(Sebuah Refleksi HUT ke-76 RI)
Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk, M. pd
Ka SMPK Frateran Ndao
“Tetaplah menjadi satu. Jangan sampai ingin terpecah. Gapai angan dan citamu di masa depan yang cerah. Raih prestasi terbaikmu, dan buat bangsa ini pun bangga. Selamat hari kemerdekaan”.
“Jadikan perbedaan sebagai sebuah keunikan dalam berbangsa dan bernegara agar terlihat indah dengan banyaknya warna, dan janganlah menjadikan sebuah perbedaan sebagai kesombongan akan rasa paling benar dalam berpikir dan bertindak karena perbedaanlah yang mengakibatkan perpecahan yang membuat bangsa dan Negara melemah. Merdeka!”
Demikianlah tema HUT ke-76 NKRI yang tentunya memiliki makna filosofi sesuai dengan situasi bangsa saat ini, yang sedang diterpa badai Covid-19.
Bahwa di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, bangsa Indonesia dalam hal ini, anak-anak bangsa, yakni kita semua harus tangguh, harus kokoh, harus bersatu berperang melawan Covid-19. Itulah harapannya, sekaligus makna HUT ke-76 RI.
Namun, sangat miris rasanya di saat pemerintah berjuang untuk memutuskan rantai penyebaran Covid-19 ini, justru banyak para pengamat atau kelompok oposisi atau sering kita dengar barisan sakit hati, yang iri hati dengan kejujuran dan keberhasilan pemerintah (Presiden Jokowi).
Mereka malah berusaha untuk merongrong kerja keras pemerintah, melalui kritik yang tajam, namun kosong, sebab asal kritik tanpa ada solusi. Dan saat ini, yang terjadi adalah demikian.
Kita bisa saksikan lewat media elektronik atau media cetak atau sosmed, betapa banyak orang yang kemampuannya hanya mengganggu kerja pemerintah.
Atau dengan kata lain, banyak anak bangsa yang terlalu mencintai bangsa Indonesia, sampai keblablasan atau kelewatan mengkritik pemerintah (Presiden Jokowi), hanya mengandalkan kemampuan seadanya, tanpa hati, namun merasa dirinya paling pintar.
Harusnya jika memang pintar, kritik boleh, asal santun dan harus disertai solusi. Itu namanya kritik yang kritis.
Namun, jika hanya pintar kritik, tetapi tidak memberikan solusi, itu namanya kritik yang krisis atau seperti sebuah peribahasa: “tong kosong, nyaring bunyinya”.
Jika itu yang terjadi, maka Indonesia tidak akan tangguh, tidak akan kuat, tidak akan kokoh, tidak akan bersatu secara hati, tetapi hanya bersatu secara fisik.
Sehingga tampaknya bersatu, namun sesungguhnya hati terpecah belah atau tercabik cabik.
Maka, mari semua kita yang menamakan diri anak bangsa, di HUT ke-76 NKRI tanggal 17 Agustus 2021, bersama pemerintah kita harus bersatu padu berperang melawan Covid-19 dengan cara mematuhi protokol kesehatan dengan pola 5M (Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, Mengurangi mobilitas).
Jangan sampai kita menyalahkan pemerintah tidak bisa mengendalikan laju penyebaran Covid-19, padahal karena kelalaian dan ketidaktaatan kitalah yang menyebabkan laju penyebaran Covid tidak terkendali.
Jadi, bukan salahnya presiden atau pemerintah, tetapi kita rakyat Indonesialah yang tidak bisa mengendalikan diri, tidak bisa mendisiplinkan diri, akibat rendahnya SDM untuk memahami maksud baik dari pemerintah.
Demikian juga dengan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), adalah salah satu langkah yang diambil oleh pemerintah dalam rangka memutuskan rantai penyebaran Covid-19.
