Ende, Vox NTT- Sekretaris Perennial Institut, Dr. Mantovanny Tapung, kerap menekankan makna penting keterampilan 4C dalam setiap sambutan di berbagai tempat pada kegiatan kirab literasi se-daratan Flores.
Kegiatan road show literasi dan kemanusiaan ini bekerja sama dengan Stefanus Gandi (SG) Institut mulai dari Labuan Bajo, Manggarai Barat hingga Larantuka, Flores Timur.
Menurut Manto, di era revolusi industri 4.0 diperlukan suatu keterampilan yang dapat mengantarkan sesorang untuk sukses dalam kehidupannya.
Keterampilan tersebut yakni 4C. Keempatnya antara lain, keterampilan Critical thinking, Communication, Creative thinking, dan Collaboration.
Ia menjelaskan, berpikir kritis merupakan kemampuan untuk bisa membedakan mana yang baik, mana yang benar, dan mana yang salah, serta apa yang harus dilakukan.
“Apa yang tidak pantas dilakukan karena tidak semua yang masuk dalam diri kita bermanfaat tapi sebenarnya,” imbuh dosen di Unika St. Paulus Ruteng itu saat seminar bertajuk “Literasi Jurnalistik dan Kewirausahaan di Era Digital” di Sekolah Tinggi Pastoral (STIPAR) Atma Reksa Ende, Sabtu (22/01/2022).
Kemudian berpikir kreatif, menurut dia, orang-orang zaman sekarang kalau tidak kreaktif maka akan mati sebelum meninggal dunia. “Karena itu, kita terus berpikir kritis, berpikir kreatif dan berinovasi,” katanya.
Kemudian berkolaborasi menurut dia, manusia tidak mungkin bisa hidup tanpa bekerja sama dengan orang lain. Kemudian, hasil kerja tidak maksimal kalau tidak bisa berkolaborasi dengan orang lain.
“Sekarang bukan saatnya berkompetisi lagi tetapi berkolaborasi,” jelas Manto.
Lalu, berkomunikasi menjadi sangat penting ketika bekerja sama dengan orang lain. “Untuk masuk dalam dunia sekarang ini bukan Univers, sekarang ini standar dasar untuk berkomunikasi adalah bahasa Inggris, selain bahasa Indonesia,” jelas Manto.
Sementara itu, saat seminar tersebut Direktur SG Institut, Stefanus Gandi, mengajak para mahasiswa STIPAR Atma Reksa Ende untuk mulai menggunakan platform digital jika ingin berbisnis.
Menurut dia, dalam era 4.0 tentu saja terjadi lompatan teknologi yang dahsyat dan terjadi begitu cepat.
Dampak era revolusi industri 4.0 ini tentu sengat besar bagi dunia industri juga perilaku di masyarakat.
Dalam bidang industri, yang sebelumnya masih mengandalkan tenaga manusia dalam proses produksi barang. Namun saat ini barang dibuat secara masal dengan menggunakan mesin dan berteknologi canggih.
“Keadaan seperti ini dikenal sebagai revolusi industri 4.0. Saya memulai bisnis pariwisata dengan hampir tidak ada modal belum cukup pengetahuan, saya belajar otodidak saja dan terus belajar tentang perkembangan teknologi,” kata Direktur Indojet Sarana Aviasi itu.
Tidak dapat dipungkiri, lanjut dia, perlahan semua sudah beralih ke arah digital. Sehingga interaksi antara manusia dan teknologi sudah tidak terelakkan lagi. Tingkat ketergantungan manusia dengan smartphone pun begitu tinggi.
“Kalau di kota-kota pemenuhan kebutuhan kini sudah tersedia secara digital, mulai dari jual-beli, jasa, hingga transaksi pembayaran. Misalnya, di kota ada aplikasi Sayurbox, sebuah aplikasi digital yang menjual segala jenis sayur secara online,” ujar Stefan.
Contoh lain, sebut Stefan, aplikasi facebok yang bisa di-download kapan saja di play store. Ia pun mengajak para mahasiswa agar memanfaatkan facebok tidak hanya alat komunikasi dan bersenang-senang saja, tetapi harus bisa berpikir untuk mendapatkan uang.
Menurut Stefan, facebook adalah platform media sosial dengan basis pengguna yang besar di Nusa Tenggara Timur. Karena itu, potensi ini harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penjualan produk atau dalam bidang bisnis lainnya.
“Harus bisa memanfaatkan bahwa di era digital ini paling kurang orang memegang gadget. Facebook marketing telah menjadi strategi pemasaran wajib, terutama bagi bisnis online,” katanya.
Stefan menambahkan, modal dasar untuk memulai sesuatu yakni keberanian. Modal usaha tidak menjadi belenggu, namun menanamkan mindset positif.
Penulis: Ardy Abba