Kupang, Vox NTT- Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Nusa Tenggara Timur mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus Notaris/PPAT Albert Wilson Riwu Kore.
Sebelumnya, Albert Riwu Korea dilaporkan oleh Junus Laiskodat dari BPR Christa Jaya atas dugaan penggelapan sertifikat.
Polisi kemudian mengeluarkan SP3 pada 17 Januari 2022 yang ditandatangani oleh Kombes Pol. Eko Widodo selaku Dirreskrimum Polda NTT.
BACA JUGA: PH BPR Krista Jaya Yakin Laporan Terhadap Alber Riwu Kore Penuhi Unsur Pidana
Selanjutnya, sidang pra peradilan untuk SP3 laporan polisi terhadap Notaris Albert Riwu Kore oleh BPR Krista Jaya digelar di Pengadilan Negeri Kupang.
Albert sendiri mengapreasiasi pihak Polda NTT dalam upaya sidang Pra Peradilan terhadap kasus yang telah dilakukan SP3 tersebut.
“Atas semua proses ini saya apresiasi Polda NTT karena memang koridor hukumnya begitu,” kata Albert, Jumat (04/02/2022) petang.
BACA JUGA: Albert Riwu Kore Bantah Gelapkan Sertifikat Milik BPR Christa Jaya
Menurutnya, SP3 yang dilakukan pihak Polda NTT sudah sesuai aturan yang ada.
Untuk itu sebagai terlapor, ia memberikan apresiasi kepada Polda NTT dalam hal ini pihak penyidik yang menangani kasus tersebut.
“Bahwa kasus ini secara teori hukum arahnya ke perdata. Kemudian dibawa ke pidana. Namun sampailah pada satu titik kesimpulan kasus ini tidak cukup bukti maka keluarlah SP3,” terang Albert.
Diakuinya, dengan adanya SP3 maka semakin jelas bahwa upaya pihak pelapor untuk mencari celah hukum untuk menyudutkan dirinya semakin sempit, bahkan tidak ada ruang lagi.
“Kasus ini pernah diadukan secara perdata dan mereka kalah 4 kali,” tandas Albert.
Namun, Albert menghargai langkah hukum yang diambil pihak pelapor dengan melakukan Pra Peradilan terhadap putusan SP3 oleh Polda NTT.
“Ketika pihak pelapor menempuh jalur Pra Peradilan maka itu adalah jalur hukum yang benar dan kita sangat menghargai apa yang menjadi hak pelapor,” ungkapnya.
Ia pun bersabar menanti putusan yang dijadwalkan tanggal 9 Februari 2022 nanti.
“Kita menunggu hasil putusan nanti. Baru setelah itu kita ambil langkah hukumnya,” katanya.
Diduga Saksi Berikan Keterangan Palsu
Meski demikian, dalam sidang pemeriksaan saksi Albert menduga adanya saksi yang memberikan keterangan palsu.
Kata dia, salah seorang saksi dalam persidangan Pra Peradilan atas SP3 Laporan Polisi BPR Christa Jaya terhadap Notaris Albert Riwu Kore, diduga memberikan keterangan palsu.
Fakta hukum sebenarnya tidak sesuai dengan apa yang disampaikan saksi tersebut di depan hakim. Keterangan disinyalir tidak sesuai dengan fakta hukum sebenarnya.
Salah satunya, demikian Albert, adalah keterangan saksi yang menyatakan bahwa pemecahan sertifikat induk tanpa diketahui pihak-pihak tertentu.
Yang mana, hal ini mampu dibuktikan bahwa pemecahan sertifikat induk diketahui pihak-pihak tertentu.
“Sebagai terlapor saya akan ambil langkah hukum setelah proses Pra Peradilan ini,” tegasnya.
Langkah hukum yang akan dilakukan adalah melaporkan saksi yang diduga memberikan keterangan palsu dipersidangan ke pihak kepolisian.
“Saya sangat mengharapkan pemberian keterangan palsu ini harus disidik oleh kepolisian untuk mendapatkan hal-hal yang sesungguhnya terjadi sehingga tidak gampang orang memberikan keterangan di pengadilan yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya,” tandas Albert.
Ia melanjutkan, ada aturan hukum yang mengatur tentang ancaman hukuman bagi saksi yang memberikan keterangan palsu di persidangan yaitu Pasal 242 KUHP.
“Ayat (2) pasal 242 KUHP menyebutkan hukumannya 9 tahun jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa,” jelasnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba