*Cerpen
Oleh: Fiktor Sengga
Masih segar dalam ingatanku. Tak terkecuali. Seakan memutar kaset usang yang selalu kuputar berulang kali tanpa kata henti dan juga bosan.
Kali ini kuputar kembali bukan dengan air mata seperti yang lalu, namun sebuah senyum terbit sebagai tanda pelepas rindu.
Rindu yang selalu menderaku, menikamku pada asa yang tak dapat kugapai. Semua terasa sesak dalam relungku.
Hingga mungkin pernah inginku mati agar mengakhiri rindu yang berat. Anastasia, memang benar cerita ini adalah satu dari ragam khayalku itu, untuk kemudian menjadi suatu kemungkinan ataupun kenyataan dan tetap menjadi sebuah rahasia.
Jalinan asmara dan cerita kita dulu hilang begitu saja, dan kemudian menjadi suatu kemungkinan ataupun kenyataan adalah tetap menjadi sebuah rahasia.
Seperti rahasia tentang berapa jumlah bintang dilangit ketika malam hari. Tidak ada yang tahu dan peduli, Anastasia. Yang mereka lihat adalah yang sepatutnya.
Yaitu keindahan bintang-bintang di langit malam itu. Bukan berapa banyak bintang yang dibutuhkan untuk membuat keindahan itu. Mungkin, seperti itu juga rahasiaku ini. Selain aku, tentu tidak ada yang tahu dan peduli jalinanan cinta kita dulu.
Kini aku kembali dan bertemu, di tanah yang bahkan sudah dipenuhi ilalang liar yang tanpa izin menyelimuti gundukan tanah sejak empat tahun silam.
Terbaring sebuah jasad yang pernah aku sayang dan hingga kali ini selalu kukenang. Jasad yang pernah bangunkan aku sebuah mimpi pada masa depan yang cerah.
Sebelum pekatnya waktu dan semesta memisahkan dua insan yang sedang berilusiansi dengan cinta. Sekiranya ada Angin-angin yang pernah kuceritakan sebelumnya.
Angin yang tidak hanya berhembus membawa kekosongan ataupun debu-debu beterbangan. Tentu dibawanya pula sepucuk kerinduan yang terbungkus rapi.
Dan tentunya, hembusan itu membawa juga masing-masing serpihan cerita yang pernah aku dongengkan untukmu, angin itu memang sengaja dikirim Tuhan sebagai pengganti kertas tempat cerita ini untukmu.
Bermainlah dengan mereka sesukamu, Anastasia. Kepakkan lagi sayap-sayap di pipimu itu. Biar mereka melihat, dan mereka akan menjadi bagian dari saksi, bahwa ceritaku adalah secuil kenyataan dari keseluruhan keindahan.
Sore itu kau mengendarai motor, ketika dari kejauhan aku melihat sayap–sayap di pipimu mulai melebar meninggalkan bekas lubang yang elok. Tanda itu, bahkan kepak burung–burung merpati pun tak sanggup menandingi.
Tak ada lubang kelopak bunga pun yang seindah bekas kepak di pipimu itu, Ditambah dengan rambut kemerahanmu ketika disiram matahari sore.
Dan, tentu kau tahu Anastasia, Aku hanya mampu melihat kepak sayapmu dari kejauhan. Lantas kemudian aku tersenyum lepas, membawa potongan-potongan rekam parasmu menuju taman kesendirian lagi.
Dan seketika itu Anastasia, ketika rekam-rekam itu telah terkumpul dalam otakku, maka untuk kesekian kali aku baru merasai kebahagiaan hidup bila selalu ada denganmu.
Ditemani secangkir teh kita dua duduk bermesra di taman, sambil memandang pada bunga yang sedang bermekar seakan mereka cemburu melihat kita berdua saling menjalin cinta.
Dan sambil menatap bunga, Anastasia mengengam tanganku dan mulai membisikan kata-kata yang keluar dari bibir manja tampa goresan lipstik merah.
‘’Kakak sebenrnya kedatangan ade kesini, ada hal yang mau aku sampaikan’
‘’ ada apa ade? Tanyaku sedikit ragu.’
“Kakak akurasa hidupku tidak berdaya lagi, sakit yang kualami sudah berbahaya. Emangnya kamu kenapa Anastasia, tanyaku penasaran. Kutatap kedua netra yang kini tengah memandang bunga yang bermekaran yang tak memberikan jawaban apapun.