Jika saja masyarakat patuh dengan protkes, maka bisa jadi PPKM tidak diberlakukan. Namun, karena masyarakat banyak yang tidak patuh, tidak disiplin, maka pemerintah menerapkan PPKM.
Semua ini untuk keselamatan dan kesehatan anak bangsa. Namun, maksud baik selalu di balas dengan kejahatan berupa: hujatan, fitnah, caci maki, dll.nya, yang intinya mau mendiskreditkan pemerintah.
Dan jika itu yang terjadi, maka pemerintah akan terganggu konsentrasinya. Jika ingin pemerintah bekerja dengan baik, maka tugas kita adalah mendukung mereka dengan doa dan dengan mematuhi protokol kesehatan.
Maka, dalam arti inilah Indonesia tangguh, ketika pemerintah dan rakyat bersatu dalam menghadapi persoalan bangsa, seperti yang saat ini dalam berperang melawan Covid-19.
Dengan bersatu, maka persoalan bangsa akan dapat diselesaikan, Dan sebaliknya jika kita terpecah belah, bahkan sampai ada mosi tidak percaya kepada pemerintah, maka masalah akan semakin pelik.
Sebagaimana ungkapan “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, atau bersatu kita joss, bercerai kita ngos”.
Dengan demikian Indonesia tangguh, apabila anak bangsa bersatu, tidak hanya secara fisik, melainkan hati juga bersatu, yang diwujudkan lewat cara hidup, cara bersikap, cara berperilaku dan cara bertindak yang baik dan benar menurut norma umum.
Ingatlah pula semboyan kita bersama, yakni NKRI adalah harga mati. Semoga tidak hanya retorika belaka, melainkan harus diwujudkan lewat hidup saling berdampingan, saling mengasihi dan saling mengampuni. Sebab, dengan cara hidup demikian, Indonesia tangguh akan terwujud.
Demikian juga dengan Indonesia tumbuh, yang walau diimpit oleh berbagai masalah dan salah satu yang dihadapi saat ini adalah masalah Covid-19.
Sangat terasa masalah Covid-19, telah melumpuhkan berbagai sektor kehidupan, seperti, kesehatan, pendidikan, perekonomian.
Di bidang kesehatan, jika semua warga taat dan patuh terhadap protkes serta mau divaksinasi, maka harapan Indonesia akan tumbuh akan terwujud.
Maka, makna kata tumbuh dalam tema HUT ke – 76 RI, Indonesia tumbuh adalah bahwa walau kita tengah berperang melawan Covid-19 yang mengakibat lumpuhnya berbagai sektor tadi, namun kita akan tetap tumbuh (hidup).
Dan agar sebagai anak bangsa tetap tumbuh (hidup), maka kita harus menaati prokes, melalui pola 5M dan vaksinasi.
Sebab, dengan kita taat dan patuh, disiplin diri, terhadap prokes, sesungguhnya pemerintah mau menyelamatkan rakyatnya, agar kita tetap survive atau tumbuh di tengah badai Covid-19.
Namun, yang tidak masuk di akal adalah, bahwa pemerintah ingin agar rakyatnya tetap survive, di tengah badai Covid-19 ini, tetapi rakyatnya sendiri tidak mau untuk tumbuh (hidup) atau survive, yang ditampakkan dengan tidak mematuhi prokes dan vaksin, bahkan sampai menuding pemerintah yang macam-macam, dalam nada-nada negatif.
Terhadap sektor pendidikan juga demikian. Dunia pendidikan akan tetap tumbuh, walau tidak terlalu efektif, dimasa pandemi Covid-19.
Hal ini terbukti dengan tetap dilaksanakannya PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) entah secara daring dan atau luring.
Atau juga melalui Pertemuan Tatap Muka Terbatas (PTMT) bagi sekolah yang daerahnya masuk level 3.
Sedangkan pada sektor perekonomian, diberitakan melalui KBRN, Jakarta: BPS (Badan Pusat Statistik) menyebut Ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021 mampu tumbuh sebesar 7,07%.
