Ruteng, Vox NTT- Lembaga Politician Academy bekerja sama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unika St. Paulus Ruteng menggelar diskusi publik, Rabu (24/11/2021).
Diskusi yang berlangsung di Hall Lantai 5 Unika St. Paulus Ruteng itu menghadirkan dua narasumber, yakni Direktur Politician Academy Bonggas Adhi Chandra dan Pengamat kebijakan publik Stefanus Gandi.
Dalam diskusi publik bertajuk “Gen Z dan Panggung Politik” tersebut kedua narasumber kompak menyatakan mahasiswa mesti melek politik.
Bonggas menegaskan, kehadiran Gen Z (milenial) pada pentas panggung politik sangat menentukan masa depan bangsa.
BACA JUGA: Politician Academy Gelar Diskusi Publik di Ruteng
Dia merujuk pada data, dari 270,20 juta jiwa, terdapat 25,87% kaum milenial dan 27,94% gen Z.
Dengan demikian, terdapat 53,8% orang muda yang akan menentukan arah pergerakan negara bangsa pada masa yang akan datang.
Sebab itu, Bonggas mengingatkan agar orang muda (mahasiswa) tidak boleh alergi dengan politik alias harus melek politik.
Menurut dia, ada beberapa alasan mengapa orang muda (mahasiswa) mesti melek politik.
Pertama, adanya isu bonus demografi, di mana dengan munculnya banyak angkatan produktif memberi keuntungan bagi perkembangan bangsa.
Salah satu sektor yang potensial dalam membangun bangsa adalah keterlibatan pada sektor sosial politik.
“Dalam hal ini, bagaimana membangun peradaban politik yang dapat membawa kesejahteraan banyak orang atau bonum commune,” katanya.
Kedua, lanjut Bonggas, politik tidak bisa dihindari. Politik ada di mana-mana, baik di dunia kerja, dunia bisnis, lingkungan rumah maupun keluarga. Politik tentu saja cukup menentukan saat mengambil keputusan strategis.
Ketiga, Indonesia lahir dari sejarah pergerakan anak muda. Perjuangan bangsa dimotori oleh orang muda sejak generasi 1908, generasi 1928, generasi 1945, generasi 1966 dan generasi 1998 (reformasi).
Keempat, adanya trend kepemimpinan orang muda di dunia dan beberapa wilayah di Indonesia.
Kelima, keterwakilan anak muda di parlemen dan eksekutif masih rendah dan perlu ditingkatkan.
Bonggas menyatakan, sudah saatnya parlemen dan eksekutif diisi dengan generasi muda, dan putus lingkaran di mana generasi muda hanya sebagai obyek politik.
Untuk itu, agar tidak menjadi obyek politik dan dieksploitasi begitu saja untuk kepentingan orang tertentu, maka orang muda (mahasiswa) harus mengambil peran akktif dalam panggung politik.
“Tentu peran aktif aktif ini harus didukung dengan mindset yang benar tentang politik, knowledge set yang luas, dan skill set yang tepat tentang politik,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Stefanus Gandi meminta mahasiwa harus berani berpikir politis dengan terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan organisasional baik internal maupun eksternal kampus.
Dengan terbiasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasional ini, kata Stefan, karakter politis sebagai mahasiswa bisa terbentuk dengan baik.
Menurut Stefan, kuliah politik tidak ada di Unika St. Paulus Ruteng, karena belum ada fakultas ilmu politik.
BACA JUGA: Bupati di Manggarai Raya Diajak untuk Belajar dari Banyuwangi
Meski begitu, mahasiswa dapat mempelajarinya dengan terlibat dalam berbagai organisasi.
Menurutnya, dunia kerja saat ini, juga sangat ditentukan oleh cara berpikir dan bersikap politis, tidak murni tuntutan profesionalisme.
Sementara itu, dalam sambutan pembukanya, ketua BEM Unika St. Paulus Ruteng Antonius menyambut baik kerja sama dengan Politician Academy dalam hal program literasi politik.
Ia pun berharap kegiatan kerja sama seperti ini tetap dijalankan pada masa-masa mendatang.
Sebagai informasi, diskusi publik ini dihadiri oleh lebih dari 200 mahasiswa Unika St. Paulus Ruteng dari tiga fakultas.
Diskusi dimoderasi oleh Dr. Mantovanny Tapung, Dosen Unika St. Paulus Ruteng sekaligus sebagai ketua Biro Riset PA Branch NTT 1.
Diskusi publik ini juga dijalankan dengan mengikuti protokol kesehatan Covid-19 yang ketat.
Penulis: Ardy Abba