Oleh: Hendra Charlitoz
“… Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia…”
Kutipan pidato Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-ristek), Nadiem Anwar Makarim saat menghadiri upacara bendera peringatan Hari Guru Nasional tahun 2019 lalu di Jakarta merupakan inovasi termutakhir dalam dunia pendidikan dan menjadi program persiapan karier yang komprehensif guna mempersiapkan generasi emas Indonesia.
Konsep ‘Merdeka Belajar’ digagas atas keprihatinan prinsip birokrasi dan regulasi bidang pendidikan yang seringkali menghambat inovasi dan kemerdekaan belajar. Hal ini menjadi stimulus bagi kaum guru untuk berani melakukan perubahan-perubahan kecil semisal mengembangkan diskusi kelas dan siswa mengajar.
Konsep ‘Merdeka Belajar’ bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia pembelajaran. Pada tahun 1969 Carl Rogers mempublikasikan sebuah buku berjudul “Freedom to Learn” dan pada pengantar, Ia mengatakan, “Sekolah kita umumnya sangat tradisional, konservatif, birokratis dan resisten terhadap perubahan. Satu cara yang harus dilakukan untuk menyelamatkan generasi muda ini adalah melalui kemerdekaan belajar”.
Program ‘Merdeka Belajar’ yang ditetaskan oleh Mendikbud ini disinyalir sebagai upaya untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang beriman, berakhlak mulia, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong, dan berkebhinekaan global.
Teknologi untuk Akselerasi
Slogan Mendikbud-ristek Nadiem Makarim tentang ‘Merdeka Belajar’ dengan seluruh akses teknologi kerap meninggalkan dilema. Belajar merdeka tetapi kita masih “dijajah” teknologi, tidak meratanya akses jaringan.
Dalam hal-hal tertentu, teknologi menentukan kemerdekaan belajar, seiring masifnya perkembangan era digital dan keterbatasan penyebaran akses jaringan, alhasil kita bisa menjadi tidak merdeka.
Gebrakan perubahan wajah pendidikan di Indonesia yang begitu kompleks menjadi sebuah ujian bagi Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.
‘Merdeka Belajar’ tidak akan mungkin bisa berhasil tanpa teknologi yang sejatinya mampu menjembatani pemerataan akses yang setara. Pemerintah perlu memperhatikan secara seksama bagaimana mengatasi akses jaringan yang belum merata di pelosok wilayah terisolasi, kemampuan membayar data, konektivitas internet, serta infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.
‘Merdeka Belajar’ itu bisa kapan saja, tetapi belajar merdeka itu suatu usaha menyejarah, sebuah ‘Pekerjaan Rumah’ yang tak pernah selesai; menjadi pribadi merdeka yang tidak diremote oleh kekuasaan dan hiruk pikuk birokrasi yang carut marut.
Kaum Muda ke Arah Mana?
Perkembangan teknologi, komunikasi, dan informasi termutakhir turut serta mempengaruhi mentalitas dan militansi generasi milenial dalam menjawabi tantangan zaman. Teknologi digital sebagai kunci utama pada era industri 4.0 secara masif memungkinkan generasi milenial memainkan peran penting sebagai agen of change.
Menyoroti realitas kehidupan kaum muda di era digital tentunya kita dihadapkan pada satu gejala yaitu FoMO (Fear of Missing Out), sebuah bentuk ketakutan dan kegelisahan di kalangan anak muda saat divonis tidak kekinian.
Gejala ini memampukan setiap orang untuk bersikap candu terhadap media sosial. Kecanduan bermain media sosial berarti menghabiskan banyak waktu di depan layar gadget, membuat otak kelelahan, dan menurunkan kesehatan mental. Dalam kondisi yang ekstrem, bahkan bisa mendorong seseorang untuk bunuh diri.
Fenomena candu akan media sosial sedang menjamur dalam perilaku dan kehidupan generasi milenial. Anak muda menghabiskan separuh waktu hanya sekedar postang-posting sesuatu yang tidak berdaya produktif, menyebarkan konten-konten yang berbau SARA (suku,agama, ras, dan antar-golongan), hoaks dan ujaran kebencian.
Menyoroti fenomena-fenomena narsistik dan candu media sosial dewasa ini yang berhasil menorehkan prestasi minor, kemalasan berpikir dan bermental instan maka mau dibawa ke kiblat mana generasi muda saat ini dan kemudian hari?
Kaum muda tidak saja merdeka dalam belajar tetapi belajar untuk merdeka, tidak tergerus oleh arus teknologi semata yang menekankan efisiensi, kecepatan (akselerasi) dan hasrat/watak narsistik tetapi juga mengandalkan kedalaman intelektual, ketajaman berpikir dan kepiawaian berargumentasi sambil mempertimbangkan prospek ke depan.
Kaum muda harus cerdas menghadapi perkembangan teknologi mengingat pentingnya penumbuhan karakter bagi kaum terpelajar serta menjadi garda terdepan dapat dilakukan dengan perbanyak literasi, sehingga kaum muda dapat memahami atau well inform di era perkembangan teknologi saat ini.
Merdeka Belajar Menuju Generasi Emas Indonesia 2045
Pada 76 tahun kemerdekaan ini, wajah dunia dan Indonesia diwarnai dengan situasi pandemi global yang tentunya menjadi tantangan terbesar menciptakan suatu kondisi dan sistem yang dinamis dalam dunia pendidikan (pembelajaran), keterbatasan fasilitas dan akses jaringan.
Dalam kurun waktu 24 tahun yang akan datang, Indonesia harus menunjukkan manifestasi sebagai bentuk investasi dalam dunia pendidikan dalam upaya mengejawantahkan generasi emas 2045.
Suatu Momentum bersejarah di 100 tahun Kemerdekaan RI (Tahun 2045), bangsa ini secara masif bergerak menghasilkan generasi muda yang adaptif, kritis, kontekstual, menciptakan inovasi-inovasi termutakhir, kecakapan dan kedalaman intelektual yang mampu berani menyatakan sikap untuk bersaing dengan negara lain di sektor pendidikan, teknologi, dan pemberdayaan ekonomi.
Konstitusi menjelaskan dalam memaknai kemerdekaan pendidikan menuju Generasi Emas Indonesia 2045, pemerintah perlu memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi agar kita terbebas dari belenggu kebodohan, ketidakadilan, dan segala bentuk eksploitasi
2045 bisa jadi adalah suatu momen peradaban yang sangat mentereng, karena itu dibutuhkan kecekatan teknis di satu sisi dan kedalaman intelektual di sisi lain. Di sini kaum muda mesti mengintegrasikan kedua dimensi itu secara seimbang dan tepat sasar.
Kemajuan teknologi dan informasi seyogyanya meningkatkan fleksibelitas bagi generasi muda dalam meraup pengetahuan. Kita semua tentunya menginginkan adanya gebrakan dan inovasi baru dalam upaya mengejawantahkan sebuah situasi dan kondisi yang fleksibel dan adaptif menuju sebuah perubahan.
Maka sebagai bentuk manifestasi mewujudkan iklim Merdeka Belajar dalam menciptakan Generasi Emas 2045, harus sudah dipikirkan oleh pemerintah untuk mewujudkan restorasi dan inovasi dalam dunia pendidikan di tengah perkembangan digital yang menawarkan kemudahan.
Penulis adalah Presidium Ristek PMKRI Cabang Maumere. Asal Kampus: STFK Ledalero