Borong, Vox NTT-Ratusan warga asal Desa Mosi Ngaran, Kecamatan Elar Selatan, menggeruduk Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Manggarai Timur (DPRD Matim), Selasa (22/03/2022).
Ratusan warga yang tergabung dalam ‘Aliansi Masyarakat Mosi Ngaran Menggugat’ itu datang ke kantor dewan dengan berunjuk rasa.
Beberapa saat kemudian para utusan massa berdialog dengan sejumlah anggota DPRD di ruang Komisi A.
Albertus Baru, salah satu tokoh masyarakat Desa Mosi Ngaran mengaku, mereka hadir untuk menuntut Pemerintah Daerah Matim agar segera menyelesaikan persoalan tapal batas antara Desa Mosi Ngaran dan Desa Sangan Kalo.
“Kami minta Pemda Matim untuk segera mengambil sikap atas persoalan ini agar nantinya tidak menimbulkan banyak konflik antara masyarakat,” tegas Albertus.
Dalam pernyataan sikap aksi, ‘Aliansi Masyarakat Mosi Ngaran Menggugat’ secara tegas menolak penetapan tapal batas baru antara wilayah Sangan Kalo dan Mosi Ngaran yang dilakukan oleh tim PPBDes dan menegakan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2010.
Menurut warga, pemekaran Desa Sangan Kalo di atas wilayah Mosi Ngaran berpotensi konflik jangka panjang antarkelompok masyarakat di dua desa itu.
Warga bahkan mengancam apabila Pemda Matim mengabaikan segala tuntutan mereka, maka masyarakat Desa Mosi Ngaran dan Razong pada umumnya akan mengambil sikap tegas.
Terpisah, Ketua DPRD Matim Heremias Dupa menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang sudah menyampaikan aspirasinya secara beretika.
“Tentu aspirasi ini harus disikapi dengan secara kelembagaan DPRD karena semangat pemekaran desa tidak boleh memicu konflik dan menghindari persoalan maka penelusuran dan penelitian dokumen akan terus dilakukan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Matim Gaspas Nanggar menegaskan, hal ini merupakan aspirasi masyarakat yang belum disalurkan dengan baik.
Sebenarnya masalah ini, kata Gaspar, sudah dimediasi pada 8 Maret 2022 lalu dan kedua desa pun sudah hadir bersama di aula lantai 2 ruangan Bupati Matim. Dari hasil pertemuan ini memang tidak ada titik temu dari kedua belah pihak.
“Karena dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak ini belum ada titik temunya karena masing-masig pihak menceritakan sejarahnya, maka dari itu kedua desa menyerahkan keputusan ini kepada bupati dan diamini oleh Permedagri Nomor 45 Tahun 2016,” jelas Gaspar.
Ia pun berjanji tim dari DPMD Matim tetap turun ke lokasi untuk melihat kembali sumber persoalan di dua desa tersebut.
Penulis: Yunt Tegu
Editor: Ardy Abba