Maumere, Vox NTT- Direktur Stefanus Gandi (SG) Institut, Stefanus Gandi, mengajak para Frater di Seminari Tinggi Interdeosesan Santo Petrus Ritapiret asal Manggarai Raya untuk membangun daerahnya dengan gagasan-gagasan brilian.
“Ketika saya masuk tadi di sini, saya melihat tampak sunyi tempat orang-orang yang cerdas dan punya gagasan brilian berkumpul dan belajar,” kata Stefan saat seminar bertajuk ‘Manggarai Raya dan Urgensi Literasi Jurnalistik Kewirausahaan dan Digital di Era Disrupsi’ di Aula Saint Peter’s Hall Ritepiret, Senin (24/01/2022) malam.
Sebab itu, ia mengajak para Frater asal Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur) yang terkenal dengan konsep dan pemikiran konstruktif untuk membangun daerah asalnya.
Tentu yang dibutuhkan saat ini, kata dia, adalah konsep dan gagasan. Sebab, para Frater juga merupakan bagian dari generasi penerus Manggarai Raya.
“Kita jangan terlalu berharap Manggarai di tangan politisi yang oportunis,” ujar Stefan.
Ia kemudian mengisahkan saat membawakan materi pada seminar di Seminari Bunda Maria Segala Bangsa Maumere, Senin siang.
“Tadi saat seminar di Seminari Bunda Maria Segala Bangsa Maumere, ada siswa bertanya apakah Pastor bisa berbisnis,” ungkap Direktur Indojet Sarana Aviasi itu.
Ia lantas mulai menjawab dengan menjelaskan bahwa saat ini realita kehidupan para imam sedang diperhadapkan dengan tantangan umat.
Stefan menyebut misalnya, tantangan indeks prestasi manusia yang rendah dan ekonomi umat yang kian merosot. Di tengah situasi demikian menurut Stefan, para imam atau pastor tidak boleh mundur, sebab dia juga merupakan seorang pemimpin.
“Apalagi kalau SK penempatan pada daerah-daerah terpencil, maka peran pastor juga adalah bagaimana menghidupkan ekonomi umatnya,” katanya.
Umat, lanjut dia, menitipkan harapan besar kepada pastor untuk memberikan langkah dan gagasan konstruktif demi menjawab keterpurukan ekonomi mereka.
Stefan menambahkan, para imam merupakan orang yang diutus untuk ‘memanusiakan’ manusia dan menghidupkan nilai tentu saja dituntut agar lebih kreatif dalam melihat peluang dan memberikan manfaat bagi kehidupan umat.
“Jadi, kalau dalam bahasa awam saya, saya kalau menilai seorang pastor dalam perspektif saya, begini pastor itu tidak hanya berdiri di mimbar memberikan khotbah, membagi hosti dan merayakan perayaan Ekaristi tetapi pastor juga dituntut untuk menciptakan lapangan pekerjaan,” tegas Stefan.
Terpisah, Frater Rikardus Mantero, SVD yang juga sebagai moderator dalam seminar tersebut menegaskan, permintaan untuk memberikan kontribusi gagasan dalam membangun Manggarai Raya sangat penting.
“Karena kami di sini kan belajar banyak hal dan apa yang kami belajar itu perlu dibagikan supaya mengembangkan kita punya kehidupan menjadi lebih baik,” katanya saat diwawancarai VoxNtt.com usai seminar.
Sebagai wujud kepedulian para Frater untuk membangun Manggarai Raya, kata Riki, dibuktikan dengan berbagai tulisan yang memuat beragam gagasan konstruktif, baik di media lokal maupun nasional.
Beragam tulisan para Frater ke media lebih kepada keprihatian sosial mereka terhadap kondisi miris masyarakat yang belum tersentuh dengan baik oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
“Apa yang akan belajar di sekolah kemudian kami kaitkan dengan situasi sosial dan kemudian kami tuangkan dalam tulisan-tulisan,” kata Frater Riki.
Ada banyak kegiatan sosial juga pernah dilakukan para Frater seperti melakukan gerakan menanam pohon. Gerakan ini sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat dan bentuk keberpihakan terhadap keberlangsungan ekologi.
Gundah
Sementara pamateri lain, Emanuel Dewata Oja, pengurus PWI Bali sekaligus Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) mengaku gundah setelah melihat fenomena praktik politik identitas di tahun politik.
Jualan politik identitas seperti suku dan agama belakangan ini ternyata menjadi laku saat ajang pesta demokrasi demi meraup kemenangan.
“Politik identitas nanti akan sangat laku di tahun politik, orang sudah mulai mempertentangkan agama-agama B suku A, suku B, orang mulai mempertentangkan itu dan menimbulkan keresahan yang sangat-sangat komunal,” ujar Edo.
Parahnya, lanjut dia, propaganda politik identitas menggunakan media sosial hingga akhirnya masif. Fenomena hoaks lewat platform media sosial saat suksesi politik tentu saja berseliweran.
“Dan, ini yang saya ingin mengajak kita, mari kita bicara, mari kita berpikir bersama bahwa tahun 2022 mulai sampai 2024 itu adalah tahun politik,” kata Edo.
“Adik-adik pasti sempat memantau lah bagaimana Pilkada Manggarai beberapa waktu lalu, perang di media sosial kencang,” imbuh dia.
Sebagai solusi praktis, Edo mengajak para Frater dari Manggarai Raya tersebut untuk membangun sebuah lembaga sekelas Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
Lembaga ini nantinya diharapkan untuk melakukan kajian kebijakan, serta advokasi publik dan pendidikan publik di Manggarai Raya.
“Lembaga ini nanti menjadi refrensi publik yang muaranya untuk memberikan edukasi untuk memberikan gagasan kritis,” katanya.
Penulis: Ardy Abba