.
Betapa sialnya dapat pejabat musiman yang berkarakter seperti ini. Mungkin rakyat Indonesia salah pilih pemimpinnya.
Lantas bagaimana dengan mereka yang kalah dan di ajang Olympic games? Pejabat cuci tangan dan tidak berani pajang foto besar-besar. Malu dan takut gengsi jatuh.
Sebagai pejabat yang merangkul mestinya foto bersama mereka yang kalah. Mengapa demikian? Karena ini adalah cara untuk memotivasi pemain untuk tetap semangat dalam bertarung pada musim-musim mendatang.
Namun sialnya para pejabat kita hanya mencari muka dengan yang berprestasi saja. Inikah yang namanya merangkul rakyat?
Pemimpin musiman adalah dia yang pandai membaca tanda-tanda zaman demi ketenarannya walaupun enggan muncul di tengah gelap malam-malam realitas hidup nyata.
Polii dan Apriyani hadir sebagai cahaya untuk mereka. Dan mereka berkeliaran memanfaatkan momen ini untuk tunjuk dada bahwa mereka masih ada.
Mereka masih hidup. Menghidupkan diri di balik cahaya orang lain di tengah mewabahnya Covid-19.
Beginilah para pejabat musiman muncul secara ramai-ramai. Semoga saja mereka akan eksis dan bercahaya seperti Polii dan Apriyan.
Memberikan emas murni untuk Indonesia.
Harap para pejabat musiman tidak hanya pintar bersilat lidah untuk mencari emas bagi kelompok dan kru-krunya saja pada musim tertentu tetapi mesti bersinar dan berikan emas untuk Indonesia sebagaimana yang telah dilakonkan oleh Polii dan Apriyani.
Profesiat untuk Polii dan Apriyani untuk prestasi luar biasa ini. Para pejabat musiman harus malu dan berbuat sesuatu untuk negeri Indonesia agar tidak hanya bayang-bayang semu di balik sukses orang-orang kecil. Sampai kapankah wajah musiman bisa bahagiakan Indonesia?
Yohanes Mau adalah warga Belu Utara-NTT. Kini sedang menjalankan misi kemanusiaan di Zimbabwe-Afrika.