Oleh: Maryon Kase
Pancasila secara etimologis berasal dari kata bahasa sansekerta “panca” yang berarti “lima” dan “sila” yang berarti dasar, asas, landasan, sendi atau peraturan dalam bertingkah laku dengan secara baik dan benar.
Karena itu, Pancasila merupakan lima dasar yang merupakan pedoman untuk bertingkah laku dengan baik dan benar.
Pancasila merupakan suatu tatanan negara Indonesia, juga bisa disebut sebagai dasar hukum bagi negara Indonesia.
Pancasila adalah ideologi yang dipegang erat oleh bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia telah merdeka dan kini mencapai umurnya yang ke-76 tahun, dan Pancasila sebagai dasar negara telah berperan secara penuh dalam membimbing dan menuntun.
Tentu juga bahwa sebuah bangsa tidak akan bisa mencapai semua itu tanpa jiwa-jiwa dari generasi muda yang sadar akan pentingnya pendidikan.
Pancasila bukan hanya sebagai suatu simbol penggerak dan pemersatu bangsa, tetapi juga untuk menggerakan kaum muda.
Kaum muda harus terus maju dan membawa bangsa dan negara menuju perubahan. Perubahan tentu saja sebuah perkembangan menuju suatu bangsa yang sejahtera, hidup dalam toleransi.
Namun bagaimana dengan situasi dan kondisi bangsa ini? Masih banyak anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan karena faktor kemiskinan.
Padahal pendidikan adalah kunci untuk para penerus bangsa, para generasi muda dalam menggerakan bangsa.
Bagaimana bisa menjadikan bangsa yang cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia dapat tercapai jika masalah yang paling utama di dalam bangsa, yakni pendidikan masih ada?
Perkembangan dunia yang semakin maju dan modern membuat bangsa Indonesia harus hanyut dan terbawa dalam arus globalisasi.
Dan dampak yang paling besar adalah berkembang dan masuknya budaya asing yang merebah di kalangan pemuda generasi milenial (westernisasi).
Dari semua yang telah terjadi itu mengharuskan agar nilai-nilai Pancasila ditanam dan difokuskan pada generasi milenial.
Salah satu caranya dengan mengoptimalkan pembelajaran melalui metode-metode yang bisa sesuai dengan perkembangan zaman, dengan kecanggihan teknologi secara relevan.
Pendidikan yang layak memang perlu untuk diterapkan agar anak-anak bangsa mendatang tidak hanya selalu asyik di dalam dunia yang terus berkembang mementingkan kesenangan sendiri.
Bukan saja hanya dalam bidang intelektual, tetapi kekuatan intelektual harus seimbang juga dengan kekuatan iman agar kaum muda milenial tidak jatuh dalam pengaruh dan hasutan radikalisme dan intoleran yang mengandalkan iman mereka.
Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu ditanam di dalam diri, di dalam jiwa generasi milenial.
Di tengah kondisi dunia yang semakin canggih dengan alat-alat teknologi membuat kaum milenial kuat hubungannya dengan semua itu.
Semua itu membuat sikap nasionalis, sikap ke-Tuhanan, sikap saling menghormati, berlaku adil dan kejujuran mulai menghilang.
Inilah mengapa sifat dan sikap yang berbeda terjadi antara generasi muda milenial dengan generasi muda tahun 2000-an ke bawah.
Pancasila memiliki nilai moral yang bisa membawa generasi milenial lebih berkarakter dengan semua nilai-nilai baik yang tercantum di dalam tubuh Pancasila.
Perkembangan zaman ini memaksa generasi milenial untuk berkutat dan bersaing dengan digital.
Pancasila adalah suatu solusi untuk membangun jiwa generasi milenial. Pancasila sebagai pembangun jiwa bangsa yang sudah lama hadir dan melekat dalam jiwa bangsa ini. Pada zaman sekarang perlu untuk dibangun kembali di dalam jiwa generasi milenial.
Dengan perkembangan dunia yang semakin modern, yang semakin mengglobal, generasi milenialpun semakin hanyut dan terbawa bersama di dalamnya.
Perubahan situasi dan kondisi moral secara mulai menurun, menuntut generasi muda untuk bisa menghadirkan semua nilai-nilai yang terdapat di dalam Pancasila.
Pancasila harus menjadi prinsip dan pegangan yang kuat bagi generasi milenial di Indonesia dalam menghadapi derasnya kemajuan teknologi modern saat ini.
Generasi milenial harus mampu mengamalkan Pancasila Bhineka tunggal Ika dan nilai-nilai toleransi bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang kokoh berdiri dan tetap eksis.
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang