:Surat kecil buat Tuhan
Oleh: Itho Halley
Beberapa kali memandangi hujan sedang bermain di luar jendela
Burung-burung kecil betengger di balik dedaunan, mengibas-ngibas bulunya yang basah dan sesakali mematuk kakinyanya yang gigil.
Sedang dari dalam kamar manusia yang ramah bergulat dengan kepala menyusun surat kecil buat Tuhan; Hujan yang ramah bermain-main di luar jendela.
Tidak tahukah kamu musim rindu yang bikin gigil di sekujur tubuh adalah penantian kepada senja di barat sambil menghitung tanggal-tanggal kenangan yang pelan-pelan luruh dari kelender, jatuh satu persatu melewati rak buku yang sombong, menuju tempat tidur yang nyaman.
Belum lagi detak jam dinding yang berisik saling kejar-kejaran. Hampir seperempat menit pukul enam sore. Siang tadi sudah jadi kenangan yang diguyur hujan di luar jendela. Manusia yang ramah lupa meletakan kenangan di bilik doa, malah memilih untuk lebih asik memandangi hujan yang bermain-main di luar jendela
Tuhan,
Hujan yang ramah bermain-main di luar jendela
Manusia-manusia duduk manis di kamar sambil asik mengungungah rindu-rindu mereka di jendela-jendela media
Meraka lupa bahwa lebih menawan menjumpai hujan di luar jendela
Hati yang tentram sambil sesekali membasahi doa-doa yang kering
Jangan memandang mereka dengan penuh curiga
Maklum mereka sedang asik dengan rintik-rintik rindu di luar jendela
Bermain tatapan, saling kasmara, melunas rindu yang merimbun di atas tanggal-tanggal kenangan
Hujan yang ramah bermain-main di luar jendela
Sekarang tepat anak jarum jam yang unyil mengejar ibunya diangka dua puluh satu lewat seperempat
Surat kecil hampir selesai
Tempat tidur yang ramah, sudahkah meraka tabur dengan doa malam sebelum kantuk merayu
Tuhan, hujan masih saja asik bermain di lauar jendela
manusia-manusia yang ramah meninggalkan rindu
duduk khuyusuk di samping keranda tidur seraya pelan-pelan pamit dan menitip doa
maafkanlah kami karena hujan di luar jendela yang awet kami lupa menimbun rindu ke Surga.
Nos cum prole pia
Yosfrei, 6/12/2021
Kita Mungkin Sedang Diam?
Doa paling teduh adalah hening seperti bisu tanpa kata,
hati mengaduh
Kita mungkin sedang diam sementara gunda gulanan, suka yang riang atau petaka yang
malang jadi bahan curhat
Sambil Tuhan mendengar dengan setia
Yosfrei, 04/09/21
Tragedi Menunggu Musim Gugur Wabah Corona
Selasa menanti dua jam lagi waktu ngampus. Gegas seperti terburu-buru menuju ke kamar, tempat sudah biasanya buat gara-gara atau sekedar bengong. Rupanya tempat ini jadi tempat paling nyaman untuk duduk sambil ketawa-ketawa, canda atau sekedar tukar cerita. Kadang kala ketawa-ketawa bikin ketagihan sekali untuk minum kopi di musim Corona
Mungkin juga sedang mabuk-mabukan dengan cerita si tuan kamar karena isi kepalanya banyak-tercecer sampai ke kamar kepunya melewati lorong yang gaduh, bisa jadi? Ini bukan ruang sidang atau tempat rapat peripurna di ibu kota, bukan juga ruang tidur-tiduran.
Pagi ini, ia tak minum kopi seperti biasanya. Maklum saja kopi di ruang makan baru selesai dua hari kemarin. Belum lagi wabah corona yang tidak tahu kapan musim gugurnya tiba. Teman-teman juga suka sekali menyeduh kopi sendiri sambil mengingat mekar melati di kepala dan Tuhan. Kata mereka: “Di sini ada yang lebih dari makar, korupsi dan kemiskinan”. Sekedar cari nyaman selama masa karantina yang entahberanta.
Pagi tadi tak ada kopi di kamar. Dia bingung sendiri, entah mengapa tidak minum teh saja? Dia seperti ketagihan ke kamar, ada yang lebih dari sekedar minum kopi, mungkin?
Tuan kamar pagi ini tidak lagi ramah, Mereka tidak minum kopi sambil tukar cerita. Dia yang tertawa terbahak-bahak atau si tuan kamar yang terlalu banyak bahan cerita seperti biasa-biasanya. Ada sesuatu di kamar? Makar, suap, nepotisme, kong-kalikong? mungkin bisa jadi? Dia tidak suka curiga, menatap kelakar seperti yang sudah-sudah, berharap balas canda atau tanya ramah: “Tidak ngampus atau sudah minum kopi?”
Ah…tuan kamar, kopi pagi ini terlalu sekali. Ia tertegun, diam, kikuk, bingung bukan kepalang. Beda sekali. Tuan kamar “marah”, atau tidak suka dengan tatapan canda sekedar gara-gara. Padahal ritual pagi menyeduh kopi sambil menunggu waktu ngampus masih seperti biasa-biasa saja. Tuan kamar tidak ikhlas menyuguhkan kopi, katanya: “Nak, di alun-alun sana, mereka duduk manis, membusung dada dengan sombong sekali sambil ketawa-ketiwi lucu dengan nasib-nasib kita yang malang”
Pagi tadi, kopi di timur sini terasa tidak lebih dari Arabika atau Robusta. Ia masih juga tidak suka curiga. Meninggalkan kamar dengan besar harap agar tuan kamar tahu bahwa di kamarnya ada yang lebih dari sekedar duduk-duduk bengong atau sambil minum kopi menunggu musim gugur wabah corona.
Yosfrei, 27/09/21
*) Itho Halley. Lahir di Magepanda, 24 Agustus 1998. Pernah bergiat di kelompok Sastra Kotak Sampah Nenuk. Sekarang aktif di kelompok Aletheia Ledalero. Tinggal di unit Yosep, Waipelit-Ledalero.