Oleh: Yohanes Mau
Misionaris SVD asal Belu Utara.
Kini sedang bertugas di Zimbabwe-Afrika.
Beberapa bulan terakhir ini Indonesia sedang dilanda dengan kekurangan minyak goreng.
Warga seluruh Indonesia gonggong tentang minyak goreng yang dalam waktu sekejab harganya melonjak.
Bahkan kini masyarakat susah untuk membeli minyak goreng. Negara-negara lain sedang fokus dan peduli dengan misi kemanusiaan di Ukraina.
Sedangkan Indonesia hanyut dengan minyak goreng dengan segala sandiwaranya yang tidak jelas.
Indonesia sebagai pemilik lahan kelapa sawit terbesar di dunia tapi minyak goreng bisa langka hingga demikian? Lantas ada apa dengan pemerintah Indonesia?
Mengapa tidak memiliki minyak goreng di tengah kebun-kebun kelapa sawit yang luas membentang di seluruh pulau Borneo dan Sumatera?
Indonesia itu sangat kaya dengan aneka sumber daya alam yang membentang dari Sabang sampai Merauke.
Namun hal yang paling menyedihkan adalah keterbatasan minyak goreng. Sebenarnya ada apa di balik sandiwara ini?
Secara pribadi saya melihat ada hal-hal yang tidak beres di balik keterbatasan minyak goreng.
Sedangkan negara Indonesia adalah negara yang termasuk penghasil kelapa sawit terbesar di dunia.
Salah satu penyebab kenaikan harga minyak goreng berdasarkan kabar dari Kompas. Com Kamis, 25/11/2021 yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri adalah meningkatnya harga minyak kelapa sawit dunia atau curde palm oil (CPO).
Alasan ini bisa masuk akal. Namun yang tidak masuk di akal sehat adalah terbatasnya minyak goreng.
Penghasilan kelapa sawit terus meningkat sedangkan minyak goreng terbatas di pasaran. Lantas kemanakah hasil panenan kelapa sawit selama ini?
Berhadapan dengan situasi gawat darurat minyak goreng seperti ini menteri perdagangan mesti turun tangan dan memantau di lapangan persoalan yang sebenarnya.
Pasti saja ada pelbagai penyelewengan yang sedang dilakonkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan di balik produksi minyak goreng.
Minyak goreng dan gencarnya aneka protes di pelbagai media massa, media eletronik, dan media sosial yang membahana sejagat ini adalah soal kepekaan pemerintah terhadap kebutuhan mendesak dari masyarakat hari ini.
Minyak goreng adalah kebutuhan pokok masyarakat. Ketika ketiadaan minyak goreng di pasaran maka rasa tidak nyaman masyarakat akan pecah lewat aneka ekspresi dan protes.
Di sini siapakah yang mesti disalahkan? Yang salah adalah pemerintah.
Pemerintah yang menguasai dan mengendalikan perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak, pemasaran di dalam negeri hingga ekspor ke luar negeri.
Pemerintah adalah perpanjangan tangan dari rakyat yang selalu memerhatikan kebutuhan pokok hidup rakyat kecilnya secara baik.
Artinya pemerintah mampu membaca tanda-tanda zaman secara hari ini untuk menjawabi persoalan hidup rakyat kecil.
Namun realitas yang kini sedang mebahana bukanlah kepuasan dan bahagia dari rakyat kecil.
Rakyat seluruh Indonesia teriak tanpa henti akan naiknya harga minyak goreng dan terbatasnya stock minyak goreng.
Gaung suara rakyat kecil ini tedengar hingga di telingaku di Zimbabwe-Afrika.
Telinga saya terasa pekak dengan persoalan ini, dan hati saya sedih. Sedih karena pemerintah kok tidak bisa atasi masalah minyak goreng di tengah luasnya lahan kelapa sawit terbesar di dunia.
Indonesia, pemerintah, dan rakyatnya kini berada di ambang kesulitan yang sangat mendesak.
Mendesak karena ini tentang kebutuhan harian rakyat kecil yang hari-hari hidupnya hanya bertahan dari minyak goreng untuk merotasikan aneka bisnisnya.
Sebagai anak negeri yang bertanggung jawab dengan persoalan sosial kemanusiaan di negara Indonesia tercinta maka saya tawarkan beberapa gagasan penting untuk menolong pemerintah indonesia yang kini sedang berada di jalan buntu untuk menemukan jalan keluar.
Pertama, Pemerintah mesti kreatif dan mampu membaca tanda zaman. Kreatif yang dimaksud di sini adalah pemerintah harus menyiapkan stock minyak yang cukup untuk kebutuhan di dalam negeri.
