Kupang, VoxNtt.com-Masyarakat NTT bakal gigit jari. Penyelenggaraan tes PCR gratis yang dikelola oleh lab biomolekuler kesehatan masyarakat NTT terancam ditutup di tengah meningkatnya kasus positif covid-19 di daerah ini.
Keberadaan lab ini ternyata dipersoalkan oleh sejumlah pihak termasuk rektor Universitas Nusa Cendana (Undana), Fred Benu.
Hal itu terungkap dalam pertemuan membahas rencana pemindahan laboratorium biomolekuler kesehatan masyarakat (Biokesmas) provinsi NTT, Selasa 24 Agustus 2021.
Saat itu, sebagaimana dalam video yang beredar, rektor Undana mengamuk dan nyaris memukuli DR. Elcid Li, salah satu inisiator lab ini sekaligus perwakilan dari Forum Academia NTT (FAN).
Pertengkaran ini bermula saat rektor Fred Benu, tim laboratorium biokesmas NTT, pemprov NTT dan pihak FAN menggelar pertemuan membahas rencana pemindahan.
Namun, emosi rektor meluap ketika Elcid Li dan rektor berdebat rencana penutupan ini. Fred Benu sebagaimana dilansir dari Pos Kupang, bersikukuh tetap menutup laboratorium yang diresmikan pada tanggal 16 Oktober 2020 lalu ini.
Di balik amukan amarah dan klaim Rektor Undana itu, sejumlah fakta yang selama ini tersembunyi akhirnya terungkap.
Fakta-fakta ini diungkapkan oleh Tim Lab Biokesmas Provinsi NTT dalam rilis yang diterima VoxNtt.com terkait tindakan penutupan Lab Biokesmas yang dilakukan sepihak oleh Dinas Kesehatan Kota Kupang dan Klaim Rektor Undana bahwa Lab Biokesmas diambil alih oleh Undana.
Berikut adalah poin-poin yang diutarakan:
- Selama masa persiapan pemindahan Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT ke kompleks NTT Fair, layanan laboratorium TIDAK DITUTUP dan TETAP DILAYANI seperti biasa. Sebab adalah pelanggaran hukum berat di masa pandemi, jika ada pihak yang menghalangi kerja laboratorium untuk melakukan pemeriksaan secara gratis dan melayani kebutuhan masyarakat banyak.
- Laboratorium Biokesmas Provinsi NTT telah menjalani semua tahap persyaratan sebagai lab pemeriksa Covid-19, dan dalam proses perijinannya, sudah beberapa kali telah dikunjungi lab pengawas Balai Besar Tehnik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Surabaya sebagai perwakilan Litbangkes RI di area Indonesia Timur, untuk memastikan terpenuhinya syarat-syarat yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor HK.01.07/MENKES/4642/2021 tanggal 11 Mei 2021. Kepala lab Pembina Provinsi NTT, dr. Indita Malewa, Sp.PK (K), juga terlibat dalam setiap proses monitoring tersebut.
- Terpenuhinya syarat-syarat dimaksud oleh Lab Biokesmas Provinsi NTT termasuk uji validasi, maka Kementerian Kesehatan RI menerbitkan Surat Ijin Operasional Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT, melalui Surat nomor SR.01.07/II/4450/2020 perihal Pengoperasian Laboratorium RT-PCR. Selain kepada Gubernur Provinsi NTT, surat ini ditembuskan juga kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang. Maka, langkah penutupan Lab Biokesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Kupang, dengan kata lain telah melangkahi ijin yang telah dibuat oleh Kemenkes RI.
- Lab Biokesmas Provinsi NTT diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI, dr. Terawan Agus Putranto, dan Gubernur Provinsi NTT, Bapak Victor B. Laiskodat, pada tanggal 16 Oktober 2020, dengan dihadiri pimpinan Forum Academia NTT dan pimpinan Universitas Nusa Cendana.
- Lab Biokesmas Provinsi NTT merupakan kolaborasi gagasan dan kerja antara tiga entitas di NTT, yakni: warga masyarakat- yang diwakili oleh Forum Academia NTT, Pemerintah Provinsi NTT, dan Universitas Nusa Cendana.
- Keputusan penutupan Lab Biokesmas oleh Dinas Kesehatan Kota Kupang dibuat TANPA terlebih dahulu berkonsultasi dengan pimpinan Lab Biokesmas Provinsi NTT, melainkan dibahas dalam pertemuan dengan Universitas Nusa Cendana, institusi yang tidak memiliki otoritas terhadap Lab Biokesmas Provinsi NTT.