Ada beberapa faktor masih berperang melawan Covid-19, yakni: pertama: pertumbuhan ekonomi global pada kuartal II-2021 ini mengalami peningkatan.
Kedua: terkait harga komoditas, makanan, dan hasil tambang pada pasar internasional baik, secara kuartal ke kuartal dan year on year mengalami peningkatan.
Ketiga: ekonomi di beberapa Negara yang menjadi mitra dagang Indonesia pada kuartal II-2021 menunjukkan pertumbuhan yang positif (5/8/2021).
Namun, walau ekonomi Indonesia telah tumbuh 7,07%, di masa pandemi Covid-19 ini, tetap saja ada yang tidak puas dan masih menghujat, menghina, memfitnah bahkan mendiskreditkan pemerintah.
Dan kalau direnungkan, sesungguhnya mereka yang selalu mengkritik pemerintah tanpa etika atau tanpa sopan santun dan tanpa solusi, menunjukkan kegersangan rohani alias mengalami masa desolasi atau padang guru kehidupan, iblis sedang menggoda dan menguasainya, sehingga bukan hati yang bicara, melainkan akal yang kurang sehat.
Mengapa? Karena tidak mampu melihat hasil kerja pemerintah, tetapi yang dilihat adalah kekurangan pemerintah. Harusnya seimbang dalam menilai keberhasilan dan yang belum. Jangan hanya melihat sisi jelek atau buruknya, tetapi sisi baiknya juga.
Akhirnya, Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh hanya akan terwujud, jika pemerintah dan rakyatnya teguh bersatu, bersahabat, berdampingan tidak hanya secara fisik, melainkan secara hati juga.
Apalagi seperti saat ini, hanya dengan kita bersatu teguh pemerintah dan rakyat berperang melawan Covid-19, kita akan menang.
Namun, faktanya pemerintah tidak hanya berperang melawan Covid-19, tetapi juga “berperang” melawan rakyatnya sendiri yang sering asal kritik tanpa solusi, yang sering mendiskreditkan pemerintah, yang tidak disiplin mematuhi prokes di masa pandemi Covid-19. Maka, momen HUT ke-76 RI harus menjadi momentum untuk menjadikan Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh melalui perubahan dari yang cara berpikir negatif ke cara berpikir yang positif dan dari cara kritik yang destruktif ke yang konstruktif, yang muaranya untuk Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh, yaitu rakyat dan masyarakat Indonesia.
Dan kiranya di usia 76 tahun, bangsa Indonesia yang menurut ukuran manusia adalah berada pada usia yang sudah menua, namun harapannya matang dan bijaksana yang tercermin dalam kematangan dan bijaksana dalam cara berpikir, bersikap, berperilaku, bertutur kata dan bertindak, serta kematangan emosional, sosial dan spiritual.
Dan yang perlu digarisbawahi, adalah bahwa makna angka dengan kepala 7 adalah berdasarkan alkitab atau kitab suci adalah angka yang sempurna, angka yang istimewa.
Mengapa? Sebab Allah beristirahat dan Dia memberkati dan menguduskan segala ciptaan-Nya.
Sementara Tempo.co, Jakarta yang diakses tanggal 15 Agustus 2021, menjelaskan makna angka 7, diasosiasikan sebagai bagian dari tiang pancang infrastruktur yang sedang dicanangkan oleh pemerintah untuk mendukung percepatan perekonomian Indonesia.
Bentuk angka 7 ini juga, melambangkan “kepala garuda” yang melambangkan pancasila yang menjadi landasan berbangsa dan bernegara. Saya tutup dengan semboyan “Indonesia adalah kita, dan kita adalah Indonesia”.
Semoga kita tangguh menghadapi pandemi Covid-19. Semoga pula kita tetap tumbuh (hidup) dan survive di tengah pandemi Covid-19. “Bersatu Kita Teguh, Kuat, Bercerai Kita Runtuh, Lemah”.