Artinya kebutuhan hidup masyarakat Indonesia menjadi perioritas dalam memproduksi minyak goreng.
Membaca tanda zaman adalah dan meresponnya secara tepat sasar adalah cara yang harus dimiliki oleh pemimpin untuk mengatasi situasi sulit secara dini.
Pemimpin melihat realitas dan memprogramkan agenda kerja demi mensejahterakan rakyat.
Bukan baru kaget dan kewalahan ketika rakyat menangis dan teriak ketiadaan minyak goreng.
Kebutuhan akan minyak goreng adalah kebutuhan urgen karena masyarakat sangat membutuhkannya setiap saat dalam melancarkan pelbagai jenis usahanya.
Jadi teriakan protes di media dan di mana-mana selama ini adalah gugatan akan eksistensi pemerintah yang tidak mampu membaca tanda zaman secara hari ini.
Kedua, Kembali kepada potensi lokal. Potensi lokal adalah segala sesuatu yang ada di daerah dan digunakan demi menjaga kelangsungan hidup.
Di sini saya beri tawaran jitu untuk memanfaatkan kelapa yang ada di daerah-daerah tertentu untuk diolah dan dijadikan minyak kelapa yang bisa digunakan untuk menggoreng.
Berhadapan dengan hiruk pikuk, dan teriakan kelangkaan minyak goreng ini menyadarkan rakyat untuk kembali mendayagunakan potensi lokal yang sudah ada.
Potensi lokal adalah jalan lain mengatasi persoalan. Kalau hanya protes dan teriak-teriak sama saja membuang-buang energi secara percuma.
Kembali kepada potensi lokal merupakan jalan terbaik mempromosi potensi lokal ke level yang lebih tinggi bahwa dari lokal akan muncul produk-produk berkualitas yang kelak bisa bersaing di level nasional dan internasional.
Maka kesempatan seperti ini adalah saat untuk mempromosikan produk lokal dan serentak mengatasi persoalan nasional.
Jika ada kemauan dari pihak pemerintah di tingkat lokal maka pasti ada jalan.
Ketiga, Hentikan investasi asing yang ada di negara Indonesia. Menghentikan investasi asing di perusahaan-perusahaan kelapa sawit adalah jalan terbaik.
Tujuannya agar Indonesia bisa berdikari mengolah lahannya sendiri dan memproduksi minyak goreng tanpa ada ketergantungan dari perusahaan asing.
Perusahaan asing yang sedang beroperasi di Indonesia adalah mereka yang sedang dibiarkan oleh pemerintah menggeruk keuntungan di lahan anak negeri.
Sekarang sudah saatnya membiarkan para pemilik perusaan asing hengkang dari tanah air Indonesia.
Izinkan perusahaan-perusahaan milik negara untuk mengolah perkebunan kelapa sawit dan memproduksinya secara baik.
Dilihat dari realitas hari ini anak-anak negeri menjadi budak di lahannya sendiri.
Banyak pekerja yang mengabdi di perusahaan-perusahaan asing dan digaji apa adanya hingga napas selesai.
Mengabdi di perusahaan asing dan mendedikasikan seluruh hidupnya adalah perbudakan modern dengan sebutan kata yang halus dan lazim di telinga publik karyawan atau rekan kerja.
Iya, inilah realitas suram di negeri ini. Pemerintah membiarkan anak negerinya diperbudakkan oleh orang asing di rumah sendiri.
Sudah nyamankah hati pemerintah menyaksikan sandiwara seperti ini? Realitas dari kelangkaan minyak goreng ini juga pasti hal-hal tidak beres di bilik pemilik perusahaan asing.
Maka jalan terbaik adalah hentikan semua investasi asing yang masih berkeliaran di tanah air Indonesia.
Jika cara ini diindahkan Indonesia akan menjadi yang terbaik di mata dunia.
Kelangkaan minyak goreng adalah hal yang bersifat urgen hari ini.
Berhadapan dengan persoalan utama ini pemerintah harus kreatif dan memberi jalan keluar yang pasti agar rakyat tidak merana di dalam situasi hidup yang tidak menentu.
Semoga beberapa tawaran sederhana dari saya ini menjadi pegangan bagi pemerintah tingkat lokal dan nasional untuk merancang program kerja secara tepat sasar.
Program kerja yang menyapa realitas hidup rakyat. Realitas nyata rakyat mesti tersapa dengan jamahan tangan sejuk pemerintah.