*Oleh: Astra Tandang
Di tengah kerumunan informasi di rimba raya jagat maya, ada infromasi yang unik dan memikat rasa penasaran.
Krisdayanti, perempuan yang dahulu memulai karir dari ikutan lomba menyanyi di Asia Bagus Kompetisi, beberapa hari belakangan ini menjadi gandrung banyak kalangan.
Mulai dari para pengamat politik, media massa, bahkan rakyat biasa. Seperti saya yang coba ikut-ikutan, mengklik sekaligus berkomentar.
Hitung-hitung menggenapi adagium F. Budi Hardiman, “Aku Klik Maka Aku Ada.” Wow.
Krisdayanti mengumbar gaji, apa yang salah? Begitu kira-kira judul yang tepat jika saya menjadi content creator yang sok-sokan netral untuk mengulas pengakuan yang viral dari Anggota
DPR RI Fraksi PDIP tersebut.
Di kanal Youtube Akbar Faizal Uncensored pada 13 September 2021, yang juga besutan pensiunan member of parlemen itu, Krisdayanti tampak cengengesan dan malu-malu kucing.
Demikian ekspresi layaknya orang Indonesia pada umumnya saat ditanya income per bulan.
Ia merinci pendapatannya, sebagai anggota parlemen berpenghasilan sebanyak dua kali dalam waktu berbeda setiap bulan dengan total Rp75 juta.
“Setiap tanggal 1 masuk Rp16 juta, tanggal 5 masuk Rp54 juta,” ujarnya diikuti senyum dengan lipstik yang sedikit menebal pada bibirnya.
Ia juga mengaku memperoleh sejumlah pendapatan di luar gaji dan tunjangan. Pertama ialah dana aspirasi sebesar Rp450 juta.
Menurutnya, dana aspirasi tersebut diberikan sebanyak lima kali dalam satu tahun.
“Itu memang wajib untuk kita. Namanya juga uang Negara,” katanya dengan mulut yang cukup melebar.
Tampaknya memang ia begitu gembira. Bukan hanya itu saja, uang lain yang didapat para anggota dewan adalah sebesar Rp140 juta. Ini uang untuk kunjungan ke daerah pemilihan (dapil). Uang ini diterima delapan kali dalam setahun.
“Uang kunjungan ke dapil itu Rp140 juta. Itu kami terima delapan kali setahun,” ujarnya, sambil sesekali, menggoda Faisla Barsi untuk kembali ke Senayan sana.
Krisdayanti sungguh terlalu. Ia bikin kita semua ngiler dan nyesek, apalagi jika Anda seorang yang sedang diintai debt colector, sedang terjerat pinjaman online, diburu mama kos karena nunggak bayar uang kos berbulan-bulan.
Kridsdayanti berhasil memberi efek kejut bagi kita semua yang kehilangan harapan akibat didera krisis ekonomi di tengah pandemi.
Kita semacam diajak untuk bermimpi menggenggam uang sebanyak itu, meski kenyataannya tidaklah seindah yang dihayalkan.
Eh, ada juga yang bermimpi jika suatu saat akan berada di parlemen sana? Itu tidak salah. Bergeraklah. Mulai dari sekarang.
Tapi jangan karena uang tapi karena siap berkalung dengan semangat penderitan rakyat. Bukan begitu, bosqiu?
Karena tanpa disadari kita seakan menuju medan perang dan di belakang kita ada Krisdayanti yang menabuh drum band terus menerus.
Keterbukaan kepada Publik
Hebohnya pengakuan Krisdayanti tampak memang ada sesuatu yang paradoks.
Selama ini, di panggung dewan, suara Krisdayanti memang nyaris tak terdengar. Bahkan jauh lebih sering kita menemukan suaranya saat ribut dengan Aurel, atau saat dirinya sedang membela Raul Lemos.
Namun meskipun demikian, komentarnya yang satu ini ternyata berhasil membangunkan banyak orang.
Ada orang-orang yang sinis berucap, “ia tidak bersimpati dengan orang-orang yang didera pandemi, kepada kesedihan dan penderitaan wong cilik di daerah basis suaranya yang tengah bertahan. Ia malah cengengesan. Seharusnya sebagai orang yang bertugas di Komisi IX yang membidangi kesehatan dan ketenegakerjaan, ia harus lebih sibuk dari anggota komisi lainnya. Ia harus mengerahkan semua energi dan kemampuannya untuk mengatasi pandemi yang tak kunjung sirna ini,” demikian netizen mengadili.
