Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk, M. Pd
Ka SMPK Frateran Ndao
“Sukacita natal itu kamu, ketika engkau mengampuni dan membangun kembali kedamaian, dan rekonsiliasi, bahkan ketika engkau sendiri mengalami sengsara dan sakit hati” … Paus Fransiskus.
“Natal adalah kamu, ketika engkau lahir secara baru setiap hari dan masuk ke dalam puri batinmu untuk menuju Allah”… Paus Fransiskus.
Tidak ada alasan bagi kita umat kristiani, untuk tidak bersukacita dalam merayakan Natal Yesus, walau saat ini dunia dan bangsa kita tengah dilanda Covid-19.
Sebuah ungkapan latin ini, mungkin dapat meneguhkan kita, yakni: “Amor Omnia Vincent”, artinya cinta mengalahkan segalanya, mengalahkan kebencian, mengalahkan kesedihan, mengalahkan dukacita karena Covid-19. Sebab cinta adalah Allah sendiri yang menjelma dalam diri Yesus Sang Putra Natal.
Dan tema Natal Nasional tahun 2021 ini, yakni “Cinta Kasih Kristus Yang Menggerakan Persaudaraan (1Petrus 1: 22). Tema ini menurut hemat saya sangat pas dengan situasi dan kondisi bangsa kita saat ini, yang sedang dilanda dan dihantui wabah Covid-19. Virus asal Wuhan China ini telah mengubah tatanan pada segala aspek kehidupan manusia entah itu spiritual, sosial, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.
Oleh karena itu, situasi yang demikian menuntut dan sekaligus menggugah kesadaran nurani kita bahwa kita diciptakan oleh Allah sebagai citraNya, dan juga sebagai makhluk sosial. Dan konsekuensi sebagai citraNya adalah ketika Allah Mahamurah, maka kita harus bermurah hati terhadap sesama, dan sebagai makhluk sosial, maka konsekuensinya adalah kita harus “ada” bagi sesama yang lain, atau homo homini socius.
Dengan demikian, Natal Yesus, hanya akan menjadi bermakna menjadi Natal kita, ketika kita bisa mewujudkan tema di atas, dalam situasi yang sedang kita alami saat ini. Dan sesungguhnya sebagai murid dan pengikut Yesus, adalah suatu keharusan bagi kita untuk mewujudnyatakan cinta kasih Kristus melalui gerakan solidaritas kemanusiaan, untuk bencana kemanusiaan saat ini, yang tidak hanya Covid-19, tetapi juga bencana-bencana kemanusiaan lainnya.
Ini juga merupakan perwujudan dari iman kita kepada Yesus, Sang Putra Natal, yang juga lahir ditempat yang tidak manusiawi.
Namun, Maria dan Yusuf tidak larut dalam situasi yang demikian, melainkan mereka tetap merasakan sukacita kelahiran Yesus, dengan kidung indah nan merdu para malaikat Surga. Situasi yang sama pun kita alami saat ini. Walau konteksnya berbeda, yakni kita merayakan Natal Yesus dalam suasana pandemi Covid-19, namun tidak mengurangi kesakralan dan sukacita Natal.
Sebab sukacita Natal yang diharapkan oleh Yesus Sang Putra Natal adalah ketika cinta kasihNya dapat menggerakan persaudaraan satu dengan yang lain, sebagai satu keluarga dalam Allah, dengan menjadi “saudara” bagi sesama tanpa memandang, suku, agama dan budaya, di tengah situasi yang sulit kehidupan manusia.
Dan tentunya hal ini dapat terwujud, manakala kita disadarkan oleh suatu kesadaran bahwa Tuhan hadir dalam diri sesama, khususnya mereka yang menderita, mereka yang berkekurangan, mereka yang membutuhkan uluran tangan kita, maka itu kita lakukan untuk Tuhan sendiri (bdk. Mat. 25: 40).
Dan sesungguhnya Yesus Sang Putra Natal datang ke dunia untuk membawa kabar sukacita, untuk menyelamatkan kita dari situasi yang sulit dalam hidup kita.
Namun, yang perlu kita sadari pula bahwa Tuhan tidak pernah menjanjikan langit itu selalu biru, bunga selalu mekar, dan mentari selalu bersinar.
Tetapi, ketahuilah bahwa Dia selalu memberikan pelangi di setiap badai. Tawa di setiap air mata. Berkat di setiap cobaan, dan jawaban dari setiap doa.
Oleh karena itu, bisa jadi Tuhan membiarkan situasi seperti saat ini yang kita alami terjadi, sebagai ujian kedewasaan iman kita, dan juga ujian sekaligus kesempatan kepada kita untuk mewujudnyatakan iman kita melalui perbuatan baik, melalui sikap kepedulian, sikap empati dan welas asih kepada sesama yang menderita, dan yang berkekurangan.
