Jalanan Kota
Kring-kring…, Pip-pip…, Telolet…,
Wei-wei yang di sana…, Terminal, pelabuhan, pasar, berangkat..,
Ramai riuh tak karuan jalanan kota
Mereka berpacu dan berdalil dengan kegaduhan
Bermaksud mencairkan waktu yang padat
Kegirangan dan kesedihan merasuk, merajam bak pemazmur
Setiap harinya jalanan kota tetap gaduh tanpa ada yang melerai
Penuh jeruji-jeruji pembatas yang menengahkan satu dan yang lain
Sebab birokrasi tak biasa menjelma di jalanan kota untuk beramai riuh bersama
Sesak akan siksa mengakrabi kematian mereka tapi mimpi pada jalanan kota tidak terserempet
Kaki tak beralas dan kepala tak bertutup bergulat tak hentinya
Untuk menyumbat sejarah
Sebab hidup mereka sudah susah
Tidak mau jalanan kota terus menjadi tempat kematian yang lain nantinya
Terkucil dalam dunia sendiri dan klakson kendaraan menjadi potret setiap penyair yang bersyair
“Terlanjur terurai sudah
Untuk kali ini mari kita nikmati dulu klakson di jalanan kota ini
Tapi besok kita berbirokrasi”
Nanti Tuhan Marah
Sebatang kara bersama batang rokok di tangan
Bersantai di atas balkon rumah sambil mendengarkan adzan magrib
Aku anak pemula yang baru bermula-mula
Berkompetensi bersama waktu sambil memikirkan badai dan salju
Kapankah mereka menimpaliku?
Sepertinya ingin mati tapi adzan belum usai
Dan buku Heidegger belum juga selesai dibaca
Tapi tidak baik jika aku mati sia-sia
Nanti Tuhan marah
Baiklah aku bermimpi dahulu
Aku akan menjadi petani agar tetap merenung dan melihat tanah yang hitam
Sebab aku pemula yang bermula-mula dari tanah
Hendra Uran
Ritapiret/6/2/2022