Ruteng, Vox NTT- Dosen Unika St. Paulus Ruteng Dr. Marianus Mantovanny Tapung, S. Fil., M.Pd., hadir sebagai narasumber dalam workshop Pelajaran Pendidikan Agama Katolik & Budi Pekerti (MGMP) St. Sirilus Rana Mese pada 4-5 November 2021.
Workshop dengan tema “Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan Penilaian dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti” itu bertempat di SMPN 4 Borong Kaca-Sita, Kecamatan Rana Mese, Kabupaten Manggarai Timur.
Kegiatan ini didanai oleh Seksi Pendidikan Agama Katolik Kementerian Agama Manggarai Timur dan yang menjadi peserta adalah Guru-guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti SMP dan SMA/SMK.
Dalam kesempatan tersebut Mantovanny mengatakan, Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti di Manggarai Timur harus mampu menumbuhkan warisan (legacy) yang positif di dunia pendidikan.
Ia pun menyodorkan berbagai alasannya, antara lain, pertama, warisan kekatolikan di Manggarai Timur sangat kental karena karya para misionaris dan kemudian dikembangkan oleh gereja lokal.
Menurut Mantovanny, warisan kekatolikan ini harus dijaga dan dirawat dengan baik. Guru Agama Katolik harus hadir sebagai garda terdepan untuk menjadi warisan ini, tidak saja sebagai pedagog, tetapi juga sebagai fungsionaris keagamaan.
“Jika warisan ini tidak dijaga dan dirawat dengan baik, maka warisan kekatolikan ini, suatu saat akan punah karena berbagai faktor. Suatu saat, Manggarai yang berada pada suatu wilayah episkopal Keuskupan Ruteng, dan dikenal sebagai pintu masuk untuk Roma ke-2 (Flores), akan hilang ‘legacy’ kekatolikanya, dan bisa jadi hanya bagian dari cerita sejarah saja untuk generasi berikutnya,” ujar Mantovanny.
Kedua, lanjut dia, dengan begitu pesatnya perkembangan dan perubahan dalam berbagai bidang saat ini, terutama perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka tugas Guru Agama Katolik dan Budi Pekerti menjadi lebih berat.
Gejala degradasi iman dan moral dari peserta didik ketika tidak kritis dan selektif berhadapan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadi tanggung jawab yang tidak sedikit.
Di sekolah, Guru PAK dan BP harus bisa hadir untuk mewariskan, merawat dan menumbuhkan nilai-nilai iman dan moral dengan meningkatan kapasitas diri sebagai guru, juga keteladanan.
Ketiga, sebagai guru yang ada pada abad 21 ini, menjadi keharusan untuk membekali dengan berbagai keterampilan sebagai pembelajar, seperti berpikir kritis, berpikir dan bertindak kreatif, serta mampu berkomunikasi dan berkolaborasi.
“Memanfaatkan sumber dan media belajar yang relevan dan sesuai dengan perkembangan zaman dalam membelajarkan materi Agama Katolik di sekolah menjadi tanggung jawab profesional sebagai seorang Guru Agama Katolik,” imbuhnya.
Selain itu, memiliki kemampuan komunikasi dan berkolaborasi dalam komunitas belajar yang saling mendukung akan membantu pengembangan diri secara lebih baik dan matang sebagai Guru Agama Katolik di abad 21 yang penuh dengan berbagai tuntutan.
Keempat, keterlibatan Guru PAK dan BP dalam setiap kegiatan gerejani menjadi ‘inheren’, bagian yang tidak terpisahkan dari keberadaannya sebagai Guru Katolik.
Mereka harus beriniasi untuk terlibat dan mengambil posisi penting sebagai pengurus basis/kelompok/wilayah, pengurus stasi, pengurus paroki, dan lain-lain.
Mantovanny mengatakan, dukungan dan partisipasi mereka dalam bidang Koinonia (persekutuan), Liturgia (pengudusan), Martiria (kesaksian), dan Diakonia (pelayanan) menjadi bagian dari tanggung jawab moral sebagai seorang guru agama Katolik.
Mantovanny menyadari, menjadi Guru Agama Katolik saat ini berat dan tidak mudah. Selain karena tuntutan zaman dan beratnya tanggung jawab moral, juga isu terkait dengan kesejahteraan terutama yang masih berstatus Non PNS dan bekerja di sekolah Swasta Katolik menjadi masalah tersendiri.
Itikad baik dari gereja lokal Keuskupan Ruteng, Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama RI untuk memperhatikan secara seksama kondisi dan situasi kesejahteraan dari guru-guru swasta ini menjadi harapan, dan sekaligus tuntutan.
“Kita tidak mau tergerusnya ‘legacy’ kekatolikan ini hanya karena disebabkan Guru-guru Agama Katolik kita tidak diperhatikan kehidupan keluarga dan masa depannya. Sangat disayangkan kalau terjadi demikian,” katanya.
Sebagai informasi, selain Dr. Mantovanny ada juga narasumber lain yang hadir dalam workshop tersebut, antara lain, Kepala Seksi Pendidikan Agama Katolik Kementerian Agama Manggarai Timur Pelipus Asol, SH, Kepala Seksi Pendidikan Agama Katolik Pelipus Asol, SH, Pengawas Pendidikan Agama Katolik Kementerian Agama Kabupaten Manggarai Timur dan Benediktus Jak, S. Fil.
Penulis: Ardy Abba