(Sebuah Goresan untuk Penulis Puisi Berjudul Kutitipkan Rindu Untukmu)
Oleh: Chezz Nana
Entah apa yang ingin disampaikan oleh seorang Dionisius Dembo kepada para penikmat sastra seantero jagad. Namun rentetan kata demi kata dari sang penulis ini, menggedor nurani saya untuk merangkul kata-kata itu dalam luapan emosi yang cukup mendalam, berkenaan dengan sebuah peristiwa kehilangan akan seorang bapak, seorang sahabat sekaligus tempat di mana aku berguru tentang perjuangan di tengah badai kehidupan ini.
Ungkapan kata-kata, sang penyair, seolah menggertak nurani ini, karena keseluruhan goresannya seolah ditujukan padaku. Aku mencerna, hampir kata demi kata, seperti apa yang sedang terjadi padaku kini. Kedalaman makna dari ungkapan demi ungkapan merobek hati, intuisinya hidup dan menggelorakan. Aku terhanyut dalam genangan barisan kata-kata itu.
Aku bukanlah seorang penafsir sastra dan juga pencinta dunia sastra yang fanatik tetapi terkadang hanya ingin meluruhkan detik demi detik, bila sedang dalam kepenatan. Puisi “kutitipkan Rindu padamu” bagi saya, adalah sebuah penggalian jiwa dari sang penulis akan realitas hidup, yang sering terjadi dalam perjumpaan dengan yang lain. Jujurnya bahwa, secara emosional, saya tidak mengenal penulis. Akan tetapi goresannya yang dipublikasikan dalam media ini, baru saja saya bacakan. Kata-katanya cukup mendekati dan bahkan mendekatkanku akan kepergian seorang Yosef Frande yang baru dimakamkan seminggu yang lalu.
Tentang kematian dan kepergian seseorang, semua orang pasti melihat dan menyaksikan. Betapa yang ditinggalkan pasti merasa sangat sedih. Bahkan seolah dunia ini telah tiada. Dalam goresan puisi yang indah, naratif bernuansa puitis mencairkan kerinduan akan seseorang orang yang dikasihinya. Penulis puisi, tentu menjangkarkan kata-kata yang boleh dikatakan seperti remah-remah nasi yang berhambura di tebing meja. Namun ia meramunya dengan realita hidup, mengundang hasrat untuk mengarungi kata-kata yang menggelorakan.
Dionisius Dembo, menulis “air mata ini bercumbu dengan keheningan”. Dua realitas yang mengukirkan akan perjumpaan tanpa kata. Tangisan air mata dengan penuh harapan akan sebuah dekapan penuh hangat namun jawabannya hanyalah keheningan. Engkau hening, berbaring kaku dalam senyum yang tak bisa berubah. Lenganmu yang perkasa, dibaluti dengan kain sarung. Air mata kami berderai tanpa jawaban. Peristiwa kemarin sore, seketika candamu hilang ditelan ombak”. Putri semata wayang, berkisah tentang pamitanmu dalam tetesan air mata, membekas dan melekat. Tangisanmu bukan karena engkau lemah, bukan karena engkau tak mau menerima tetapi engkau menyiratkan tentang betapa kerinduanmu akan orang-orang yang engkau tinggalkan.
Kini, hanyalah kerinduan yang boleh kami titipkan. Tentang kerinduan ini, penulis melukiskan dalam ungkapan “berjalan di tengah terik mentari, sembari mengais sepucuk harapan”. Kemanakah aku harus melangkah, dia yang hadir seperti mentari menyinariku, membentangkan harapan dihadapanku, aku mampu merasakan kasih sayangnya, mampu merasakan kehangatannya, mampu merasakan panasnya, mampu mengenal namanya, mampu merasakan sentuhan dan bahkan semua orang melihatnya, semangatnya dan kenangannya. Namun aku, ibu, kakak dan sahabat-sahabat sekalian kita tidak bisa menyentuh raganya, karena itu sekali lagi “kutitipkan rindu padamu”.
Senja Kamis sore 18 November 2021, pukul 18.00, engkau menaburkan duka untuk kami. Duka yang kami rasakan cukup menyayat hati dan kalbu. Panggilan bapak, tanpa jawab. Kepergianmu, kini menjadi pelukan. Lenganmu yang perkasa yang selalu merangkul, tersulam dalam sekilas wajahmu. Aku masih ingin bersandar padamu, bahumu, pangkuanmu. Masih ingin bercerita tentang anjing kita yang pintar. Engkau pergi untuk selamanya. Engkau tinggalkan aku dengan mama. Mamaku menjadi bapak dan mama, aku tak sanggup, aku masih dalam nada Tanya pada sang pemberi hidup. Mengapa Ia mengambil engkau secepat ini? Katakan pada kami, bapak……bapak ….bapakku!!!!
“Kemarin kita menikmati secangkir kopi pahit”. Sungguh tepat katamu kak Dion Dembo. Memang kemarin siang, aku bersama almarhum masih mengosongkan secangkir kopi pahit sembari bercerita tentang proyek yang dipercayakan oleh koperasi yang beliau sedang bekerja. Ia bercerita tentang kinerjanya di pantai selatan kota ini. Semua ide-ide yang cukup cemerlang teduh dan menorehkan sebuah harapan yang indah. Tiada secuil firasat akan kepergianmu. Cerita-cerita inspiratif kemarin siang menjadi kenangan terakhir. Di atas pusaramu aku tak mampu berkata-kata, hanya ucapan terima kasih untuk goresan-goresan inspirasi yang engkau berikan lewat perhatian dan kasihmu.
Akhirnya kepada kak Dion Dembo, terima kasih atas goresanmu yang cukup membuatku baper. Saya tidak mengenal anda, bapak sayapun tentunya tidak, tetapi goresanmu cukup menyentuh sudut hatiku yang terdalam, seperti pengalamanmu sendiri. sekali terima kasih!!!
Nota:
Perkenalkan Nama saya Chezz Nana.
Asal dari Timor Malaka NTT
Saat ini sedang merantau di Tanah Flores NTT
Saya mencoba untuk membuat tulisan seperti ini, dan apabila belum berkenan atau bisa dikoreksi, saya dengan lapang dada menyampaikan terima kasih bila ada masukan dan ide-ide yang baik demi memantik semangatt saya untuk menulis.
Terima kasih salam kenal.
Nomor telepon saya: 081246395618.