Tetaplah di Sini

 

Di sudut kota yang dingin sepi

Berkelana di hati yang sepi

Menikmati rintikan hujan

Dan berpikir semuanya telah usai

 

Perlahan-lahan semua titik hujan semakin besar

Membuat hati tak berdaya

Untuk memaknai semua tetesan hujan

Yang menemani kesepian

 

Berharap hujan itu selalu hadir

Entah di mana dan kapan pun

Untuk menemani sepi yang mendalam

 

Suatu Hari di Sudut Kota

 

Di senja yang masih terik itu ketika angin kering berhembus mengiringi langkahku

Dengan samar yang nampak dari jauh mataku tertuju pada sosokmu

Kamu yang kerab ku coba hilangkan dari semesta pikiran

Namun tak terlelahkan betapa manis senyuman yang sengaja kamu suguhkan

 

Salah satu hal yang selalu berhasil membuatku menjatuhkan hati tanpa banyak alasan

Bibir pun terkunci mendecak takjub dalam bibir hati pada mahluk ciptaan Tuhan

Aku tak bisa membohongi diriku sendiri bahwa kamulah yang selalu ku rindui

Meski ku coba membunuh bayangmu yang kerap datang dan selalu mengusik sanubari

 

Aku tak bisa bila tak merindukanmu 

Aku pun tak bisa bila tak mensyukuri senyummu di hari itu

Aku sama sekali tak bisa berpura-pura kau bukan apa-apa lagi bagi hatiku

Dan selalu saja seperti itu

 

Meskipun begitu banyak teriakan dipikiran yang ingin kuutarakan

Berjuta kata tersimpan terpendam dan ingin kusampaikan

Namun nyatanya aku hanya membisu

Hanya terdiam memandangmu hingga punggungmu pun pergi menjauh

Menyisakan deretan rindu yang tertimbun dari waktu ke waktu

 

Pulang dan Kembali Lagi

 

Kembali aku mencumbui syahdu

Ternyata keramaian memang tak peduli

Menahan, ia menaifikan sendu

Tak acuh seakan seketika tuli

 

Kembali aku merayu genggaman

Bermanja-manja pada setiap temaram

Kemarin ia datang membobol zaman

Lembayung menggantung kian tenteram

 

Kembali aku membelai lirih

Bisiknya merasuk hingga ke relung jiwa

Bila aku pergi menuju liang perih

Sanggupkah kau melepas dan tertawa?

 

Kembali aku merangkuh lahad

Kembali romansa diri dan bumi

Segala di permukaan terasa jahat

Namun, tak semua sama bagi kami

 

Permata Hati

 

Jalan terjal hati yang melintang di depanku

Membuat kaki tak lagi sanggup mengukir jejak

Tak indah lagi mengiringi malamku

Permataku kini sudah sirna 

 

Hilang tak tahu entah kemana arahnya

Namun aku masih menunggu

Bersama hangatnya kopi malam

Yang menemani aku untuk menemukan jejak permataku

 

Cahaya Ilahi

 

Tak terasa pagi pun datang

Cahaya mentari bersinar terang

Entah apa yang hinggap diotakku

Malam panjang seperti siang

 

Ku buka jendela berdebu

Cahaya subuh telah berlalu

Masih saja diam termangu

Meratapi akal yang dungu

 

Kini telah berganti hari

Tetapi hati masih menanti

Jiwa yang kemarin mati

Akankah hidup kembali?

 

Pikiranku menerawang

Luasnya angkasa raya

Semua milik-Nya yang Maha Agung

Tuhan…

Tolong angkat masalah membumbung ini

Otakku buntu

 

Keras jiwaku seperti batu

Tuhan…

Jangan matikan hatiku

Biarkan aku hidup menikmati kedamaian