Ende, Vox NTT- Direktur Stefanus Gandi Institut, Stefanus Gandi, mengajak para mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral (STIPAR) Atma Reksa Ende untuk mulai menggunakan platform digital jika ingin berbisnis.
Menurut dia, dalam era 4.0 tentu saja terjadi lompatan teknologi yang dahsyat dan terjadi begitu cepat.
Dampak era revolusi industri 4.0 ini tentu sengat besar bagi dunia industri juga perilaku di masyarakat.
Dalam bidang industri, yang sebelumnya masih mengandalkan tenaga manusia dalam proses produksi barang. Namun saat ini barang dibuat secara masal dengan menggunakan mesin dan berteknologi canggih.
“Keadaan seperti ini dikenal sebagai revolusi industri 4.0. Saya memulai bisnis pariwisata dengan hampir tidak ada modal belum cukup pengetahuan, saya belajar otodidak saja dan terus belajar tentang perkembangan teknologi,” kata Direktur Indojet Sarana Aviasi itu saat seminar di STIPAR Ende, Sabtu (22/01/2022).
Tidak dapat dipungkiri, lanjut dia, perlahan semua sudah beralih ke arah digital. Sehingga interaksi antara manusia dan teknologi sudah tidak terelakkan lagi. Tingkat ketergantungan manusia dengan smartphone pun begitu tinggi.
“Kalau di kota-kota pemenuhan kebutuhan kini sudah tersedia secara digital, mulai dari jual-beli, jasa, hingga transaksi pembayaran. Misalnya, di kota ada aplikasi Sayurbox, sebuah aplikasi digital yang menjual segala jenis sayur secara online,” ujar Stefan.
Contoh lain, sebut Stefan, aplikasi facebok yang bisa di-download kapan saja di play store. Ia pun mengajak para mahasiswa agar memanfaatkan facebok tidak hanya alat komunikasi dan bersenang-senang saja, tetapi harus bisa berpikir untuk mendapatkan uang.
Menurut Stefan, facebook adalah platform media sosial dengan basis pengguna yang besar di Nusa Tenggara Timur. Karena itu, potensi ini harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penjualan produk atau dalam bidang bisnis lainnya.
“Harus bisa memanfaatkan bahwa di era digital ini paling kurang orang memegang gadget. Facebook marketing telah menjadi strategi pemasaran wajib, terutama bagi bisnis online,” katanya.
Stefan menambahkan, modal dasar untuk memulai sesuatu yakni keberanian. Modal usaha tidak menjadi belenggu, namun menanamkan mindset positif.
Sementara itu, Ketua STIPAR Atma Reksa Ende RD. Frederikus Dhedhu, Lic mengatakan, seminar literasi jurnalistik dan kewirausahaan sangat terkait dengan medan pastoral katekis zaman ini.
“Dunia digital dengan seluk beluknya menjadi tantangan tersendiri bagi karya pewartaan Gereja,” jelas Pastor Frederikus dalam sambutannya saat membuka kegiatan seminar.
Menurut dia, era digital membawa perubahan luar biasa di berbagai bidang di hampir seluruh belahan dunia. Sekarang lebih dari jutaan manusia di seluruh Indonesia telah menggunakan internet.
Teknologi digital setidaknya membawa perubahan dahsyat dalam hal konektivitas, divergensi, identitas, pengetahuan, dan bisnis/perdagangan.
Peranan teknologi informasi dan komunikasi di era globalisasi telah menempatkan pada posisi yang amat strategis karena menghadirkan suatu dunia tanpa batas, jarak, ruang, dan waktu, yang berdampak pada peningkatan produktivitas dan efisiensi.
Dikatakan, pengaruh globalisasi dengan penggunaan sarana teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah pola hidup masyarakat, dan berkembang dalam
tatanan kehidupan baru dan mendorong terjadinya perubahan sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum .
“Dalam bidang keagamaan, hadirnya internet membawa pengaruh yang luar biasa. Gereja berhadapan dengan era, di mana ruang-ruang liturgus tidak bisa dibatasi lagi pada gedung-gedung gereja,” jelas Pastor Frederikus.
Dia menambahkan, gereja menemukan umatnya melalui dunia zoom, youtube dan berbagai aplikasi internet. Di sisi lain, banyaknya praktik-praktik keagamaan sesat mengguncang iman umat. Maraknya sekte-sekte yang menyebarkan ajaran palsu lewat media-media sosial seperti facebook dan WhatsApp menjadi tantangan tersendiri.
“Apa nasihat terbaik di tengah era digital ini yang boleh ditawarkan sebagai jalan keluar? Sama seperti alat dan sarana teknologinya, media internet, media sosial tidak bisa disalahkan, karena semua alat
dan sarana tersebut ada di tangan dan otak manusia yang menggunakan,” pungkas Pastor Frederikus.
Mungkin pilihan terbaik, lanjut dia, adalah menggunakan internet atau teknologi apapun secara positif dan sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian, memakai internet untuk konektivitas dan interaktivitas yaitu sebagai sarana komunikasi dan informasi, hubungan interpersonal. Juga digunakan untuk pemberdayaan dan peningkatan partisipasi di bidang ekonomi, sosial dan politik.
“Kehadiran para narasumber pada hari ini memberikan kita wawasan, bagaimana ruang-ruang digital tersebut digunakan secara tepat dan membantu kita dalam mengembangkan karya-karya positif di tengah masyarakat,” katanya.
Karena itu, Pastor Frederikus berharap seminar ini membuka wawasan mahasiswa
akan peluang-peluang di dunia digital dan menjadikan mahasiswa memiliki etika dalam menggunakannya.
Menurut dia, salah satu keutaman sebagai orang yang beretika adalah memiliki kebijaksanaan. Bijaksana dalam memilih berita dan informasi yang benar; bijaksana juga dalam mengirimkan dan mengunduh hal-hal yang bermanfaat.
“Banyak orang menjadi tidak bijaksana di dunia digital karena lebih sering melalaikan apa yang seharusnya dilakukan, daripada dengan sengaja melakukan apa yang seharusnya dihindari,” katanya.
Penulis: Ardy Abba