Apa yang diucapkan netizen tidaklah salah sepenuhnya. Ada benarnya. Bukankah kita semua tahu politik adalah sistem yang dinamis dan sensitif?
Begitupun dengan aktor-aktor di dalamnya. Sebut saja politikus. Mereka kerap memproduksi pernyataan yang kontraproduktif hanya untuk membangun opini, merawat popularitas sembari membungkam fakta dan realitas.
Namun, apakah kita tak ada hati untuk memberi apresiasi pada Krisdayanti? Sangat jarang kita menemukan anggota DPR yang ngomong apa adanya begini.
Serupa mencari jarum yang patah di tengah tumpukan jerami, sangatlah sulit kita mendapatinya.
Pengakuan Krisdayanti sesungguhnya berhasil membuka kontak pandora dari kecemasan publik terhadap kinerja anggota dewan kita selama ini.
Gaji dan tunjangan yang besar namun tidak sebanding dengan produksi kebijakan sebagai respons atas aspirasi yang datang dari masyarakat.
Belum lagi dana aspirasi yang besar tersebut, tidak pernah secara terbuka memberitahukan kegiatan serta pertanggungjawaban keuangan yang digunakan untuk kegiatan di dapil oleh anggota DPR.
Apalagi tunjangan untuk aspirasi itu secara administrasi tidak masuk dalam item pendapatan tetapi masuk dalam rekening pribadi anggota DPR. Jadi, potensi untuk digunakan untuk kepentingan pribadi sangatlah besar.
Apa yang dilakukan Krisdayanti bisa saja dinilai sebagai upaya untuk mewujudkan keterbukaan informasi kepada publik.
Di tengah banyak anggota DPR yang enggan berkabar ke masyarakat soal gaji dan tunjangan yang mereka dapat, ia sesungguhnya hendak mengatakan yang sejujurnya.
Bukan karena saya mengemari lagunya yang berjudul “Mungkin Aku Cinta “apalagi sedang “Menghitung Hari” bersama Krisdayanti.
Pembusukan Politik
Politik adalah persoalan publik. Mengatur kebijakan publik bagi kebaikan umum. Karena menyangkut urusan publik, politik menuntut keterbukaan.
Apapun yang menjadi urusan publik, harus dipersoalkan, ditentukan dan dipertangjawabkan di medan publik. Ia harus melayani semua urusan publik.
Sebaliknya, praktik politik yang disembuyikan dan tertutup hanya akan menciptakan pembusukan pada politik itu sendiri.
Sesuatu yang tertutup, berada dalam ruang pengap, tentu akan menghasilkan yang busuk juga.
Maksudnya, pembusukan politik terjadi ketika politik tidak lagi diperdebatkan, bukan lagi menjadi persoalan umum dan hanya menjadi urusan persekongkolan.
Menginginkan satu versi penafsiran atas permasalahan, menguasai arus informasi dan kebebasan berpendapat tentu tidak mendapat tempat dalam praktik pembusukan politik.
Bahayanya, praktik ini biasanya akan berkembang menjadi represivitas politik. Orang yang mengungkapkan kebenaran, akan dikendalikan, dibungkam dan dijejal ayat-ayat pengucilan.
Karenanya, di tengah berbagai pihak yang menyudutkan Krisdayanti, prilaku Fraksinya sendiri, PDIP DPR RI yang tanpa tedeng aling menuntut Krisdayanti untuk meminta maaf atas pengakuannya yang mengumbar gaji anggota DPR RI adalah salah satu praktik konkret dari pembusukan politik itu sendiri.
Tuduhan pada Krisdayanti sebagai anggota DPR RI yang telah membikin gaduh, tidak etis dan membuat repot banyak pihak tidak lebih sebagai upaya pembungkaman dan mengebiri transparansi pejabat pada publik.
Harapannya kinerja makin maksimal dengan gaji besar seperti yang disampaikan Krisdayanti.
Penulis adalah mantan Ketua PMKRI Cabang Yogyakarta periode 2019/2020.