Ruteng, Vox NTT- Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit dikabarkan menonjobkan 25 pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai, baru-baru ini.
Juru bicara Fraksi Partai Demokrat DPRD Silvester Nado mengajak publik agar tidak terjebak dengan argumentasi hak prerogratif bupati di balik non job 25 pejabat tersebut.
“Jangan terjebak dengan argumentasi hak prerogatif. Negara kita adalah negara hukum. Untuk itu, kita wajib tunduk terhadap hukum yang berlaku,” ujar Silvester kepada VoxNtt.com, Minggu (13/03/2022).
Ia menegaskan, semua keputusan maupun kebijakan dalam menempatkan struktur birokrasi hendaknya berpijak pada regulasi yang lebih tinggi yakni PP No. 100 Tahun 2010 Jo. PP No. 13 Tahun 2012.
Jika 25 pejabat tersebut tidak sedang kena sanksi dalam kategori hukuman disiplin berat seperti dalam Ketentuan Hukum Disiplin Pegawai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) No. 53 Tahun 2010, Silvester pun mempertanyakan alasan Bupati Nabit membebastugaskan mereka.
BACA JUGA: 25 Pejabat di Manggarai Di-Nonjob-kan, Fraksi Demokrat Nilai Sarat Kepentingan
“Apakah tugas khusus seperti yang diwacanakan oleh Bapak Bupati untuk mereka tempatkan harus mengorbankan eselon yang mereka miliki?” tukas Anggota DPRD dari Dapil IV itu.
Seharusnya, kata dia, sebelum mengambil keputusan bebas tugas terhadap 25 ASN, Bupati Nabit wajib menyiapkan tempat baru bagi mereka. Bukan sebaliknya setelah dibebastugaskan baru merancang tugas khusus yang hendak mereka emban. Apalagi wacana tugas khusus yang dimaksud hanya menggunakan Surat Keputusan Bupati.
“Yang menjadi pertanyaan apakah ada payung hukum atau regulasi yang lebih tinggi berkaitan dengan tugas khusus yang dimaksud? Apa urgensi dari tugas khusus tersebut? Jangan sampai tugas khusus dengan mengandalkan Surat Keputusan Bupati pada akhirnya bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi dan ujung-ujung menjebak diri sendiri,” tegas Silvester.
Menurut dia, para 25 pejabat tersebut sudah meniti karir bertahun-tahun untuk mencapai eselon yang mereka miliki sekarang dan tentunya melalui perjuangan serta kerja keras.
Namun perjuangan dan kerja keras mereka akhirnya menjadi sia-sia ketika eselon mereka ditiadakan. Keputusan menonjobkan mereka tentu saja tidak elok, jika tanpa ada alasan yang jelas dan argumentasi yang rasional, apalagi jika harus kembali jadi staf biasa.
Kondisi ini menurut Silvester, menjadi preseden buruk dalam birokrasi. Keputusan yang ambil Bupati Nabit pun dinilainya terkesan sewenang-wenang.
Padahal, dalam regulasi sudah mengatur secara jelas, baik tahapan maupun ringan beratnya sanksi kepada para ASN dalam hal mengemban tugas sehingga berujung pada sebuah keputusan dibebastugaskan.
“Kalau tidak ada pelanggaran kedisiplinan berat yang telah mereka lakukan maka tidak cukup alasan Bupati Manggarai membebastugaskan 25 ASN tersebut, ” tegas Silvester.
Keputusan tersebut menurut dia, melampaui kewenangan yang dimiliki oleh bupati dan mengarahkan kepada pembunuhan karakter, serta tidak secara langsung membunuh nasib 25 ASN.
Silvester sendiri sangat mendukung ketika 25 ASN yang dibebastugaskan ini mengambil langkah pengaduan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
“Bukan persoalan jabatan tetapi teman-teman mencari keadilan dan kebenaran terhadap keputusan tersebut. Mereka patut mendapatkan apapun yang menjadi hak-hak mereka,” katanya.
Secara sosial tentunya mereka tertekan karena seolah-olah ada pelanggaran berat terhadap disiplin ASN yang telah dilakukan. Kembali menjadi staf biasa di instansi mana pun tentu menjadi tantangan berat dan kinerja kerja pasti akan terganggu.
Silvester pun menyesalkan ketika pelaksanaan birokrasi dianalogikan dengan tim bola sepak seperti yang disampaikan Bupati Nabit.
Dalam birokrasi ada regulasi yang mengatur tentang keputusan maupun kebijakan yang akan diambil. Sementara dalam tim bola sepak, irama dan pola permainan sepenuhnya menjadi hak prerogatif tim pelatih.
Penulis: Ardy Abba