Itu artinya bahwa pasti selalu ada hikmah di balik setiap peristiwa dalam hidup kita. Dan bisa jadi juga Tuhan mendidik kita melalui cara yang demikian, agar kita semakin mendekatkan diri kepadaNya.
Demikianlah Tuhan membentuk karakter kita manusia, yakni olah pikir, olah hati, olah rasa dan olah raga, agar kita peka dan segera beraksi. Dan inilah yang membedakan kita manusia sebagai makhluk yang berakal budi, yang memiliki kehendak dan hati nurani dengan binatang.
Tetapi, fakta menunjukkan bahwa dewasa ini, banyak manusia yang masih memiliki akal budi, namun kehendak bebas dan hati nurani telah tumpul, akibat keegoisan dan kesombongan, serta merasa diri, dan kelompoknya paling pintar dan paling benar.
Dan oleh karena keegoisan serta kesombongnya-lah, maka manusia pertama jatuh dalam dosa. Akibatnya mereka meninggalkan taman Eden, yang berarti meninggalkan Allah.
Dengan demikian, sesungguhnya Allah menghendaki agar kita setia dan taat kepadaNya. Sebab, sesungguhnya bukan Allah yang meninggal kita, tetapi kita-lah yang meninggalkan Allah, meninggalkan taman Eden atau taman Firdaus atau Surga, untuk setia dan taat pada allah-allah yang lain, seperti ular (iblis) yang membujuk rayu manusia pertama, sehingga jatuh ke dalam dosa.
Dan untuk memulihkan hubungan antara manusia dengan Allah yang telah rusak itu, maka Allah yang adalah maha pengampun dan belaskasihan, berinisiatif memperbaikinya dengan mengutus Putra-Nya, yakni Yesus Kristus Sang Mesias, putra Natal. Dia adalah Juru Damai dan Juru Selamat umat manusia.
Dan dengan mengutus Putra-Nya, ke dunia itu artinya Allah tidak meninggalkan dan membiarkan manusia sebagai CitraNya tetap hidup dalam situasi dosa, melainkan hidup sebagai manusia baru atau bebas dari perbudakan dosa manusia lama.
Oleh karena itu, maka, peristiwa Natal harus menjadi momentum pembaharuan diri untuk berubah dan berbuah, yakni pertobatan. Juga Natal adalah momen berahmat untuk mendekatkan diri kita serta menenteramkan hati yang cemas, gelisah, kuatir, akibat Covid-19 yang melanda kita hingga saat ini.
Namun, saat rahmat hanya mungkin terjadi apabila setiap kita membuka hati untuk dijadikan palungan bagi kelahiran Yesus Sang Putra Natal.
Sebab, jika Yesus Sang Raja Damai bertahta dan merajai di hati kita, maka seluruh hidup kita akan menjadi damai, tenang dan tenteram menghadapi berbagai situasi yang dialami, seperti saat ini di tengah masa pandemi Covid-19.
Dan mengingat, perayaan Natal di zaman modern ini, sepertinya sudah bergeser menjadi perayaan “hura-hura”, yang lebih menampilkan ritus kemeriahan dan kemewahan tanpa makna.
Namun, jika kita sungguh-sungguh memaknai peristiwa Natal, sesungguhnya Yesus Sang Putra Natal lahir dan hadir dalam serba kesederhanaan, dan kebersahajaan, sebagai manusia yang paling hina dan sangat memprihatinkan. Inilah bentuk solidaritas Allah terhadap hidup manusia yang hidup serba “terbatas”. akibat Covid-19.
Dengan demikian, Allah ingin selalu berbela rasa kepada manusia, dengan mengambil bagian dalam keadaan sebagai manusia lemah dan tak berdaya.
Oleh karena itu, hendaknya kita juga memiliki hati yang berbela rasa kepada sesama, berkat Cinta Kasih Kristus Yang Menggerakan Persaudaraan, satu dengan yang lain melalui sikap saling peduli, saling berempati, saling mengingatkan untuk taat dan patuh terhadap protokol kesehatan, di masa pandemi Covid-19 ini, untuk saling mengampuni atau memaafkan.
So, hanya dengan hati yang penuh Cinta Kasih Kristus, yang tergerak dan bergerak untuk bertindak, untuk kemanusiaan, itulah perayaan Natal menjadi lebih bermakna.
Natal Yesus Menjadi Natal Kita
Kata “Natal” berasal dari ungkapan bahasa Latin Dies Natalis (Hari Lahir). Dalam bahasa Inggris perayaan Natal disebut Christmas, dari istilah Inggris kuno Cristes Maesse (1038) atau Cristes-messe (1131), yang berarti Misa Kristus.
Christmas biasa pula ditulis Χ’mas, suatu penyingkatan yang cocok dengan tradisi Kristen, karena huruf X dalam bahasa Yunani merupakan singkatan dari Kristus atau dalam bahasa Yunani Chi–Rho.
Sedangkan Natal dalam bahasa Portugis yang berarti “kelahiran” adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus.
