Kefamenanu, Vox NTT- Ijazah S1 PGSD yang diduga kuat palsu akhir-akhir ini marak berkeliaran dan digunakan di Kabupaten TTU.
Tidak tanggung-tanggung, penggunaan ijazah S1 PGSD yang diduga palsu pun ditemukan pada 4 orang peserta seleksi pegawai tidak tetap (PTT) yang digelar Pemkab TTU beberapa waktu lalu.
Keempat peserta yang semuanya mengikuti seleksi pada formasi guru kelas itu masing-masing WUS, FPA, KI dan ASB.
Dari keempat peserta yang diduga menggunakan ijazah palsu tersebut hanya WUS yang dinyatakan tidak lolos seleksi sebagai PTT. Sementara FPA, KI dan ASB dinyatakan lulus.
WUS saat dikonfirmasi wartawan di Kefamenanu, Kamis (14/04/2022), mengakui jika ijazah S1 PGSD yang dimilikinya tersebut bukan diperoleh setelah menyelesaikan studi dan diwisuda di Universitas Terbuka.
Melainkan ijazah tersebut diperolehnya dari seorang pria asal Kabupaten TTS yang diketahui bernama Petrus Kase.
“Tidak asli (ijazah S1 PGSD), ini ijazah saya dapat dari bapak Petrus Kase dari TTS,” tutur WUS.
WUS menjelaskan, dirinya mulai kuliah di Universitas Terbuka pada Pokja Kota Kefamenanu yang dikelola Petrus Pius Sadipun pada Juli tahun 2009.
Lantaran banyak mata kuliah yang nilainya tidak memenuhi standar, WUS harus mengikuti ujian ulang atau HER.
Banyaknya nilai HER tersebut membuat dirinya mulai uring-uringan untuk menyelesaikan studinya di Universitas Terbuka.
Sekitar akhir tahun 2015, kata dia, dirinya ditawarkan oleh seorang temannya yang berinisial EBO untuk mencari orang yang bisa membantu dirinya untuk mendapatkan ijazah S1 PGSD dengan cara mudah. Itu cukup hanya dengan menyediakan sejumlah uang.
Banyaknya tantangan dan rintangan yang dihadapi WUS untuk menyelesaikan proses perkuliahan di Universitas Terbuka membuat dirinya menerima tawaran dari temannya tersebut.
“Awalnya kasih kenal saya dengan bapak Petrus Kase lewat HP (teleponan),” jelasnya.
Berselang beberapa hari pasca telepon tersebut, jelasnya, Petrus Kase dan keluarga kemudian datang ke Kota Kefamenanu. Oleh Petrus dirinya diminta bertemu di Terminal Bus Kefamenanu.
Saat bertemu, WUS mengaku Petrus meminta dirinya menyerahkan foto copy KTP dan Nomor Induk Mahasiswa (NIM).
KTP dan NIM itu akan digunakan oleh Petrus untuk mengecek apakah benar WUS mahasiswa UT atau bukan.
Jika benar maka Petrus mengaku bisa membantu WUS mendapat ijazah dengan cara yang mudah dan cepat.
“Dia (Petrus Kase) bilang bisa bantu dapat ijazah dengan cepat, kalau bersedia bisa bantu asal siap sejumlah uang,” tutur WUS menirukan perkataan Petrus saat bertemu dirinya.
WUS menuturkan, beberapa waktu pasca-pertemuan tersebut, Petrus kemudian menghubungi dirinya.
Dalam perbincangan melalui telepon tersebut, Petrus mengaku telah memeriksa nilai dari mata kuliah yang diambil oleh WUS.
Menurut Petrus, sebagian besar nilai milik WUS yang belum memenuhi syarat itu bisa diperbaiki hanya cukup dengan menyediakan sejumlah uang.
Awalnya, lanjut WUS, oleh Petrus dirinya diminta menyiapkan uang sejumlah Rp15 juta agar bisa mendapatkan ijazah dengan cepat.
Namun lantaran merasa tidak sanggup, WUS menawar ke angka Rp10 juta. Permintaan tersebut ditolak oleh Petrus.
Sehingga kemudian disepakati jika uang yang harus dibayar oleh WUS kepada Petrus untuk mendapatkan ijasah S1 PGSD tersebut sebesar Rp11.800.000 (sebelas juta delapan ratus ribu rupiah)
“Uang itu saya kirim lewat bank ke rekening atas nama Petrus Kase,” tuturnya.
