(Sebuah Refleksi)
Oleh: Fr. M. Yohanes Berchmans, Bhk, M. Pd
Ka SMPK Frateran Ndao
“Ketika kamu memandang salib, kamu memahami betapa Yesus mencintaimu. Ketika kamu memandang hosti suci, kamu memahami betapa Yesus mencintaimu sekarang.” (Santa Teresa Kalkuta)
“Uang tidak akan pernah memberimu kehidupan abadi. Ketenaran tidak akan pernah memberimu kehidupan abadi. Hanya Yesus Kristus yang akan memberimu hidup yang kekal.” (Matthew Hagee).
Setiap tahun umat kristiani merayakan paskah yang merupakan hari raya kebangkitan Kristus.
Sebelum hari raya paskah biasanya didahului dengan menjalankan masa prapaskah atau masa puasa dan pantang yang lamanya 40 hari.
Dan tema paskah tahun 2022 adalah “Tak Terpisahkan dari Kasih Allah ” (Roma 8:38-39).
Tema ini, kalau sungguh direnungkan, maka hemat saya sangat mendalam.
Mengapa? Karena, walau kita manusia yang sangat berdosa, namun kasih Allah sangat sangat luar biasa besar kepada kita, melalui pengorbanan nyawa putraNya yang tunggal, yakni Yesus Kristus yang diutus ke dunia ini, untuk menebus dan menyelamatkan kita manusia, dengan wafat di kayu salib.
Jadi, walau kita manusia bergelimang dosa, namun kasih Allah takkan pernah terpisah dari kita yang merupakan citraNya.
Dan walau kita menjauh dariNya karena dosa kita, Allah selalu berusaha mencari dan mendekati kita dengan kasihNya yang tanpa batas.
Patut disadari pula bahwa Allah sangat membenci dosa yang kita lakukan, namun Dia tidak pernah membenci kita manusia yang berdosa.
Dia sangat mengasihi kita, sekalipun kita sangat berdosa.
Sebagai Allah yang Maha Pengampun, dan Maharahim, Dia merindukan kita untuk kembali dalam pelukan kasihNya, sebab kasihNya tanpa batas kepada kita manusia yang berdosa.
Oleh karena itu, masa puasa dan pantang adalah saat rahmat bagi kita untuk berbenah diri, untuk memperbaiki diri, untuk berubah dan berbuah pertobatan.
Jadi, muara dari masa puasa dan pantang adalah pertobatan. Inilah sesungguhnya makna dari masa puasa dan pantang.
Bahwa masa puasa dan masa pantang bukan merupakan tujuan, melainkan sarana untuk kita kembali bersatu dalam kasihNya, sebab dengan berbuat dosa berarti kita telah menjauh dan terpisah dari kasih Allah.
Maka, masa puasa dan pantang selama prapaskah adalah sebuah kesempatan untuk kita lebih mendekatkan diri sekaligus memperbaiki relasi kita dengan Tuhan lewat doa, lewat beramal kasih melalui aksi puasa, ataupun aksi solidaritas kemanusiaan.
Dengan demikian puasa dan pantang tidak hanya melalui sebuah narasi, melainkan harus ada aksi nyata, sebagai perwujudan dari kasih kita kepada Allah melalui kasih kepada sesama.
Oleh karena itu, tak terpisahkan dari kasih Allah bisa dimaknai bahwa Allah akan selalu mengasihi kita, sekalipun kita berdosa, maka kitapun harus bisa membagikan kasih Allah yang sama kepada sesama.
Dengan demikian, baik kita maupun sesama, harus selalu berpaut pada kasih Allah.
Sebab, dengan kita selalu berpaut pada kasih Allah itu, maka kasih kita diperkaya.
Dan ketika kasih kita diperkaya, maka kita bisa menjadi agen sekaligus menjadi tanda kasih Allah bagi sesama.
Sebagai agen kasih, maka tugas kita adalah harus menjadi saluran yang menyalurkan kasih Allah kepada sesama, dimanapun kita berada.
Demikianpun sebagai tanda, kita adalah tanda kasih Allah di dunia. Maka, sebagai tanda kasih Allah, tugas kita adalah menyebarkan virus kasih Allah atau membagikan kasih Allah kepada sesama, dimanapun kita berada.
Sebab, di mana ada kasih dan cinta, di situlah Allah hadir atau Ubi Caritas Et Amor, Deus Ibi Est”. Di eja lebih jauh bahwa pribadi yang dipenuhi kasih Allah, pastilah lemah lembut dan rendah hati.
Dan hanya pribadi yang lemah lembut dan rendah hatilah yang mampu untuk berdamai dan bertobat.
Jadi, hanya pribadi yang memiliki kasih Allah lah yang mampu berdamai dengan sesama dan mampu mengampuni atau memaafkan sesama.
Artinya kasih Allah lah yang menggerakan kita untuk hidup saling mengasihi, saling mencintai, saling menghormati, saling meng “orangkan”, saling berdamai dan saling mengampuni.
Inilah sesungguhnya yang harus kita perjuangkan dimasa prapaskah ini.
Dan tak terpisahkan dari kasih Allah, harus terus kita perjuangkan juga, sebab kalau kita masih hidup hingga saat ini walau kita berdosa, itu karena kasih Allah.
Oleh karena itu, di masa prapaskah, melalui puasa dan pantang adalah saat rahmat untuk kita mewujudkan kasih Allah kepada sesama, lewat doa, termasuk mendoakan musuh-musuh kita, lewat perbuatan baik atau amal kasih atau sedekah kita.
Dan perlu diketahui bahwa lamanya masa puasa dan pantang adalah 40 hari.
