Jakarta, Vox NTT- 10 organda yang tergabung dalam Serikat Pemuda NTT Jakarta menggelar aksi unjuk rasa di Istana Negara, Jumat (03/12/2021).
Ke-10 organda yang terlibat dalam aksi demonstrasi tersebut, antara lain, Lingkarmata, Barisan Anak Timur UBK, Perkumpulan Mahasiswa Basodara (PMB), Flobamorata Utama, IMS-J, Himpunan Mahasiswa Muslim (HIMAU), IKAMALALE, FORMAPENA Jabodetabek, Keluarga Besar Mahasiswa Pemuda Lembata, dan Gerakan Mahasiswa Pelajar Rote (GEMPAR).
Aksi tersebut sebagai respons atas pernyataan Gubernur Viktor yang diduga bernada rasis kepada masyarakat Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur.
Ketua Umum Serikat Pemuda NTT Jakarta, Saverius Jena, mengatakan salah satu tuntutan massa aksi adalah mendesak Viktor untuk turun dari jabatannya sebagai Gubernur NTT.
“Kami juga mendesak Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk segera PERDA pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat di Nusa Tenggara Timur,” tegas Saverius dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Jumat malam.
Tidak hanya itu, Saverius juga mendesak Presiden Joko Widodo agar segera memerintahkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana rasisme dan penghinaan yang dilakukan Gubernur Viktor.
Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur Jakarta juga mengecam keras dugaan tindakan rasisme yang telah dilakukan Gubernur Viktor terhadap masyarakat adat Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur.
“Hentikan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan lain terhadap masyarakat adat Sumba pada khususnya, dan Nusa Tenggara Timur pada umumnya,” tegasnya.
Saverius mengungkapkan kejadian itu bermula ketika Gubernur Viktor berdialog dengan tokoh masyarakat adat setempat terkait status tanah yang akan dikelola untuk peternakan sapi jenis premium.
“Namun, di tengah proses dialog berjalan, Viktor Bungtilu Laiskodat melontarkan kata “monyet” kepada salah satu warga yang juga ikut serta dalam pertemuan tersebut,” ujar Saverius.
Selain perkataan rasis, kata dia, Viktor juga mengeluarkan perkataan yang bersifat intimidatif, seperti akan memenjarakan warga apabila berbeda dengannya.
Menurut Saverius, insiden diskriminasi berbentuk rasis yang dilakukan Gubernur Viktor sejatinya merupakan ekspresi dari arogansi kekuasaan.
Ia juga menilai Gubernur Viktor telah melecehkah harkat dan martabat masyarakat adat Sumba Timur sebagai warga Negara Indonesia yang juga memiliki hak terbebas dari segala bentuk diskriminasi.
Hal ini sebagaimana semangat yang terkandung dalam bunyi UUD 1945 pasal 28I ayat 2 “setiap orang bebas dari segala perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif”.
Sementara itu, dilansir Detak Pasifik, Gubernur Viktor menegaskan, kemarahannya dalam dialog itu dipicu oleh karena sikap seorang pemuda yang menyebut mantan Bupati Sumba Timur almarhum Umbu Mehang Kunda tidak memiliki urusan dengan lahan tersebut.
Di mata Gubernur Viktor Umbu Mehang Kunda adalah sosok yang banyak mengabdikan hidupnya untuk daerah Sumba.
“Saya marah dia karena dia menghina senior, seorang Umbu yang saya kenal hidupnya diabdikan untuk Pulau Sumba,” jelas gubernur yang berpasangan dengan Yosef A. Naesoi itu.
Umbu Mehang Kunda, kata Viktor, pernah memintanya untuk membantu membangun daerah itu. Saat itu, Mehang Kunda menjabat sebagai ketua Komisi III DPR yang membidangi pertanian.
“Dia menjelaskan ke saya bahwa daerah ini daerah yang bagus, peternakannya bagus, tapi tidak ada yang mau kerja, tidak ada yang mau bantu. Nah minta saya tolong bantu, waktu itu. Sekarang saya menjadi gubernur saya teringat,” katanya.
Itu sebabnya, ketika beberapa anak muda menyebut Mehang tidak ada urusan, Viktor pun naik pitam.
Lahan itu menurut dia, sebelumnya merupakan milik pemerintah pusat di bawah Kementerian Pertanian yang kemudian diserahkan kepada Pemerintah NTT. Lahan itu bertahun-tahun tidak terurus oleh Pemerintah NTT bahkan di dalamnya hidup sapi-sapi liar.
Sapi-sapi tersebut telah ditangkap dan dibagikan kepada seluruh warga di wilayah itu.
“Karena itu begitu dikerjakan sekarang baru ada keributan-keributan itu. Dan itu tidak boleh. Dalam sebuah sistem pemerintahan tidak boleh ada keributan untuk investasi seperti itu karena kita menjaga nilai-nilai itu supaya orang tetap berinvestasi,” tegas Gubernur Viktor.
Bagi dia, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan APBD untuk mengejar kesejahteraan masyarakat.
Segala aset daerah mesti dioptimalkan agar menimbulkan pergerakan roda ekonomi daerah yang baik.
Iklim investasi harus dapat dijaga sebaik mungkin, baik terkait izin yang cepat, status lahan yang jelas dan tidak boleh ada konflik-konflik sosial.
“Itu mimpi kita ke sana, tidak ada sebuah daerah yang akan berhasil dengan investasi rendah apalagi situasi Covid seperti ini dan NTT adalah salah satu provinsi yang tidak terlalu diminati oleh para investor,” katanya.
“Karena itu kita harus mengkreasikan, dari perizinan harus cepat, dari kepastian lahan harus tepat, dan konflik-konflik sosial seperti hal-hal itu tidak boleh ada karena itu akan menjadi alasan ataupun jadi hambatan terhadap investasi-investasi yang masuk,” imbuh Viktor.
Libatkan PT Asiabeef
Pengelolaan peternakan sapi di atas lahan tersebut, kata Viktor, pemerintah akan melibatkan PT Asiabeef.
Perusahaan tersebut sebagai mitra karena mereka telah terbukti memiliki rens sapi seluas 1.000 hektare.
Bahkan Asiabeef disebut satu-satunya yang memiliki rens sapi hingga seluas 1.000 hektare di Indonesia.
Gubernur Viktor memastikan pengelolaan peternakan sapi akan gagal jika memang pemerintah bekerja sendiri. Sebab itu, ia memberitahukan kepada dinas terkait agar bekerja sama dengan PT Asiabeef.
Menurut dia, perusahaan tersebut sudah mendapatkan persetujuan dan dukungan kerja sama dari Kementerian Investasi.
“Karenanya saya keras bukan karena saya tidak suka dengan orang di sana (Sumba Timur), saya keras kalau pembangunan itu diperhambat,” kata Viktor.
Penulis: Ardy Abba