Labuan Bajo, Vox NTT – Forum Pemuda Terlaing melaporkan Ketua LSM Insan Lantang Muda (ILMU) Doni Parera ke Polres Manggarai Barat, Senin (18/10/2021) lalu.
Doni dilaporkan menyusul beredarnya video berdurasi 38 detik di sebuah mazbah saat presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja di Labuan Bajo pada Kamis (14/10/2021) lalu. Dalam video itu, terlihat Doni Parera bersama sejumlah masyarakat memekikkan pertumpahan darah.
BACA JUGA: Dianggap Meresahkan saat Kunjungan Jokowi di Mabar, Warga Laporkan Doni Parera ke Polisi
Mikhael Antung, salah tokoh masyarakat adat Lancang mengatakan, Doni Parera hanya satu dari sekian orang yang menghasut dan memprovokasi masyarakat adat.
Di balik aksinya itu, ia menilai Doni Parera cukup berbahaya. Selain berkomentar tanpa data dan dokumen, Doni juga disebut Mikhael, bukan warga adat Lancang atau Terlaing.
“Ia (Doni Parera) pendatang. Ia tidak mengerti sejarah adat setiap lingko (tanah komunal). Setiap tanah adat itu sudah dilakukan ritual adat lewat darah ayam, kambing, babi dan kerbau,” jelas Mikhael kepada wartawan, Jumat (22/10/2021).
Demi menghindari konflik horizontal, ia pun mendesak Polres Mabar untuk segera memeriksa Doni Parera, sebagaimana telah diadukan Forum Pemuda Terlaing ke Polres Mabar.
Mikhael menambahkan, aksi provokasi yang menghasut masyarakat adat oleh Doni Parera pada tanggal 14 Oktober 2021 lalu membuat masyarakat adat waspada dan resah.
Keresahan itu diperparah menurut dia, lantaran Doni Parera yang diduga sebagai provokator hingga kini masih berkeliaran.
Mikhael menegaskan, langkah Doni Parera harus segera diredam dan dihentikan sebelum ia terus bergerak liar dan tidak terkendali.
“Sejak dulu, kami masyarakat adat hidup damai, harmonis. Hubungan kekeluargaan itu terjalin lewat ritual adat dan kawin-mawin,” ujar Mikhael.
Antara masyarakat adat hidup berdampingan penuh kedamaian. Baik masyarakat adat Lancang, Terlaing, Tebedo, Rai, Rareng, Wangkung dan Mbehal terjalin hubungan persaudaraan dan kekeluargaan yang kuat.
“Setiap kampung adat sudah memahami dan mengetahui bahwa setiap kampung adat pasti ada gendang dan lingko adatnya,” imbuh dia.
Namun bagi Mikael, suasana damai dan tenteram ini mulai terusik ketika pihak luar masuk dan mulai mengacak-acak kehidupan adat mereka yang terjalin harmonis sejak dahulu kala.
Senada Mikhael Antung, Penasihat hukum masyarakat Terlaing Benediktus Janur berharap agar pengaduan yang sudah disampaikan ke Polres Mabar secepatnya ditindaklanjuti.
Menurut Janur, fakta peristiwa hukum sudah terpenuhi dan demi menjaga stabilitas keamanan di sekitar wilayah operasional Pelabuhan Pelindo Wae kelambu.
“Karena baik video yang disampaikan DP (Doni Parera) maupun berita salah satu media telah menimbulkan keresahan publik,” ujarnya.
Janur menjelaskan, Doni Parera dapat dijerat Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (“UU 1/1946”). Di sana, juga diatur mengenai berita bohong.
Selain itu, kata Janur, video yang disebarkan oleh Doni Parera dapat dijerat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Jo Pasal 45A Undang-undang RI Nomor 19 tahun 2016 dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana,” jelas Janur.
Terpisah, Kapolres Manggarai Barat melalui Kasat Reskrim, IPTU Yoga Darma Susanto, S.Tr.K berjanji akan menindaklanjuti pengaduan dari Forum Pemuda Terlaing.
“Kita akan lakukan penyelidikan terkait dengan pengaduan masyarakat Terlaing,” kata Yoga kepada wartawan.
Sementara sebelumnya, Doni Parera menanggapi santai dan tenang saja atas laporan warga tersebut.
“Menanggapi pemberitaan bahwa ada pihak yang melaporkan kami ke Polres, kami tenang tenang saja,” kata Doni saat dihubungi VoxNtt.com, Senin (18/10/2021) malam lalu.
Namun begitu, ia menyarankan agar mencermati baik isi video dan klarifikasi yang dimuat di media online, sebelum mengambil langkah. Hal tersebut penting agar tidak berbalik merugikan diri sendiri.
“Apalagi jika reaksi itu terjadi karena dipanas- panasi ‘tukang kompor’ yang bikin situasi memanas, sehingga bereaksi tanpa pikiran matang, melaporkan kami,” tegasnya.
Doni menegaskan, pihaknya akan melapor balik. Ia beralasan bahwa pihaknya tidak pernah menyebut suku tertentu dalam video atau dalam klarifikasinya lewat media massa.
“Jika ada yang tersinggung karena interpretasi mereka sendiri, maka itu sebetulnya adalah urusan mereka,” ujarnya.
Bahkan dia menegaskan, laporan ke polisi tersebut sama saja dengan upaya menggali lubang untuk menjerumuskan diri sendiri.
Ia memahami banyak pihak yang tidak suka setelah pihaknya menyampaikan surat kepada Presiden ketika berkunjung ke Labuan Bajo untuk meresmikan Pelabuhan Wae Kelambu.
Doni pun menyatakan, melalui surat itu pihaknya mendukung upaya Presiden untuk bersama-sama melawan mafia tanah yang telah merusak iklim investasi, serta para perusak tatanan adat dan ulayat di Mabar.
“Maka kesimpulan saya, yang bereaksi adalah mafia tanah atau bagian dari mafia tanah, yang telah banyak menjual lahan hingga sekarang tidak punya apa-apa lagi, kemudian hanya membuat runyam persoalan, supaya kita tidak fokus lagi dalam upaya berantas mafia tanah,” tegasnya.
“Bagusnya, reaksi model ‘cacing kepanasan’ ini adalah petunjuk bagi aparat dalam mengetahui, siapa saja mafia tanah di Mabar ini,” tambah Doni.
Dia menambahkan, menginterpretasikan isi video dan tanggapan di media massa sebagai upaya provokasi, sejatinya adalah sebuah tindakan provokatif yang berusaha mengadu domba, dan memancing konflik.
“Jejak digital akan jadi bukti kuat untuk ciduk mereka itu,” tutup Doni.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba