Oleh: Fortunatus Hamsah Manah
Anggota Bawaslu Kabupaten Manggarai
Koordinator Divisi Hukum, Penindakan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa
“Tulisan ini dipublikasikan dalam rangka memperingati Hari Keterbukaan Informasi Nasional setiap tanggal 30 April”
Secara filosofis, keterbukaan informasi adalah tuntutan sejarah dan sebuah keniscayaan evolusi sosial (Francis Fukuyama: The End of History).
Selain itu, filsuf Jeremy Bentham mengatakan transparansi adalah roh dari keadilan.
Pada dasarnya, keterbukaan informasi publik merupakan hak setiap orang untuk dapat meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik.
Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak berarti tanpa jaminan keterbukaan informasi publik. Pengakuan akan pentingnya keterbukaan informasi untuk publik ini sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 hasil amandemen yaitu pada pasal 28 F, dan pasal 28J.
Dalam pasal 28 F UUD Negara RI 1945 disebutkan: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Selanjutnya pada pasal 28 F terdapat dua ayat yang menjadi rujukan mengenai perlunya keterbukaan informasi publik yaitu: 1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dan (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Penyelenggaraan kekuasaan dalam negara demokrasi harus setiap saat dapat dipertanggungjawabkan kembali kepada masyarakat.
Akuntabilitas membawa ke tata pemerintahan yang baik yang bermuara pada jaminan hak asasi manusia (HAM).
Hak atas informasi berkaitan dengan hak sosial-politik (sipol) di mana kesepakatan mengenai hak sipol ini berlaku secara universal.
Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia telah memiliki infrastruktur hukum keterbukaan informasi publik yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008.
Beberapa landasan penting dari berlakunya Undang-undang ini seperti tertuang dalam pasal 4, menyatakan bahwa (1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-undang.
(2) Setiap Orang berhak: melihat dan mengetahui Informasi Publik; menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik; mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang undangan.
(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.
(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
Terpenuhinya hak setiap warga negara untuk mendapatkan informasi secara tidak langsung juga akan meningkatkan ketahanan nasional di berbagai bidang kehidupan.
Hal ini merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.
Bagaimanapun hak untuk tahu menjadi hak dasar yang melekat bagi setiap individu dan Warga Negara Indonesia.
Adanya keterbukaan informasi yang baik kepada publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara.
Di sisi lain, pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.
Adanya perlindungan dan jaminan dari Undang-undang diharapkan bisa memberi ruang yang lebih lebar kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat.
Secara prinsipnya, setiap Informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik.
Dengan begitu tidak ada alasan untuk tidak memberikan informasi kepada publik selama informasi tersebut tidak bersifat dikecualikan dan terbatas.
Hal lain yang tidak kalah penting bahwa setiap penyelenggara negara atau Badan Publik termasuk Bawaslu harus bisa memberikan hak publik untuk mendapatkan informasi secara cepat, tepat dan sederhana.
Pertimbangan biaya juga harus diperhatikan dan sedapat mungkin tidak ada beban yang diberikan pada publik atas hak mereka untuk mendapatkan informasi yang benar.
Bagaimana dengan keterbukaan informasi publik di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang merupakan salah satu lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas melakukan pengawasan pemilu di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai lembaga Penyelenggara Pemilu yang mengawasi penyelenggaraan pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bawaslu memiliki peran sentral dalam meniti jalan mewujudkan pemilu demokratis di Indonesia.
Pemilu yang dijalankan tanpa mekanisme dan iklim pengawasan yang bebas dan mandiri menjadikannya proses pembentukan kekuasaan yang rentan kecurangan.
Dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya Bawaslu tentu wajib mengimplementasikan sejumlah prinsip dasar dalam mengelola pemilu, salah satunya adalah prinsip keterbukaan.
Keterbukaan informasi akan mendorong terwujudnya penyelenggaraan pengawasan pemilu yang baik, yaitu transparan, efektif dan efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan yang dapat berkontribusi terhadap penguatan akuntabilitas, mendorong profesionalitas, serta ikut menjaga integritas penyelenggaraan pemilu.
Kolaborasi tiga hal tersebut diharapkan juga akan melahirkan kepercayaan publik serta peserta pemilu terhadap proses pemilu, hasil pemilu, dan kredibilitas pemerintahan yang terbentuk.
Bawaslu berupaya terus konsisten dalam mentransformasikan diri menjadi lembaga yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Keterbukaan menjadi makin krusial karena sebagai lembaga yang dimandatkan mengawasi seluruh proses Pemilu, Bawaslu membutuhkan banyak pihak dalam mendukung aktivitas pengawasan.
Keterbukaan informasi yang baik diharapkan berdampak positif dalam mendorong antusiasme masyarakat untuk ikut secara aktif mengawasi jalannya pemilihan dan melaporkan indikasi atau dugaan pelanggaran kepada pengawas pemilu.
Keterbukaan informasi publik sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 diharapkan dapat ikut mendorong terwujudnya penyelenggaraan pengawasan pemilu yang baik, yaitu transparan, efektif dan efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan adanya keterbukaan dalam proses pemilu dan pengawasan pemilu, diharapkan pula akan terjadi penguatan akuntabilitas, mendorong profesionalitas, serta ikut menjaga integritas penyelenggaraan pemilu itu sendiri.
Kolaborasi tiga hal tersebut diharapkan pula akan melahirkan kepercayaan publik serta peserta pemilu terhadap proses pemilu, hasil pemilu, dan kredibilitas pemerintahan yang terbentuk.
Keterbukaan informasi publik setidaknya pada tiga aspek, yakni sebagai pelaksanaan UU KIP, sebagai pendorong terwujudnya Visi Bawaslu “Menjadi Lembaga Pengawas Pemilu yang Tepercaya”, dan sebagai pendorong suksesnya program pengawasan partisipatif.
