Ruteng, Vox NTT-Putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang terkait masalah izin tambang batu gamping di Lengko Lolok, Kabupaten Manggarai Timur, akan sangat menentukan keselamatan lingkungan di wilayah bagian utara Pulau Flores itu.
Sebelumnya, Isfridus Sota dan Bonevasius Uden, dua warga Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda Utara menggugat Bupati Manggarai Timur (Matim) Agas Andreas dan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat ke PTUN.
Bupati Agas dan Gubernur Laiskodat karena menerbitkan keputusan tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi mineral bukan logam kepada PT Istindo Mitra Manggarai.
Salah satu pengacara pihak penggugat Pastor Marthen Jenarut mengatakan, putusan perkara kasus ini rencananya akan dibacakan pada Kamis, 11 November 2021.
“Dalam perkara dengan nomor 5/G/LH/2021/PTUN.KPG itu, warga menggugat Izin Usaha Pertambangan (IUP) Produksi untuk perusahan tambang PT Istindo Mitra Manggarai (IMM) yang telah diterbitkan Pemerintah Provinsi NTT dan izin lingkungan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur,” jelas Pastor Marthen dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Selasa (09/11/2021).
Gugatan itu digolongkan sebagai gugatan lingkungan dan diadili oleh majelis hakim yang memiliki kompetensi/sertifikat lingkungan.
“Kami sangat berharap bahwa putusan majelis hakim menempatkan masa depan lingkungan sebagai pertimbang utama. Ini terkait kehidupan masyarakat di Lengko Lolok dan sekitarnya yang terancam dengan kehadiran pertambangan itu,” kata Pastor Marthen yang juga Ketua Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) Keuskupan Ruteng.
Pastor Marthen mengatakan, harapan itu terkait dengan alasan bahwa wilayah izin perusahan itu seluas 500,4590 ha yang merupakan wilayahpertanian lahan kering adalah daerah karst – penyedia air – yang dilindungi.
Dalam dokumen Amdal, pihak perusahaan juga sudah mengakui bahwa aktivitas mereka akan berdampak pada keberadaan karst itu.
“Kuantitas air memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dari aspek sosial maupun ekonomi. Selain itu, penambangan di perbukitan karst dikhawatirkan akan merusak fungsi karst dan juga menyebabkan daya serap air hujan ke dalam tanah menjadi jauh berkurang,” katanya.
Vitalnya peran wilayah di Lengko Lolok dan sekitarnya itu bagi keselamatan lingkungan, kata dia, setidaknya diakui sendiri oleh pemerintah dengan SK.8/MENLHK SETJEN/PLA.3/2018 yang menempatkan wlayah itu sebagai bagian dari ekoregion karst di wilayah Flores yang harus dilindungi.
“Merusak karst berarti menghilangkan sumber air bagi manusia dan kehidupan lainnya,” kata kata Marthen.
Dia meyakini majelis hakim yang memeriksa perkara ini dan telah memiliki kompetensi/sertifikat lingkungan akan menjadi penentu bagi penegakan hukum demi terwujudnya keutuhan ciptaan dan terwujudnya lingkungan hidup yang sehat dan nyaman.
“Ini tentu tidak hanya untuk manusia, tetapi juga untuk mahluk ciptaan Tuhan yang lainnya,” tambah Pastor Marthen.
Sementara itu, Elias Sumardi Dabur, pengacara lain menyoroti dokumen Amdal PT IMM yang menurutnya “terbukti tidak layak lingkungan hidup.”
Selain karena cacat administrasi dan bertentangan dengan rencana tata ruang Kabupaten Manggarai Timur, ia mengatakan, dokumen itu juga mengabaikan warga yang bakal terkena dalam langsung.
“Mereka tidak dilibatkan atau diabaikan dalam proses analisis lingkungan hidup dan izin lingkungan,” katanya.
“Keputusan menerbitkan Izin Lingkungan dan IUP Produksi dilakukan tanpa koordinasi dan tinjauan lapangan dan itu berarti keputusan tersebut terbukti melanggar asas-asas pemerintahan yang baik,” tambah Elias.
BACA JUGA: Warga Lengko Lolok Gugat Bupati Matim dan Gubernur NTT ke PTUN
Ia menjelaskan, keterangan saksi yang dihadirkan tergugat selama proses siang telah menerangkan bahwa keputusan yang diambil tanpa pengecekan dengan teliti atas dokumen-dokumen persyaratan, tanpa koordinasi dengan atasan dan dinas-dinas terkait serta tanpa verifikasi ke lapangan.
Fakta lain dalam persidangan disampaikan pengacara Valens Dulmin, perihal kesepakatan antara PT IMM dan PT Semen Singa Merah NTT dengan warga Kampung Lengko Lolok.
“Kesepakatan itu penuh manipulasi dan bukti-bukti yang diajukan oleh PT. IMM sama sekali tidak sesuai dengan fakta lapangan,” katanya.
“Satu hal yang diabaikan oleh PT. IMM adalah bahwa masyarakat Lengko Lolok menolak untuk pindah kampung,” katanya.
Namun anehnya, menurut Valens, dalam kesepakatan awal yang dibuat perusahan, dinyatakan bahwa warga bersedia pindah kampung.
“Selain, dalam kesepakatan tersebut tidak tercantum tanda tangan isteri atau para istri tidak memberikan persetujuan terkait pelepasan aset, sedangkan objek perjanjian menyangkut harta bersama suami isteri dalam perkawinan sehingga perjanjian tersebut tidak sah,” tambah Valens.
Atas dasar berbagai alasan itu, katanya, mereka berharap putusan majelis hakim berpihak pada mereka, dengan membatalkan izin yang telah diberikan pemerintah.
“Ini demi demi keselamatan lingkungan alam di Kabupaten Manggarai Timur khususnya dan Indonesia umumnya,” katanya.
Penulis: Ardy Abba