Pertanyaannya adalah bagaimana menghitung masa puasa dan pantang selama masa Prapaskah itu? Dimulai dari mana dan berakhir di mana.
Karena banyak pandangan di mana yang satu berbeda dengan yang lain.
Cara menentukan yang paling aman adalah dengan berpedoman pada ketentuan yang ada, dalam hal ini buku: “Perayaan Paskah Dan Persiapannya (PPP) – Seri Dokumen Gerejawi No. 71”.
Menurut Ritus Romana (Latin), Masa Prapaskah dimulai sejak hari Rabu Abu (PPP No. 21). Masa Prapaskah hanya memperhitungkan hari-hari biasa, tanpa hari Minggu, karena Minggu adalah hari Tuhan.
Maka masa Prapaskah 40 hari berlangsung sejak Rabu Abu sampai hari Sabtu Suci.
Vigili Paskah pada Sabtu malam Paskah merupakan peralihan dari masa Prapaskah ke masa Paskah.
Dengan demikian Jumat Agung masih termasuk masa Prapaskah dan merupakan hari puasa dan pantang.
Masa Prapaskah berakhir pada Sabtu sore sebelum Vigili Hari Raya Kebangkitan Tuhan.
Makna angka 40 dalam kitab Kristen-Yahudi:
1. Dalam kitab Kejadian, banjir yang menghancurkan bumi terjadi setelah 40 hari hujan deras, siang dan malam.
2. Bangsa Israel berkelana di padang gurun selama 40 tahun sebelum mencapai tanah yang dijanjikan Tuhan.
3. Musa berpuasa selama 40 hari sebelum menerima Sepuluh Perintah Allah di Gunung Sinai.
4. Yesus berpuasa 40 hari di padang gurun sebelum mulai mengajar dan melakukan mukjizat.
5. Kebanyakan umat Kristiani menganggap periode puasa Yesus di padang gurun sebagai dasar panjangnya masa Prapaskah.
Jika umat kristiani bisa melewati dan sukses menjalankan masa puasa dan pantang selama masa prapaskah selama 40 hari, maka ia pantas bersukacita merayakan paskah kebangkitan Kristus.
Mengapa ia pantas bersukacita? Sebab, selama 40 hari ia telah menyangkal diri dari kecenderungan keinginan kedagingan manusiawi kita, atau manusia lama kita ikut disalibkan bersama Yesus yang disalibkan.
Tidak berhenti di situ, melainkan manusia lama kitapun ikut dikuburkan bersama Yesus.
Pertanyaannya adalah manusia lama yang disalibkan dan yang dikuburkan bersama Yesus yang seperti apa?
Yaitu, manusia yang malas berdoa, beribadat, kebaktian, dan ekaristi, malas kegiatan di KUB, di lingkungan. Juga manusia yang ingat diri (egois) tidak peduli dengan sesama, masa bodoh, cuek, apatis dengan sesama dan lingkungan, pelit, kikir, sulit berbagi, suka menjelek-jelekan sesama, tetangga, suka menggosip murahan, suka menyebar hoaks, selalu menghina, menghujat, suka cemburu, dengki, iri hati, dendam, sulit mengampuni atau memaafkan, sombong, mudah marah, dan kelemahan manusia lainnya, yang sering kita lakukan yang menjadikan kita berdosa.
Maka, masa puasa dan pantang selama masa prapaskah adalah saat rahmat untuk kita berbenah diri, untuk menata dan memperbaiki diri, untuk kita bertobat, sehingga kita menjadi manusia baru, menjadi anak-anak Allah.
Dengan demikian, jikalau kita sungguh memanfaatkan masa puasa dan pantang selama masa prapaskah dengan baik, sehingga akhirnya kita bertobat, yang berarti kita memiliki komitmen untuk menjadi manusia baru, maka perayaan paskah kebangkitan Kristus menjadi paskah kita.
Inilah makna paskah yang sesungguhnya, yakni kita menjadi manusia baru, yang diwujudkan lewat cara hidup, cara bersikap, cara berperilaku, cara bertutur kata dan cara bertindak yang baik dan benar, yang mencerminkan manusia baru, manusia paskah.
Namun sebaliknya, jika cara hidup, cara bersikap, cara berperilaku, cara bertutur kata dan cara bertindak kita tidak pernah berubah, dan kita gagal menjalankan masa puasa dan pantang, yang berarti kita tidak pernah bertobat, maka kita tidak layak merayakan paskah kebangkitan Kristus.
Ataupun kalau kita pada akhirnya ikut merayakan paskah, maka kita merayakan paskah, tetapi tanpa makna.
Mengapa? Sebab, kita merayakan paskah kebangkitan Kristus, namun kita tetap hidup sebagai manusia lama yang tidak bertobat.
Jadi, paskah kristus menjadi paskah kita hanya akan bermakna, manakala kita menampilkan dan menampakan hidup kita sebagai manusia yang baru, yang berbeda dari sebelumnya.
Artinya cara hidup, cara bersikap, cara berperilaku, cara bertutur kata dan cara bertindak kita, semuanya “baru”.
Dan pada akhirnya orang-orang disekitar kita bedecak kagum dan mengatakan dia sudah berubah dari manusia lama menjadi manusia baru.
Akhirnya, mari kita renungkan ucapan dari Mahatma Gandi di bawah ini:
“Jika orang kristiani benar – benar hidup menurut ajaran Kristus, seperti yang ditemukan di dalam Alkitab, maka seluruh India sudah menjadi kristiani hari ini,”… Mahatma Gandi”. Inilah tantangan untuk kita…Selamat Pesta Paskah, Semoga Paskah Kristus Menjadi Paskah Kita.