Oleh: Fr. Yohanes Sefridus Nahas
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan pengertian ini, Pancasila dapat dikatakan sebagai hukum dasar pemersatu seluruh elemen masyarakat Indonesia, termasuk mempersatukan masyarakat yang berbeda agama.
Sebelum membahas lebih jauh, perlu diketahui apa itu Pluralisme dan juga apa itu Agama.
Secara harafiah pluralisme terdiri dari kata plural yang artinya beragam dan isme yang berarti paham. Maka pluralisme artinya paham tentang keberagaman.
Adapun agama yang diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan.
Berdasarkan pengertian ini kita dapat memahami bahwa pluralisme agama adalah suatu paham yang mengakui atau menerima keberagaman agama dalam kehidupan berbangsa dan benegara.
Jadi, paham ini mau menegaskan bahwa tidak boleh ada pemeluk (penganut) agama tertentu yang menganggap bahwa agamanya lebih baik, lebih benar, dan agamanya lebih berkuasa, atau bahkan berusaha menjatuhkan agama lain.
Pancasila sebagai dasar dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana dikatakan di atas sudah memuat isi yang berkaitan dengan keTuhanan, yakni pada sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dari bunyinya sudah dapat dilihat bahwa di sini tidak dikhususkan atau diambil dari paham satu agama saja.
Dan memang sudah pasti bahwa bunyi sila ini tidak dapat diganggu gugat karena dirumuskan berdasarkan hasil pertimbangan yang matang dan memakan waktu yang cukup lama.
Nah, pertentangan antaragama yang sering kita dengar entah secara langsung atau melalui siaran media sosial itu bisa terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai nilai Pancasila dan keberagaman agama.
Ada saja orang dari pemeluk agama tertentu yang tidak mau mengakui keyakinan agama lain atau tidak mau menerima kehadiran agama lain.
Dan yang lebih jahatnya lagi ialah ada orang yang menjadikan perbedaan agama sebagai alasan untuk menggugat pekerjaan atau jabatan orang lain dalam suatu persaingan kedudukan ataupun dalam persaingan politik.
Jadi, dapat dilihat bahwa semacam ada perang dingin di dalam negara yang beragam agamanya ini.
Tentang keberagaman ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28E ayat (1), pasal 28E ayat (2), pasal 28I ayat (1), dan pasal 29 ayat (2) yang secara jelas berbicara tentang kebesan beragama sebagai hak asasi manusia.
Misalnya, dalam pasal 29 ayat (2) dikatakan: “Negara menjamin kemerdakaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Artinya, negara memberi kebebasan kepada setiap warga untuk mewujudkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinannya masing-masing.
Dengan demikian setiap orang dalam memilih agama berada di bawah perlindungan hukum.
Sebagai warga negara yang mengakui Pancasila sebagai dasar dan pedoman berbangsa, sudah sepatutnya kita menghayati dan menjalankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, secara khusus tentang keTuhanan yang mengandung perbedaan keyakinan.
Jadi, setiap orang bebas menjalankan ibadah menurut agamanya tanpa mengganggu penganut agama lain atau dengan kata lain menerima keberagaman agama sebagai ciri khas bangsa Indonesia.
Penulis, Frater Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui Kupang