Oleh: Yohanes Mau
Warga NTT, Kini tinggal di Zimbabwe, Afrika
Kasih sayangmu masih terlukis indah di batu nisan ini. Sebelum senja pamit aku datang lagi menyapamu dan mengenang saat kita bersama dulu.
Kala itu aku merasa betapa gelapnya dunia ini. Aneka hitam, putihnya sandiwara hidup terus saja berlakon tiada henti.
Aku terjatuh hanyut di dalam hitamnya sandiwara dunia itu. Aku tak berdaya lagi seolah ragaku hampa tanpa nyawa.
Namun entahlah kenapa lelaki bernama Charles itu hadir dan masuk dalam gelapnya dunia hidup aku. Ia hadir sebagai saudara yang melampauihi saudara serahimku.
Ia masuk dan meleburkan segala perhatian dan cintanya untuk menyucikan aku dari pengalaman jatuh panjang itu. Ia mencintai bukan karena oleh dorongan cinta eros, harta kekayaan duniawi dan segalanya.
Namun ia datang degan hati murni. Ia masuk di dalam rumah hatiku yang terdalam dengan cinta agape. Ia menjamahku dengan aliran kata-kata sejuk yang menyembuhkan.
Membaluti sisa-sisa luka yang tergores dengan perban cintanya. Ia merawat dengan kehadirannya melebihi seorang dokter pribadi. Lantas siapakah dia itu di ziarah hidupku yang panjang ini?
Lelaki berkumis, dan berbadan besar, putih bersahaja itu lazim kusapanya Charles. Tapi para sahabat dan orang-orang kesayangannya selalu menyapa dia Antonio.
Charles, dialah lelaki berhati salju yang hadir sebagai cahaya di tengah gelapnya hidup yang sedang merenggut segala sesuatu yang ada padaku tanpa sisa.
Kala itu, aku hilang harapan. Hidupku terasa tawar sungguh tak berarti lagi. Ia datang dengan seribu cinta menjamah hidupku menjadi berarti.
Dia kujulukinya sebagai malaekat tak bersayap yang Tuhan kirimkan untuk lengkapi hidupku yang rapuh. Dia hadir di setiap hembusan napas hidupku. Napasku masih bertahan hingga saat ini karena ia telah meniupkan kesejukan cinta agape di dalam seluruh ziarah hidupku.
Hidup ini adalah kesempatan, dan kesempatan itu yang telah ia gunakan untuk menghidupkan kembali hidup yang telah hilang arah selama ini.
Kini dia telah pergi dari hadapanku. Tiada lagi suara canda tawa-ria yang bisa kudengar seperti kemarin-kemarin. Ia telah terbenam bersama senja di batas hari.
Ia pergi sebelum usia senjanya tiba. Ia pergi sebelum segala rencana terbaik kami tuntas. Ia pergi kepada sang Pemilik cinta agape. Cinta yang ia goreskan dan bagikan selama ini adalah cinta Tuhan.
Ia telah melakukan pekerjaan Tuhan. Pekerjaan-pekerjaan yang telah menyenangkan hati Tuhan dan sesama.
Inilah alasan terdalam luapan hatiku untuk dia malaekat tak bersayap titipan Tuhan itu:
HIDUP INI ADALAH KESEMPATAN
Menangis identik dengan sedihMenangis karena hati tersayat sembilu
tawaran musim yang tak menentu
Menangis adalah ekspresi tidak menerima suatu realitas suram menimpa hidup Menangis ekspresi gugatan akan rasa kehilangan orang-orang terkasih,
orang-orang special yang telah membantu menenun hidup menjadi kaya makna
Hidup kaya makna adalah hidup yang berguna bagi orang lain.
Menangis ketika rasa pilu di dada tak tertahankan.
