Maumere, Vox NTT- Lokasi wilayah yang terisolasi memberikan banyak kesulitan bagi warga Kampung Wukur, Desa Sikka, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka.
Pasalnya, kampung yang terletak ujung timur Desa Sikka, Kecamatan Lela tersebut tidak dapat dicapai dengan kendaraan roda empat. Hanya ada jalur kendaraan roda dua.
Penghubung Wukur dan Sikka hanyalah jalan sempit kurang lebih 1 meter yang terletak di lereng bukit. Kondisi jalanan yang curam dan sebagian berbatu berdampingan dengan tebing batu di satu sisi dan jurang di sisi lain. Pada bagian bawah jurang terhampar batu karang khas pantai selatan.
Bila ada warga kampung yang menderita sakit dan tidak mampu berjalan, maka warga lain akan menggotong yang bersangkutan sejauh 3 kilometer demi mendapatkan pelayanan kesehatan.
“Kami sudah biasa pikul orang sakit, orang yang mau melahirkan, atau orang yang meninggal dari sini (Wukur,-red) hingga ke Sikka atau sebaliknya,” ungkap Barnabas (51), warga RW 03/RT 12, Dusun Wukur kepada VoxNtt.com pada Selasa (5/10/2021).
Hari itu, Barnabas dan sejumlah warga baru pulang menjemput anggota keluarga yang sedang sakit, Ignasius Manase.
Ignasius sudah beberapa tahun menderita sesak napas. Sempat dibawa berobat ke Maumere beberapa hari sebelumnya, keluarga memutuskan membawanya kembali ke kampung.
BACA JUGA: Ranamasa: Impitan Penderitaan Tanpa Batas
Tidak hanya saat kembali dari tempat berobat, saat berangkat pun Ignasius digotong menggunakan tandu dari sarung menuju Kampung Sikka.
Hal senada disampaikan Ketua RT 12, Henderika Hiwin. Menurutnya, bukan hanya saat ada warga yang sakit, warga yang meninggal pun harus digotong. Bahkan, sering terjadi ibu hamil (bumil) melahirkan di tengah jalan.
“Sudah sering ibu hamil melahirkan dalam perjalanan. Anak yang itu salah satu yang lahir di jalan,” ungkapnya sambil menunjuk seorang anak perempuan.
Anak tersebut, Jeny, memang lahir dalam perjalanan antara Wukur dan Sikka. Sang Ibu, Mensia Nona Melita yang ditemui VoxNtt.com membenarkan hal itu.
Bila hendak membangun rumah berdinding tembok, warga harus mengangkut material non lokal seperti semen, besi dan seng dengan kendaraan sepeda motor. Bahkan batu bata merah diangkut per tahap dengan sepeda motor.
“Anak-anak di sini yang bawa motor sudah biasa lewat di situ sambil muat barang banyak,” ungkap Theofilus Frin (31).
Begitu sebaliknya, bila hendak menjual komoditi seperti kemiri dan kopra, mereka harus menyisihkan ongkos ojek agar tidak perlu memikulnya sendiri hingga ke Kampung Sikka.
Sesungguhnya, ada jalur lain yang lebih aman yang menghubungkan Wukur dan Kampung Hokor, Desa Hokor, Kecamatan Bola. Sayangnya jaraknya 6 kilometer. Selain itu, jalan yang dibuka beberapa tahun silam tersebut belum dirabat.
Begitulah kisah warga Wukur yang terisoliasi di pantai selatan Sikka.
Penulis: Are De Peskim
Editor: Ardy Abba