Labuan Bajo, Vox NTT- Warga meminta Bank Dunia agar menghentikan dukungan dana untuk proyek geothermal Wae Sano, Desa Wae Sano, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat.
Utusan masyarakat Wae Sano, Yosef Erwin Rahmat, mengaku sebelumnya warga setempat sudah melayangkan surat penolakan terhadap proyek geothermal yang didanai Bank Dunia.
“Kami, warga Wae Sano yang terdiri dari warga tiga kampung adat yaitu Dasak, Nunang dan Lempe, pertama-tama menyampaikan apresiasi kepada Bank Dunia yang pada hari ini (Senin, 9/5/2022) mendatangi dan melakukan pertemuan dengan kami sebagai tanggapan atas surat penolakan kami sebelumnya terhadap penolakan terhadap proyek Geothermal yang didanai Bank Dunia,” ujar Erwin dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Selasa (10/05/2022).
Menurut dia, pertemuan dengan Bank Dunia merupakan momen yang sudah lama ditunggu warga Wae Sano. Sejak awal memang Bank Dunia berjanji untuk bertatap muka dengan warga sebagai tanggapan atas surat penolokan yang dikirim pada Februari 2020 lalu.
Erwin menilai kunjungan ini adalah bentuk perhatian serius dari Bank Dunia sebagai pemberi dana untuk proyek geothermal Wae Sano.
“Pada kesempatan ini kami hendak sekali lagi dan dengan tegas menyatakan bahwa kami menolak pengeboran panas bumi di wilayah ruang hidup kami di Wae Sano dan mendesak Bank Dunia untuk membatalkan dukungan dana terhadap proyek ini,” tegas Erwin.
Menurut dia, penolakan warga sangat beralasan. Sebab, proyek geothermal Wae Sano mengancam keutuhan ruang hidup warga sekitar. Apalagi, titik-titik pengeboran yang sudah ditetapkan berada di tengah-tengah ruang hidup warga.
Ruang hidup yang dimaksudkan Erwin adalah kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan antara pemukiman (golo lonto, mbaru kaeng, natas labar), kebun pencaharian (umat duat), sumber air (wae teku), pusat kehidupan adat (compang takung, mbaru gendang), kuburan leluhur (lepah boak) dan hutan (puar) dan danau (sano).
“Sebab itu, kami menolak semua titik pengeboran (well pad) yang sudah ditetapkan baik Kampung Lempe, Nunang maupun Dasak,” tegasnya.
Erwin sendiri memahami bahwa Bank Dunia terikat oleh prinsip “persetujuan tanpa paksaan berdasarkan informasi yang lengkap Sebelumnya” (Free, Prior and Informed Consect, FPIC).
Karena itu, Erwin memandang penting menginformasikan bahwa sejak awal warga setempat tidak pernah sekalipun memberi persetujuan atas proyek geothermal Wae Sano.
Penolakan dalam bentuk surat pun telah dikirim kepada Bank Dunia pada Februari 2020 dan Juli 2021 lalu.
“Meskipun pemerintah dan perusahaan berkali-kali memaksa, membujuk dan merayu kami, bahkan memanipulasi suara penolakan kami, semua itu tidak pernah mengubah sikap penolakan kami terhadap proyek geothermal Wae Sano hingga detik ini,” ujar Erwin.
Di hadapan delegasi Bank Dunia, ia menginformasikan bahwa saat ini warga setempat hidup di dalam situasi cemas dan penuh ketakutan, karena proyek ini terus dipaksakan dengan berbagai cara.
“Kami yakin bahwa Bank Dunia tidak ingin terlibat dalam proses pembangunan yang penuh dengan intimidasi dan potensi kekerasan,” imbuh dia.
Erwin menegaskan, kalau ada pihak-pihak seperti lembaga agama dan kelompok konsultan yang memberikan rekomendasi melanjutkan proyek pengeboran geothermal ini, hal itu adalah bentuk manipulasi dan pemaksaan kehendak. Karena mereka tidak mendapat persetujuan warga setempat yang terkena dampak langsung dari proyek ini.
Erwin juga menampik adanya isu bahwa penolakan warga karena dihasut oleh pihak lain. Sebab itu, di hadapan utusan Bank Dunia Erwin menyatakan, suara penolakan warga sama sekali bukan karena dihasut atau dipengaruhi oleh pihak manapun.
“Alasan penolakan kami sangat jelas yaitu ingin mempertahankan ruang hidup kami. Karena itu, semoga dengan tatap muka ini, Bank Dunia makin memahami alasan mendasar sikap penolakan kami,” tegasnya.
Penulis: Ardy Abba