- Lab Biokesmas lahir karena adanya agenda untuk melakukan tes massal berbasis PCR, Pooledtest qPCR, sebuah metode inovasi yang dikembangkan dua ahli biomolekuler asal NTT, Dr. Fima Inabuy dan Dr. Alfredo Kono. Tujuan utama didirikannya lab ini adalah agar di NTT ada suatu model PENCEGAHAN melalui kegiatan surveilens dan screening berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction). Metode yang digunakan adalah pengembangan dari PCR, sebuah metode dasar dalam dunia keilmuan biomolekuler, yang di kemudian hari digunakan sebagai tools diagnosa oleh dokter spesialis patologi klinis. Jadi, dokter patologi klinis menggunakan tools biomolekuler sebagai salah satu dasar- untuk mendiagnosa.
- Kegiatan di Lab Biokesmas Provinsi NTT adalah pemeriksaan sampel, menggunakan PCR, bukan memeriksa pasien secara langsung, sehingga tidak diperlukan kompetensi seorang dokter untuk menyimpulkan dan mengesahkan surat hasilnya.
- Tes PCR gratis di Biokesmas hanya dimungkinkan karena metode Pooled test qPCR ini. Ini adalah sebuah inovasi yang lahir dari NTT, dan belum dimiliki oleh Provinsi lain di Indonesia.
- Aplikasi pooled-test digunakan untuk screening massal dan surveilens. Keilmuan yang paling relevan di sini adalah Biomolekuler dan Ilmu Kesehatan Masyarakat, bukan Patologi Klinis. Kedua keilmuan ini dimiliki oleh Tim pengelola Lab Biokesmas.
- Tentang pengelolaan laboratorium. Pengelolaan Lab Biokesmas adalah Tim Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT yang ditetapkan dalam SK Gubernur, dengan Dr. Fima Inabuy sebagai pimpinan. Dalam SK ini disebutkan bahwa Tim Lab bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Provinsi NTT. Artinya, Rektor Undana tidak memiliki dasar hukum dan otoritas untuk memerintahkan penutupan laboratorium.
- Sampai hari ini SK Gubernur nomor 250/KEP/HK/2020 tanggal 14 Agustus 2021 ini masih berlaku dan sah secara hukum. Artinya, tidak ada perubahan dalam pihak yang diberi otoritas sebagai pengelola laboratorium, sebagaimana diklaim oleh pihak Undana.
- Nota Kesepakatan nomor 5/EKS/DN/MOU/III/2021 tanggal 16 Maret 2021 antara Pemerintah Provinsi NTT dan Universitas Nusa Cendana (Undana) mengatur tentang kerjasama operasional RS Undana dengan Pemprov NTT terkait penanganan Covid-19, dimana Lab Biokesmas tidak termasuk di dalamnya. Menelusuri Nota Kesepakatan ini, dapat dilihat dengan jelas bahwa ada satu poin (poin g) di pasal 6 yang tidak relevan dengan pasal-pasal lainnya. Kehadiran poin g pasal ini terkesan ‘diselipkan secara paksa’, karena sejak awal Lab Biokesmas bukanlah satu kesatuan dengan RS Undana. Meski ada di lingkungan RS Undana, Lab Biokesmas adalah entitas milik Pemerintah Provinsi NTT yang dititipkan di RS Undana.
- Sampai hari ini tidak ada SK penyerahan atau penghibahan Laboratorium Biokesmas Provinsi NTT dari Pemerintah Provinsi NTT kepada Universitas Nusa Cendana. Oleh karena itu, klaim bahwa Lab adalah milik Undana adalah salah secara hukum. Oleh karena itu, penggantian nama laboratorium sebagaimana telah dilakukan oleh pihak Undana (melalui surat maupun penggantian papan nama lab), adalah langkah yang keliru karena tidak berdasar hukum.
- Seluruh SDM pada Lab Biokesmas Provinsi NTT saat ini direkrut dan dilatih tehnik-tehnik lab biomolekuler dan biosafety- oleh dua pakar Biomolekuler, Dr.Fima Inabuy dan Dr.Alfredo Kono, serta seorang pakar Mikrobiologi, Stormy Vertygo, M.Sc. Para operator laboratorium (laboran) ini kemudian diangkat dan ditetapkan sebagai Tenaga Honorer Provinsi NTT melalui SK Gubernur NTT nomor 814.1/107/BKD2.1 tentang Pengangkatan Pegawai Honorer pada Dinas Kesehatan Provinsi NTT Tahun Anggaran 2021.