Namun, perayaan Natal tahun ini, masih sama seperti tahun lalu. Mengapa? Sebab perayaan Natal tahun ini, masih dirayakan dalam situasi Covid-19.
Dengan demikian, nuansa dan aromanya masih sama. Namun yang terpenting adalah selalu ada sukacita Natal, di saat ada damai di hati kita, ada damai di hati keluarga dan ada damai di hati sesama.
Jadi, jika itu yang terjadi, maka kita layak dan pantas untuk merayakan Natal Yesus menjadi Natal kita juga., ketika ada ruang untuk pengampunan atau ruang untuk berdamai.
Hal ini bisa terjadi, jika kita sungguh rendah hati dan mau bertobat, yang berarti kita lahir secara baru, maka Allah akan menyambut kita dengan sukacita dan Allah takkan pernah meninggalkan bahkan takkan melupakan kita. Itulah arti Natal (Nama Anda Takkan Allah Lupa).
Lebih jauh, kalau direnungkan secara mendalam, bahwa kelahiran Yesus di kandang hewan, mau menunjukan kepada kita akan kesahajaan dan pengorbanan cinta Tuhan kepada kita manusia.
Jika, Allah saja mau berkorban demi keselamatan kita, maka kitapun harus bisa berkorban demi sesama. “Berkorban” bisa dalam arti kerelaan dan kerendahan hati kita, untuk mau mengakui bahwa kita bukanlah manusia yang sempurna, yang terkadang membuat kesalahan serta bersedia mengakui dan mau memaafkan kesalahan sesama.
Saat Natal adalah saat reformasi dan rekonsiliasi diri, baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama, sehingga kita lahir kembali sebagai manusia baru.
Selain itu, saat Natal adalah saat kita membuat komitmen dan target baru di tahun yang baru. Komitmen dan target baru, harus merupakan buah dari perayaan Natal, sehingga sekali lagi perayaan Natal, merupakan perayaan kelahiran baru kita, sebagai manusia baru dengan mindset dan harapan-harapan baru serta komitmen baru.
Demikianlah benang merah perayaan Natal dan Tahun Baru. Sebab tahun baru hanya akan bermakna, bila hidup kita telah di perbaharui dalam perayaan Natal.
Dengan demikian, berkat kelahiran baru, kita dapat hidup secara baru di tahun yang baru dengan asa yang baru. Jadi, setiap pribadi yang dilahirkan secara baru, selalu mendapatkan rahmat yang baru, yakni rahmat keselamatan.
Maka, konsekuensinya adalah bahwa rahmat keselamatan yang kita terima dari Allah itu, harus menjadikan kita sebagai sarana dan saluran keselamatan bagi sesama.
Untuk itu, kita harus benar-benar menjadi tanda kehadiran Allah di dunia ini, yang ditampakan lewat cara hidup, cara bersikap, cara berperilaku, cara bertutur kata yang sopan dan perbuatan yang santun, serta menyenangkan hati Tuhan dan sesama.
Kalau demikian adanya, maka sekali lagi, Natal dimaknai tidak hanya sebagai moment peringatan hari kelahiran Yesus, tetapi juga momen kelahiran kita dari manusia lama dengan cara hidup yang lama menjadi manusia baru, dengan cara hidup yang baru.
Ini hanya akan terwujud, jika kita memiliki komitmen yang kuat untuk menjadi manusia yang baru, yang berarti kita harus sungguh-sungguh bertobat.
Bertobat, tidak cukup hanya dengan niat saja, tetapi harus diwujudkan dalam perubahan cara berpikir (mindset) yang akan tampak dalam cara hidup.
Ini mengandaikan juga bahwa kita harus memiliki komitmen yang kuat dengan diri kita sendiri. Jika kita tidak memiliki komitmen yang kuat untuk berubah atau bertobat, berarti Natal, tidak lebih dari sebuah ritus keagamaan yang rutin tiap tahun, kita rayakan, namun tanpa makna.
Akhirnya, perayaan Natal, harus merupakan revolusi mental bagi kehidupan kita umat kristiani. Revolusi mental dalam arti kita harus bisa lahir secara baru dalam segala aspek kehidupan. Atau dengan lain kata, Natal harus merupakan proses metemorvosis kehidupan, dari manusia lama menjadi manusia baru.
Jika cara hidup kita yang lama berubah menjadi cara hidup yang baru, maka Natal memiliki makna bagi hidup kita, yakni kita lahir jadi manusia, yang memiliki hati dan budi yang baru.
Itulah Natal Yesus yang menjadi Natal kita.
“Kamu adalah terang Natal, ketika kamu menerangi jalan hidupmu dan hidup sesamamu dengan kebaikan, kesabaran, kegembiraan dan kemurahan hatimu”…Paus Fransiskus.
“Malaikat Natal adalah kamu, ketika kamu menyanyi untuk dunia dengan pesan perdamaian, keadilan dan cinta kasih”…Paus Fransiskus
Selamat merayakan Natal 25 Desember 2021