Februari Akhir
Selamat malam Nara,
Nara rintikan hujan dan desiran angin yang berembus di Februari
Mengingatkan saya akan pertemuan
di September yang lalu
Pertemuan singkat di bawah naungan atap merah
Di dalam ruangan yang berlanskap putih
Orang-orang berhimpun di setiap sudut
Nara berdiri sendiri di pojok kanan ruang
Pertemuan yang membawa saya pada nikmatnya
Rasa gejolak cinta yang membuncah
Nara,
Apa Nara tahu bahwa mencintai tidak
semudah membalikkan telapak tangan?
Apa Nara tahu cinta itu membodohkan?
Dulu saya pikir, gejolak cinta itu adalah kenikmatan abadi,
Seperti menyeruput kopi dan pisang goreng di sore hari
Nyatanya Nara, tidak senikmat itu.
Nara,
September kau bawa saya pada panggung kehangatan
Februari kau bawa saya pada kesepian, dan krisis perhatian
Februari dan hujan menjadi bukti bahwa
Kisah kita telah usai
Sebelum usia memisahkan kita
Rindu
Selamat malam Nara,
Eembusan angin malam ini, membawa saya
pada perasaan kosong yang tak mungkin saya ceritakan
Tentang kosong yang tak mampu saya ungkapkan
dan kehangatan yang tidak bisa saya temukan dalam diri Nara.
Harapan semu yang kian menumpuk dalam hati
tentang kehangatan yang sekiranya bisa saya temukan
namun hanya kekosongan yang membeku,
menetap lama dalam sanubari.
Nara,
Dihadapkan dengan situasi sulit seperti ini
merapuhkan kekuatan yang saya jaga selama ini.
Dalam kekosongan ini, di sudut relung hati saya
ada sebuah kerinduan yang tidak terdefinisi.
Rindu yang meruntuhkan ketegaran hati saya
meluluhlantakkan segala sandiwara yang saya lakukan.
Waktu menggigilkan rasa, garis, dan batas.
Nara,
Apakah kau merasakan hal yang sama?
Karena rindu ini, kian menggebu
Menyelemuti raga ini,
yang terjebak di dinginnya semesta
Membekukan kebahagiaan ini
September Awal
Ketika saya melihat bulan bersinar terang malam ini
Saya teringat dengan rasa bahagia
yang terpancar dari wajahmu kala itu, Nara.
Seandainya Nara tahu,
di dalam ruangan segi empat
beralaskan jubin putih
Saya juga menahan debaran yang menggila di dalam hati
Di awal September
Di bawah atap merah
Kita, Nara dan saya duduk bersama di sudut ruangan
Berbincang bersama, menikmati setiap debaran
yang kian menggerogoti hati,
Memberangus ketidakpastian,
Menebaskan kehampaan,
Tak ada yang mampu menghentikan
Bahkan desiran angin yang terus menggoyangkan daun
Pun suara-suara binatang malam
Tak mampu mengalihkan atensi saya pada Nara
Perbincangan yang terjadi di September lalu
Menghangatkan relung hati
Membawa saya pada kebahagian yang tak dapat saya ekspresikan
Mengantar saya pada kenyamanan
yang tidak bisa saya hindari kedatangannya.
September, kasih sayang dan kehangatan
Terima kasih untuk perbincangan itu, Nara.
Dari saya yang terjebak di kota dingin.
Nara: panggilan umum untuk laki-laki di daerah Manggarai, Flores-NTT.
Tiara Gambur, mahasiswi Semester 4 pada STIPAS St Sirilus Ruteng, Manggarai Flores-NTT.