- Tentang aset dan kepemilikan laboratorium. Sesuai namanya, Lab Biokesmas Provinsi NTT adalah laboratorium milik Provinsi NTT yang ditempatkan di lingkungan RS Undana. Ditinjau dari pendanaan aset laboratorium , 95.9% adalah dari Pemerintah Provinsi NTT, 3.7% adalah dari Forum Academia NTT, dan 0.4% dari Undana (Jumlah nominal aset terlampir, Lampiran 1). Ditinjau dari segi biaya operasional lab, Pemerintah Provinsi NTT berkontribusi sebanyak 83.1%, Forum Academia NTT sebanyak 12.6%, sedangkan Undana sebesar 4.3% (Jumlah nominal biaya operasional terlampir, Lampiran 2). Ditinjau dari biaya BHP (Bahan Habis Pakai) seperti reagen dll, Litbangkes RI membiayai sebanyak 86%, Pemerintah Provinsi NTT sebanyak 13.1%, sedangkan sisanya sebanyak 0.88% berasal dari sumbangan warga masyarakat NTT melalui Forum Academia NTT, serta sumbangan dari Yayasan Satriabudi Dharma Setia, Yayasan Plan International, serta Wahana Visi Indonesia (WVI). Besaran nominal BHP selengkapnya pada Lampiran 3. Dari semua aspek, baik dasar hukum (SK), kontribusi pendanaan, maupun keterlibatan SDMsudah dapat dilihat dengan jelas bahwa Lab Biokesmas adalah aset Pemerintah Provinsi NTT, yang pengelolaannya diserahkan pada Tim Lab Biokesmas yang dipimpin pakar Biomolekuler sekaligus penggagas pooled test-qPCR. Jadi meskipun berlokasi di lingkungan RS Undana, sebagai bagian dari kerjasama tiga entitas, Lab Biokesmas bukanlah milik Undana seperti yang berulang kali diklaim oleh Rektor Universitas Nusa Cendana, dalam berbagai kesempatan.
- Sebelum lab secara fisik ada, FAN sudah beberapa kali mengundang Undana untuk terlibat. Misalnya, untuk Bersama mengadakan Pelatihan Laboran Biomolekuler, undangan mengikuti Pelatihan Laboran Biomolekuler (akhirnya dilakukan di Kampus Politani yang merespon secara cepat untuk pelatihan Bersama), undangan mengikuti pelatihan alat RT-PCR (dihadiri oleh 3 orang teknisi lab dan 1 orang mahasiswa pasca sarjana Undana), sampai pada April lalu Lab Biokesmas bersurat resmi mengundang Undana untuk melakukan kegiatan pooled-test untuk memulai KBM tatap muka di kampus (yang ini sempat ada respon positif dari beberapa Ketua Jurusan, tetapi kemudian tidak ada tindak lanjut. Jadi adalah sesuatu klaim yang keliru, bahwa “Undana tidak pernah diajak dalam operasional Lab Biokesmas”, apalagi “pemeriksaan sampel orang Undana selalu dinomorduakan”. Ini tidak pernah terjadi.
- Pada peresmian Lab Biokesmas 16 Oktober 2020, di hadapan Gubernur dan semua hadirin, Rektor Undana langsung menunjuk salah satu dokter Patologi Klinis-nya, dr. ELS, Sp.PK, untuk memimpin Lab Biokesmas. Hingga saat ini, Rektor Undana terus mengklaim dan memaksa agar pimpinan laboratorium diganti. Sesuatu yang kontradiktif. Pertama, karena sejak awal pengelola lab sudah ditentukan dalam SK Gubernur nomor 250/KEP/HK/2020 tanggal 14 Agustus 2021, yang diketuai oleh Dr. Fima Inabuy. Kedua, karena dr. ELS, Sp.PK, tidak dalam posisi menguasai tehnik pooled-qPCR, dan malah dalam banyak kesempatan menentang/menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Pooles-test qPCR. Bagaimana mungkin sebuah lab yang berdiri karena agenda surveilens berbasis pooled-test, dipimpin oleh seseorang yang tidak menyetujui pooled test. (VoN).