Oleh: Yohanes Mau
Manusia hilang di tengah derasnya bising dunia. Terhanyut dalam roda aktivitas kehidupan yang laju tiada henti.
Lantas muncul pertanyaan, apa yang sedang kau cari hai anak manusia? Manusia sedang berjuang menghadirkan segala totalitas diri dengan talenta dan segala kreatipnya.
Mengejar bahagia dengan caranya masing-masing. Manusia sedang memburu mimpi untuk menggenggamnya erat menjadi realitas nyata yang tak kan terlepas lagi.
Tulis-menulis adalah salah satu aktivitas yang tak terlepas dari hidup seorang anak manusia.
Menulis itu mengabadikan kisah di dalam lembaran sejarah hidup.
Mengabadikan nama kepada dunia bahwa figur yang ini pernah hidup dan ada, tak pernah mati.
Hidup dan tak pernah mati artinya segala ide dan gagasan yang diuangkan lewat media-media lokal dan nasional, buku pribadi atau buku bersama akan abadi.
Gagasan itu menjadi referensi bagi generasi di hari esok. Artinya hari ini menjadi pijakan kokoh untuk berjejak goreskan setiap ceceran kisah indah yang pernah terpoles.
Semuanya direkam dan ditulis dalam jurnal. Mungkin esok atau di lain waktu bisa menjadi gagasan dasar untuk menuliskan suatu naskah yang indah bagi khalayak umum.
Sehingga setiap bulir-bulir kisah yang jatuh jangan biarkan lenyap bersama hari.
Waktu berdetak tiada henti. Lajunya hari hanyalah sahabat setia yang selalu hadir tepat waktu dan tak pernah terlambat.
Ia tak pernah menunggu sampai kapan engkau mau mulai dan dimana engkau akan berhenti.
Tetapi manusia harus berproses dan setia berjalan bersama waktu dan hari agar tak ada penyesalan.
Sebuah nama anak manusia telah ada dan tetap ada karena diberikan oleh orangtua sejak lahir.
Namun nama itu hilang di dalam waktu dan hari karena manusia tidak pandai merawat kesetiaan ada bersama waktu dan hari.
Untuk membiarkan nama abadi hingga keabadian maka satu hal yang paling penting adalah basahi setiap kisah hidup harian dengan penah tinta.
Kisah yang tergores akan dibaca dan dikenang oleh generasi dari generasi.
Generasi akan tahu bahwa pemilik nama ini pernah hidup dan gagasannya tak lapuk bersama debu tanah.
Siapa yang harus mengabadikan nama di dalam sejarah hidup manusia? Semua manusia dengan segala talenta yang ada.
Setiap pribadi memiliki peluang untuk menangkapnya dengan caranya yang unik. Menulis adalah caranya.
Menulis itu bukan soal pribadi itu pintar atau keturunan genius dan lain sebagainya. Bukan. Untuk bisa menulis itu hanya butuh waktu.
Tulis saja setiap kisah harian dan setia membaca naskah apa saja yang dijumpai setiap hari. Juga membaca realitas sosial secara hari ini.
Dari sanalah akan muncul gagasan fondasi untuk melahirkan suatu naskah yang mantap disajikan kepada publik.
Lewat sajian gagasan ilmiah kepada publik figur seorang anak manusia bisa dikenal.
Gagasan-gagasannya bisa dijadikan referensi untuk suatu materi ilmiah dalam pendampingan kepada kelompok-kelompok tertentu atau pedoman dalam menyiapkan bahan ajar.
Jadi pesan yang sebenarnya mau disampaikan di sini adalah mari kabarkan kepada dunia sekitar bahwa kita masih ada. Eksistensi diri tidak lenyap bersama waktu dan hari.
Manusia hanyalah sisa debu yang pandai memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk menangkap peluang dan kabarkan bahwa eksistensi dirinya masih ada.
Menulis adalah cara indah mengekspresi talenta serentak mengabadikan tentang eksistensi diri. Lebih dari itu menghidupkan yang mati.
Artinya membangunkan yang lain untuk tidak mati di dalam dan bersama waktu. Kesetiaan waktu tak terbayar hingga selesai ziarah dari seorang anak manusia.
Namun sudah setiakah manusia dengan hadirnya laju waktu? Mari kita belajar untuk setia.
Meminjam kata-kata dari Pramoedya Ananta Toer, “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun?
Karena kau menulis,
Suaramu tak kan padam ditelan angin,
akan abadi, sampai jauh,
jauh di kemudian hari.”
Bagi Pramoedya Ananta Toer, alasan sayangi seseorang lebih dari siapa pun karena penulis bisa mengabadikan suara atau kata yang tak akan padam ditelan angin hingga kapan pun.
Suara atau kata akan abadi tak lekang oleh waktu dan musim yang datang silih berganti. Biarkan hatimu dipeluk erat oleh cinta.
Namun bukan oleh karena cinta eros tetapi oleh rasa yang tertetes cinta setia berjalan bersama waktu dan hari dalam mengumpulkan bulir-bulir kisah yang jatuh menjadi abadi di tengah derasnya hembusan angin musim.
Gumtree- Zimbabwe-Afrika, 19/08/2021.
Yohanes Mau adalah warga Belu Utara-NTT. Penulis buku Ibu, Aku Rindu. Kini sedang bertualang di Zimbabwe-Afrika