*Antologi Puisi Rejeng Vox
Aku Kembali Belajar Rindu
Kepada embun yang bertengger di ujung daun
Kepada mimpi-mimpi yang membadai
Seolah-olah dirampok para penyamun
Juga kepada kata-kata yang tiba-tiba dingin ditelan kabut halimun
Kepada jalan setiap pagi yang tubuhnya disesaki anak-anak sekolah
Orang-orang yang berangkat ke pasar, ke kantor, ke pabrik, ke tempat yang bisa menyangkutkan mimpi
Aku kembali belajar rindu kepada sajak-sajak
Yang dirangkai kata-kata tak berjarak
Yang selama ini dibuat jurang di antara kelompok
Juga kepada tubuh-tubuh yang menjadi puisi, saat senja akan menjauh, dan malam yang akan luruh
Juga, tentu kepada dirimu
Aku kembali belajar untuk rindu
Di Sudut Kedai Andara Kafe Kumenanti Kabarmu
Masih di tempat yang sama beberapa malam yang lalu. Kedai kopi Andara menjadi tempat yang nyaman beberapa hari ini. Masih di kursi yang sama, tepat di sudut ruangan. Musik yang berisik namun asyik didengar dan suara beriik kendaraan tepat di depan kedai itu.
Aku masih menanti kabar darimu, kau yang hilang sepekan terakhir bersama rindumu. Ungkapan rindu telah kau dengarkan namun hilang perjuangan menggapai rindu. Ada apa denganmu? Ketika kau memisahkan rindu dan cinta. Ada apa dengan sikapmu? Diam dan dan menanti kehendak Tuhan tanpa perjuangan yang nyata.
Aku di sini menanti kabar darimu, suara-suaraku tak kau hiraukan hingga rindu ini mulai jenuh. Dua kursi kosong menanti kedatanganmu, bersama kopi yang telah siap disajikan. Ada tegukan yang nikmat di bibir gelas ketika menatapmu. Suara ramah dan tertawa pelan masih ku rindu. Di sini, sudut kedai kopi menjelang malam.
Untaian Rindu
Lembayung senja telah nampak
Kerumunan burung pun telah terlihat
Mereka bernyanyi dan berirama bersama
Matahari pun akan diambil alih posisinya dengan sang waktu
Bagaimana dengan rindu ini?
Belum ada yang mengambil alih
Ia masih saja berkekeh untuk tetap tinggal disisipan kehidupan
Sebenarnya aku sudah memberontak.!
Seraya hati, ingin mengusirnya untuk segera pergi dari sini.
Tapi nyatanya ia enggan untuk pergi.
Bahkan ia memilih untuk sementara tinggal direlung hati ini
Ahh aku bisa apa
Sedangkan untaian rindu yangn hadir masih saja tetap ingin tinggal di sini
Kini…
Sayup-sayup ingin terus mengibatkan hembusan perhembusan
Semillir angin akan terus kurasakan
Terima kasih rindu kau selalu hadir dalam catatanku
Apakah Kita?
Apakah aku hanya menduga-duga?
Atau kita sesungguhnya memang
Tengah berbicara lewat semiotika?
Saling berucap rindu tanpa harus berkata-kata
Sebab kita tahu rasa itu selalu ada di sana, di relung dada
Andai saja aku dapat hadir di sana
Saat padamu gundah gulana mendera
Tapi apa daya kita terpisahkan oleh realita
Bahwa kita telah berada dalam himpunan yang berbeda