“Aku ingin ke Surga,” jawabnya dengan penuh kesedihan setelah beberapa saat mengumpulkan ceceran imaji tersebut. Anastasia tanpa memedulikan perasaanku dengan sangat spontan menyuarakan hal tersebut.
Namun lagi, aku bersugesti bahwa Dia hanya bercanda, hanya omong kosong yang tak berarti. Dan aku harap memang begitu.
Sesaat kulihat Anastasia yang masih semangat menceritakan tujuan mimpinya itu.
Bahkan kornea mata memancarkan sinar yang entah mengapa menurutku mengalir tetesan penyesalan.
Tapi Aku mengangguk paham dan seketika darah mulai membanjiri hati yang seakan luluh dan rapuh.
Aku hanya diam dan berpikir memang semua manusia mencitakan surga sebagai tempat peristirahatannya yang terakhir.
Apakah ini yang Kau katakan kepada kakak saat kau ajak ketemu di taman?’’.
‘Kakak sudahlah Semuanya tetap berjalan dengan semestinya’.
Berkenalan dengan kakak adalah hal yang belum aku pikirkan dalam hidupku.
Itu semua di luar keinginanku. Hanya saja semesta dengan ajaibnya juga memperkenalkan kita dalam sebuah ketidaksengajaan.
Kita berpasangan dalam sebuah urusan yang tak memungkinkan kita untuk bersama.
“Bersandarlah pada Tuhan, Anastasia. Kau pasti bisa melewati semua ini’. Penyakit yang kau alami itu pasti disembuhkan.’
“Kakak sudahlah!’ Seakan tetesan embun mulai menyelimuti kelopak matanya.
‘Aku sudah terima semua ini, tidak ada bisa mengobati penyakit ini kakak, aku rasa jalinan cinta kita sampai disini.”
Setelah bergulat dengan kemsraan dan diselimuti dengan penyesalan, bunga yang tadi melihat dengan cemburu, tapi sekarang menatap dengan tatapan shadup.
Dia menghilang ditelan malam yang mulai menutupi taman yang indah, dan aku hanya terdiam seperti tahanan di bui.
Setelah satu minggu kami berdua melepaskan janji yang pahit dan untuk kebaikan kami berdua, jam mulai menunjukan pukul 12 dan mulai memasuki hari kelabu, di mana aku menerima kabar bahwa perempuan sekaligus bidadari, telah sampai kepada cita-cita yang Ia inginkan yaitu ke Surga.
Tulang yang awalnya masi kuat kita rapuh perlahan-lahan rapuh, bumi mulai menelimuti hitam pekat, dan jantung sekan mulai runtuh.
‘’Ah Tuhan apakah impian kami untuk tetap bersama dan akan mengikhrkan janji di depan altar berakhir sampai disini?’ sambil menatap foto memakai jas ketika masih dibangku sma.
Kepergiannya mungkin sebagai tanda bahwa aku kalah berdepat dengannya. Namun lebih dari itu, satu pemahamanku muncul, aku harus mengenal Tuhanku dan bersandar padanya.
Aku juga selalu berdoa untuk penyakit yang kau alami, tapi semunya sia-sia. Namun itu sangat singkat sejak aku berdoa.
Tapi Tuhan mengembalikan doaku bukan kesembuhannya melainkan Tuhan mengambil Anastasia.
Untukmu Anastasia, memang sebuah cerita ini aku buat. Meski hanya kumpulan goresan tangan, namun setiap baris yang hadir adalah baris-baris yang telah tunduk pada kesederhanaan mencintai.
Ketahuilah Anastasia, aku pernah mengadu cerita ini kepada hembusan angin-angin gunung.
Kepada mereka aku ceritakan seorang Anastasia yang telah menggapai cita-citanya. Kepada kisah yang telah kita dua tanamkan kini hilang ditelam bumi.
Dan kemudian hembuskanlah dari atas sana angin surga sebagai balasan dari cerita-cerita yang telah sampai padamu. Dan dengan cerita ini pula, aku berikan sebuah pengakuan tentang Anastasia yang raganya telah hilang, dalam bentuk apa pun engkau, cerita ini tetap milik kita berdua, datanglah dalam dunia khayalku, dan kelak aku akan mendongengkan sebuah cerita tentang seorang bidadari yang bernama Anastasia.
Wolotopo, Ende, Flores 05/12/20