Tetes air mata jatuh basahi pipi tiada henti.Hati yang membeku bagai es dihantam
oleh panas matahari kemarau panjang
dan mencair di tengah semesta yang gersang
oleh gaung covid-19 Ia mengalir terus
hingga saputangan titipan satu lusin darinya pun basah hapusi air mata ini Namun itu pun tak mempan
Air mata masih saja terus berderai basahi wajah
Angin musim deras berhembus
tak mampu juga menggeringkannya.
Kucoba masuk di dalam sunyi yang sedang mengalir halus lembut.Aku menahan sejenak sunyi itu dan mengemis cintaNya, “Tuhan, datang dan lawatlah aku, sentuh hatiku sedikit saja, hapuslah air mataku dengan saputangan cintaMu!”
Kutahu, hanya Engkaulah sandaran hidupku
dan pemilik hati ini.
Biarlah aku bangun dan hidup lagi
mengisi lembaran-lembaran hidupku selanjutnya
Karena aku yakin, hidup ini adalah kesempatan.
Charles, masih ingatkah engkau ketika matahari hampir terbenam di tengah hari hidupku? Waktu itu engkau datang dan menahannya hingga normal lagi sebagaimana biasanya hari-hari kemarin.
Itu semua terjadi karena betapa derasnya cinta agape yang menjelma di dalam darahmu. Engkau alirkan cinta itu tanpa hitung dan tahan-tahan.
Izinkanlah aku menyapamu, kau adalah darahku, kau adalah jantungku. Kau adalah yang sempurna di hidupku, lengkapi segala keterceceranku menjadi kepenuhan.
Engkaulah kiriman Tuhan untuk sempurnahkan hidupku. Namamu telah tertulis di dalam buku hatiku dan abadi hingga kita berjumpa lagi di akhirat nanti.
Charles, setiap bulan aku mengunjungimu di liang lahat itu. Aku mengenang kembali setiap kisah-kisah hidup kita yang terpoles. Di sana aku teteskan air mata.
Batu nisan itu hanyalah saksi bisu dan seribu bintang di langit biru hanya diam menatap kerapuhanku. Ketika aku memandang batu nisan itu aku rasakan kasih sayangmu yang telah kau titipkan selama ini.
Harapku semoga cinta agape yang telah menjelma di hati terus menjadi berkat bagi segala makluk yang kujumpai di seluruh sisa ziarah hidupku selanjutnya.
Charles, mereka semua yang telah kautempa dengan kasih sayang agape itu baru merasakan bahwa betapa sakitnya pergimu tinggalkan dunia fana ini. Mereka juga masih merindukan kasih sayangmu.
Mereka sungguh merasa kehilangan figur sejati. Engkau pergi terlalu cepat. Tapi itulah rencana Tuhan. Dia lebih menyayangimu lebih dari kami.
Kami tak bisa menahanmu untuk berlama bersama kami maknai ziarah panjang di bumi ini, walaupun rindu kami besar dan sulit membiarkan engkau pergi.
Hati ini ibarat tersayat sembilu di tengah siang bolong. Terasa sakit dan kini tiada lagi perban cintamu untu balutinya.
Pintaku hanya satu, “Charles, doakanlah aku dan kami semua di sini yang terluka oleh kepergianmu. Kirimkanlah aku perban cintamu dan baluti lukaku agar kami bisa sembuh dan bangun lagi untuk berdiri kuat hadapi derasnya hitam, putihnya ziarah hidup ini.
Charles, segala yang telah engkau goreskan menjadi bekal dan kekuatan untuk tetap kuat hadapi derasnya tawaran hidup dengan segala sandiwaranya.
Jikalau aku masih menangis, kirimkanlah aku saputangan cintamu dan hapuskanlah air mataku agar tetap basah dan menjadi kenangan antara aku dan dirimu.
Charles, sekian saja goresan hati dariku untukmu. Salam hangat dan doaku. Sampaikan salam untuk Tuhan kita di surga. Kuatkan aku dengan kasih sayangmu yang telah kau goreskan di hati ini. Biarlah aku tetap tegar hadapi derasnya badai hidup di tengah ziarah fana ini.