Perempuan Pembawa Luka
Di ujung waktu yang masih meruak
tangisan merdu melantun
memenuhi gendang telinga
merobek malam.
Sinar rembulan mengecup bibirnya
menjilat sisa kata-kata yang bersarang di ujung lidahnya
sangat tajam.
Perempuan rawat lara
membawa badai yang meluka
meninggalkan senyum pahit untuk menjinakkan rasa puas
sebelum embun pagi menghias waktu dengan pelukan mesrah
dan aroma kopi di waktu senja penuh imajinasi.
Unit Gabriel, 2021
Yang
Yang memuntahkan rindu di tengah pilu
mencintai dengan sungguh.
Yang menghapus air mata dengan tarian sajak-sajak sakit
membawa pecahan jiwa yang lunglai.
Yang menyentuh luka dengan kasar
meminta rintik hujan mengguyur ribuan pilu
dalam batok kepala.
Yang mengkawal suka dengan cinta
melempar senyum melekat di kening
membakar jiwa penuh janji
bakalan kelelahan tak pernah kunjung di waktu luang.
Unit Gabriel, 2021
Berjalan di Malam Kelam
Cahaya lilin padam dalam ingatannya.
Ia berjalan dengan tangisan sendu menjiwa.
Dadanya sesak ketika mencintai titik-titik air hujan
dengan senyum paksa berjalan menemani malam kelam.
Dalam saku celananya meruak kata-kata resah.
Malam terus bersarang dalam kedua bola matanya.
Mulutnya mengomel gemetar
merawat catatan singkat yang masih buram,
tetapi ia tetap mencintai malam dengan rindu.
Berjalan dengan air mata kesal.
Unit Gabriel, 2021
Hujan di Waktu Subuh
Hujan mengguyur dengan desah yang pasti.
Rintik-rintik hujan menempel di jendela kaca.
Wajah perempuan elok tersenyum miris.
Aku masih menyebut namanya dalam selimut
sedangkan waktu subuh terus merajuk.
Sebagian mimpi terpotong
menjelaskan perihal air mata yang tersu membasahi subuh
dengan titipan luka dalam ingatan.
Dan hujan di waktu subuh pergi dengan tenang sambil menitip berkat
untuk melunakkan dada yang sedang sakit.
Unit Gabriel, 2021
Penulis Epi Muda, seorang mahasiswa STFK Ledalero tingkat 1. Sekarang berdomisili di biara SVD unit Gabriel.