Borong, Vox NTT- Stefanus Gandi (SG) Institut menggandeng Perennial Institut menggemakan literasi dan misi kemanusiaan di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan dengan cara road show di Pulau Flores ini, mulai dari Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat hingga Larantuka Flores Timur.
Pada Kamis (20/01/2022), kelompok penggerak literasi ini menggelar seminar dengan tema ‘Urgensi Literasi Jurnalistik, Kewirausahaan, dan Digital di Era Disrupsi’ di Seminari Pius XII Kisol, Kabupaten Manggarai Timur.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur SG Institut Stefanus Gandi mengatakan, sekolah di seminari tidak harus menjadi pastor. Seminari sendiri adalah lembaga pendidikan bagi calon pastor Katolik Roma.
“Sekolah di seminari itu tidak harus menjadi pastor, mohon maaf romo, kita bisa menjadi pastor di mana pun meneruskan karya-karya gereja,” kata Direktur Indonjet Aviasi di Bali itu.
Menurut dia, karya-karya pastoral bisa juga menjelma menjadi pengusaha dan bisa mempekerjakan orang.
“Itu bagian dari karya gereja, syukur kalau bisa ditahbis tapi kalaupun tidak bisa menjadi pengusaha,” katanya.
Stefan mengaku, dirinya saat ini sebagai pengusaha berbasis teknologi di perusahaan aviasi yang bergerak di bidang privat jet. “Saya memulai usaha saya sejak tahun 2005 sampai saat ini tetap berkembang,” imbuh dia.
Dalam konteks berbisnis, sebagai sesama orang Manggarai, menurut dia, semua memiliki potensi yang sama. Hanya saja berdasarkan pengamatan dan pengalamannya, poin yang membedakan orang Manggarai dan orang luar adalah terletak pada mindset dan keberanian.
Orang sukses, kata dia, tidak berawal dari tumpukan uang. Namun berawal dari pola pikir bagaimana menghasilkan uang tanpa uang.
“Ide itu bisa menghasilkan uang dan saya sudah lakukan. Saya dari keluarga yang tidak berada, mereka hanya menyekolahkan saya sampai di SMA, selebihnya saya kuliah biaya sendiri sampai menyelesaikan magister hukum,” kisah Stefan.
Masih seputar mindset dan keberanian, Stefan mencontohkan ketika bertemu orang sukses kebanyakan pasti kaku.
Padahal menurut Stefan, sikap tersebut mesti dihindari. Jika ingin sukses sebagai pengusaha, maka harus percaya diri dan menjadi pemimpin untuk banyak orang.
“Bagaimana kita memulai usaha kita tanpa uang yang begitu banyak, kekuatan pikiran itu penting menghasilkan apapun yang kita bisa, saya selalu membuat afirmasi tentang hal-hal yang positif,” jelas Stefan.
Terpisah, Dr. Mantovanny Tapung, Sektretaris Eksekutif Perenial Institut menjelaskan, road show bertajuk ‘gemakan literasi dan kemanusiaan’ tersebut menyasar pada lima (6) seminari, lima (5) kampus dan satu (1) SMK di Pulau Flores.
Kelima seminari yakni, Seminari Pius XII Kisol pada 20 Januari, Seminari St. Paulus KPA Mataloko pada 21 Januari, Seminari St. Yohanes Berchmans Todabelu pada 21 Januari, Seminari Menengah St. Maria Bunda Segala Bangsa Maumere pada 24 Januari, Seminari Menengah Hokeng pada 25 Januari, dan Seminari Tinggi Ledalero dan Retapiret pada 24 Januari.
Tidak hanya itu, dalam program tersebut juga menyasar pada lima (5) kampus. Kelimanya, yakni Unika St. Paulus Ruteng pada 18-19 Januari, Sekolah Tinggi Pertanian Ngada pada 21 Januari, Sekolah Tinggi Pastoral Akmaresa Ende pada 22 Januari, Unipa Indonesia Maumere pada 25 Januari, dan Sekolah Tinggi Pastoral Reinha Larantuka pada 26 Januari, serta satu SMK yakni SMK Swakarsa Ruteng pada 17 Januari.
Kegiatan ini berangkat dari kegelisahan umum tentang laju digitalisasi yang merambah banyak sektor kehidupan. Apalagi dampaknya masif dan hampir lepas kendali.
Kegiatan road show sedang dan akan terus berlangsung dari tanggal 14 Januari di Labuan Bajo, Manggarai Barat hingga tanggal 27 Januari 2022 di Larantuka, Flores Timur.
Tema Seminar Mencerahkan
Sementara itu, Kepala SMA Swasta Seminari Pius XII Kisol Pastor Eduardus Sateng Tanis menjelaskan, tema“Urgensi Literasi Jurnalistik, Kewirausahaan, dan Digital di Era Disrupsi” tentu akan memberikan sebuah vision dan pencerahan. Itu terutama hal yang perlu dilakukan dalam konteks dunia pendidikan di SMP-SMAS Seminari Pius XII Kisol.
“Sambil kita melihat realitas saat ini, sebab-sebabnya, gejala-gejala yang tampak di depan mata, pun titik-titik yang tersembunyi yang perlu kita sadari. Terima kasih atas kesediaan para pembicara sekalian, meskipun melalui pembicaraan informal, berkenan memberikan sumbangan yang sangat berharga untuk kami semua di Sanpio ini,” kata Pastor Ardus dalam sambutannya.
Bagi SMP-SMAS Seminari Pius XII Kisol, kata dia, kegiatan ini merupakan salah satu cara merayakan arti penting Sekolah Penggerak. Sebagaimana diamanatkan oleh Mas Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi bahwa tujuan program Sekolah Penggerak adalah mewujudkan visi reformasi pendidikan Indonesia yang fokus kepada pengembangan hasil belajar siswa sesuai Profil Pelajar Pancasila.
Pastor Ardus menjelaskan, Profil Pelajar Pancasila memiliki enam dimensi karakter, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong, dan berkebinekaan global.
“Saat ini, kita telah memasuki semester 2 untuk implementasi Kurikulum Sekolah Penggerak, atau yang akhir-akhir ini disebut juga Kurikulum Prototipe 2022,” katanya.
Menurut Pastor Ardus, kurikulum dan program ini sendiri masih menuai pro-kontra, kritik di sana-sini, dan lain sebagainya.
“Terakhir kemarin, kami masih harus menjawabi survei tentang bagaimana kelanjutan program ini ke depan,” imbuh dia.
Sementara itu, pada tahun 2024, program dan Kurikulum Sekolah Penggerak ini harus sudah diimplementasikan serentak di semua jenjang pendidikan di seluruh Indonesia.
Penulis: Ardy Abba