Dalam arah kebijakannya, Bawaslu mendorong terwujudnya transparansi pemilu wajib dimulai dari keterbukaan informasi Bawaslu sebagai salah satu lembaga penyelenggara pemilu.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, sepanjang tahun 2021 Bawaslu telah menunjukkan komitmen yang besar terhadap implementasi keterbukaan informasi publik.
Perkembangan teknologi turut memberikan pengaruh terhadap pola implementasi keterbukaan informasi publik di Bawaslu.
Tantangan aktual implementasi keterbukaan informasi Bawaslu di era digital, tidak lagi berbicara mengenai regulasi maupun struktur pengelola dan pelayan informasi, melainkan telah lebih jauh pada bagaimana memberikan akses untuk memperoleh informasi publik yang mudah, murah, cepat, utuh dan akurat.
Penyesuaian terhadap era digital makin menampakkan urgensinya di tengah situasi pandemic Covid-19.
Pembatasan jarak dan aktivitas tidak boleh mempengaruhi kualitas dan akses keterbukaan informasi publik.
“Bagi Bawaslu, keterbukaan informasi publik menjadi sebuah keniscayaan dan aspek penting dalam proses demokratisasi bangsa ini,” kata Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, Sabtu, 30 April 2022.
Ungkapan Bagja tergambar dalam penghargaan yang diterima Bawaslu terkait keterbukaan informasi publik.
Bawaslu kembali meraih anugerah Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Tahun 2021 kategori Lembaga Negara Nonstruktural terbaik dengan predikat informatif.
Anugerah ini merupakan kali keempat setelah tahun sebelumnya juga mendapatkan predikat informatif.
Upaya Bawaslu untuk meraih penghargaan ini tidaklah mudah. Berkaca pada anugerah serupa tahun 2015, Bawaslu mendapat predikat tidak informatif dengan hanya meraih skor 35,92.
Lalu pada 2016 menjadi cukup informatif dengan skor 66,77, tahun 2017 Bawaslu kembali mendapat predikat cukup informatif dengan skor 79,05.
Barulah tahun 2018, predikat badan publik informatif diraih Bawaslu dengan skor 90,66, kemudian diikuti tahun 2019, 2020, dan saat ini.
Dan pada Tahun 2021, predikat tersebut kembali disematkan kepada Bawaslu dengan skor 98,5.
Di lingkungan Bawaslu Provinsi dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan.
Pada tahun 2021, sebanyak 22 Bawaslu Provinsi atau 64 persen dari total Bawaslu provinsi endapatkan predikat informatif.
Pelaksanaan keterbukaan informasi publik ini dilakukan melalui evaluasi selama kurang lebih dua bulan. Proses awalnya dengan sosialisasi monitoring dan evaluasi pada 24 September 2021.
Lalu Bawaslu provinsi diminta melakukan pengisian intrumen online atau SAQ (Self Assessment Question) pada 27 September – 29 Oktober 2021.
Setelah itu baru dilakukan wawancara pada 24 November 2021 baik secara tatap muka atau melalui dalam jaringan (daring).
Dalam penilaian keterbukaan informasi ini, Bawaslu juga menggunakan sistem informasi e-PPID yang terintegrasi ke seluruh Bawaslu Provinsi. Tim Bawaslu RI melakukan uji akses untuk melihat efektifitas penggunaannya dengan melakukan permohonan ke Bawaslu Provinsi.
Respons pelayanan informasi Bawaslu Provinsi tersebut menjadi salah satu aspek penilaian keterbukaan informasi.
Ketua KI Pusat Gede Narayana pada pemberian penghargaan sebagai lembaga public informative 2021 lalu menyatakan hasil monitoring dan evaluasi baik yang dilakukan lembaganya atau Bawaslu RI itu bukan sebuah hadiah atau gratifikasi, melainkan hasil kerja keras, khususnya tingkat nasional.
Keterbukaan informasi publik baginya merupakan keharusan bagi lembaga publik. Parameter dari keterbukaan informasi publik adalah transparansi dan keterbukaan.
Gede juga mengungkapkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan KIP terkait keterbukaan informasi publik ini poin utamanya bukan pada kontestasi, melainkan keterbukaan informasi dari pusat sampai daerah.
Dalam penganugerahan keterbukaan informasi publik, ada 22 Bawaslu Provinsi yang meraih predikat informatif.
Ke-22 Bawaslu Provinsi tersebut adalah Bangka Belitung, Jawa Tengah, Banten, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, DKI Jakarta, Maluku Utara, NTB, Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Barat, Papua, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Jambi, Riau, Sumatra Barat, NTT, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Pemberian predikat informatif yang diterima Bawaslu didasarkan pada sistem open data Bawaslu yang telah mengembangkan layanan elektronik Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (e-PPID) yang terintegrasi dan dapat diakses publik dimana saja.
Sehingga di masa pandemi masyarakat tidak perlu datang ke kantor Bawaslu namun tetap mendapatkan informasi yang diinginkan.
Jadi informasi publik Bawaslu dapat diakses oleh masyarakat dimana saja, kapan saja pada layanan e-PPID.
Pengunjung layanan ini dapat mengakses formulir permohonan informasi di Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.
Bahkan permohonan sengketa proses bisa juga diakses melalui aplikasi yang dibuat Bawaslu yaitu Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS).
Sedangkan untuk mengetahui laporan dugaan pelanggaran, masyarakat bisa langsung mengaksesnya pada aplikasi Gowaslu.
Sedangkan terkait informasi yang dikecualikan, sejak tahun 2018 Bawaslu telah melakukan uji konsekuensi dan menetapkan ada 80 informasi yang dikecualikan di Bawaslu.