Lebih lanjut WUS menuturkan, dua bulan setelah uang tersebut dikirim, Petrus akhirnya memenuhi janjinya untuk menyerahkan ijazah S1 PGSD.
Ijazah dan dokumen pendukung lainnya tersebut diserahkan langsung oleh Petrus di rumah pribadi dari WUS.
“Saya tidak tahu ijazah (yang diserahkan Petrus) asli atau tidak, nyatanya saya jadi korban dan ijazah yang saya dapat malah palsu,” tuturnya.
WUS mengaku dirinya menyesali segala perbuatan yang telah dilakukannya tersebut.
Menurutnya, bila persoalan tersebut sudah selesai nanti, ia akan melanjutkan studi di Universitas Terbuka agar bisa mendapatkan ijazah S1 PGSD yang asli.
“Kalau ini masalah sudah selesai saya mau lanjut kuliah sampai habis,” ungkapnya penuh penyesalan.
Sementara itu, Petrus Pius Sadipun selaku pengelola UT Pokja Kota Kefamenanu mengaku ijazah S1 PGSD yang dimiliki WUS jelas merupakan palsu. Hal itu bisa terlihat dari tampilan luar ijazah.
Yang di mana garis kuning pada lembaran ijazah haruslah berwarna agak pucat bukan kuning terang seperti yang dipegang oleh WUS.
Selain itu, keganjilan lainnya bisa dilihat dari transkip nilai yang pada ijazah S1 PGSD yang dipegang WUS.
Pada ijazah tersebut tertulis jika WUS mendapat nilai C untuk program mata kuliah Pendidikan Agama Kristen. Sementara WUS beragama Katolik.
Selain itu juga, sesuai standar nasional, mahasiswa UT yang mengambil mata kuliah Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM) harus mendapatkan nilai B agar bisa dinyatakan lulus.
Namun pada transkip nilai milik WUS, nilai yang tertera pada mata kuliah PKM hanya C namun dinyatakan lulus.
“Itu sangat-sangat janggal karena UT tidak akan luluskan orang pada mata kuliah PKM dengan nilai C, jadi jelas-jelas ijazah ini palsu,” tandas Petrus.
Petrus pada kesempatan itu menegaskan segala bentuk pemalsuan di era digital ini gampang untuk terlacak.
Apalagi untuk ijazah Perguruan Tinggi yang tentunya sumber data dapat dengan gampang diakses di PD Dikti.
BACA JUGA: Terungkap! 4 Calon PTT di TTU Diduga Gunakan Ijazah Palsu saat Melamar
Sehingga ia berharap tidak ada lagi mahasiswa atau pun calon mahasiswa yaang ke depannya ingin mendapatkan ijazah S1 hanya dengan membeli.
“Zaman sekarang jangan coba-coba pakai cara tipu-tipu lagi, data ini terlalu gampang untuk dilacak jadi jangan coba-coba bermain tipu-tipu,” tandasnya.
Petrus Kase sosok yang diduga jadi “Penjual” ijazah S1 PGSD palsu saat dikonfirmasi VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Jumat (15/04/2022) pagi, menjelaskan sekitar tahun 2015 memang terdapat seorang bapak asal Jakarta yang membantu para guru (di TTU) untuk mendapatkan ijazah.
Namun ia mengaku hal itu bukan berarti terjadi transaksi jual beli ijazah.
Ia pun mengaku sudah menghubungi UT pusat agar nama para pemegang ijazah tersebut bisa terbaca di PD Dikti.
“Jadi sebenarnya kami tidak menjual ijazah,” jelas Petrus.
Petrus pada kesempatan itu mengaku dirinya sementara akan mengikuti ibadah.
Selepas ibadah nanti, Petrus akan mengirimkan nomor HP pria di Jakarta yang menurutnya membantu para guru pada tahun 2015 untuk mendapatkan ijazah.
Saat dihubungi selesai ibadah, Petrus sempat menjawab pertanyaan media ini.
Ia awalnya mengaku tidak mengenal WUS.
Namun setelah dikejar dengan beberapa pertanyaan, Petrus kemudian mengaku.
Saat ditanya lagi, Petrus beberapa kali memberikan jawaban yang tak pasti.
Ia kemudian berjanji akan memberikan klarifikasi setelah perayaan Paskah.
Namun hingga saat ini Petrus tak kunjung menghubungi kembali wartawan media ini.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Ardy Abba