Borong, Vox NTT- District Officer program VICRA di Kabupaten Manggarai Timur Florianus Hasi menjelaskan, isu perubahan iklim harus dibicarakan bersama dengan semua pemangku kepentingan.
Berdasarkan hasil kajian, kata dia, BPN/Bappenas menetapkan Kabupaten Manggarai Timur sebagai Kabupaten super prioritas untuk melaksanakan aksi pembangunan berketahanan iklim.
Sebab telah terjadi perubahan iklim yang akan berdampak kepada menurunnya produsi pangan, khususnya padi.
Potensi kerugian yang ditimbulkan dari perubahan iklim dalam bentuk penurunan hasil padi di NTT secara keseluruhan, berkisar 10,1% – 17%.
“Sehingga kita semua harus duduk bersama untuk mengatasinya agar tidak terjadi krisis atau kelangkaan pangan utama, yaitu beras saat ini dan di masa depan,” katanya kepada media, Kamis (12/05/2022).
Florianus mengatakan, cuaca dan iklim berbeda definisinya. Cuaca adalah kondisi atmosfer pada suatu wilayah untuk periode waktu yang singkat, jam atau hari.
Sementara iklim menggambarkan kondisi atmosfer, rata-rata pada suatu wilayah untuk periode waktu yang cukup lama, biasanya sekitar 30 tahun, dipengaruhi oleh interaksi atmosfer, daratan dan lautan.
“Cuaca lebih bersifat sesaat sedangkan iklim lebih bersifat pengulangan (pola) untuk periode waktu yang panjang. Unsur-unsur dari Iklim dan Cuaca adalah awan, angin, sinar matahari, hujan, kelembaban dan suhu udara. Kita lebih mengenal cuaca daripada iklim,” katanya.
Ia menambahkan, perubahan pada pola dan itensitas unsur iklim tadi pada periode waktu yang lama kurang lebih 30 tahun.
Menurut Panel antarpemerintahan tentang perubahan iklim (IPCC), perubahan iklim telah tejadi, di mana indikasinya adalah suhu udara meningkat, angin kencang, kenaikan tinggi permukaan air laut, dan hujan dengan intensitas tinggi.
“Perubahan iklim disebabkan oleh meningkatnya karbondioksida (C02) dan Metana (CH4) di atmosfer yang berasal dari kegiatan-kegiatan manusia, seperti asap dari kendaraan, pabrik, pembakaran lahan pertanian dan peternakan,” tambahnya.
Kerja Sama
Yayasan Ayo Indonesia menggandeng Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur dalam melaksanakan salah satu kegiatan program Voice for Inclusiveness Climate Resilience Actions (VICRA).
Kegiatan yang berlangsung di Kampung Nelo, Desa Golo Ngawan, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur itu diikuti 20 orang peserta. Sembilan peserta di antaranya adalah kaum perempuan dan bermata pencaharian petani. Kegiatan ini secara pendanaan didukung oleh Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.
Sedangkan Rikhardus Roden, selaku Fasilitator diskusi pada penyampaian pengantar kegiatan menjelaskan, kegiatan tersebut untuk menyebarluaskan informasi tentang perubahan iklim.
Kemudian, mengidentifikasi dampak dari perubahan iklim yang dialami oleh komunitas adat Nelo pada sektor pertanian dan potensi apa saja yang dimiliki sebagai kekuatan guna menentukan tingkat kerentanan terhadap perubahan iklim.
Lalu, mendorong masyarakat berpartisipasi untuk menyuarakan isu perubahan iklim berdasarkan hasil identifikasi dampak dari perubahan Iklim dan analisis tingkat kerentanan di tingkat komunitas adat.
“Ini menjadi acuan bagi masyarakat Pemerintah Desa Golo Ngawan dalam kebijakan pembangunan yang berorientasi ketahanan iklim sehingga komunitas nanti memiliki ketahanan, baik ekonomi maupun pangan di masa perubahan Iklim yang sedang berlangsung. Isu Perubahan iklim akan didorong menjadi arus utama dalam RPMJD/APBD dari Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan sampai pada tingkat Desa,” katanya.
Rikard berharap kepada para peserta yang hadir pada diskusi ini untuk secara terbuka mengemukkan fakta-fakta atau persoalan-persoalan yang sudah sedang terjadi di sektor pertanian sebagai akibat dari perubahan iklim.
Sementara Benyamin Dansis, Kepala Bidang Pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian dan Perizinan Pertanian di Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur mengungkapkan berdasarkan data produksi padi pada periode tahun 2019-2021, produksi padi menunjukkan kecenderungan menurun, sebesar 18,24 % (23‘981 ton), dari 131‘492,40 ton turun ke 107‘510,45 ton.
“Hal ini disebabkan oleh terjadi kekeringan pada petak sawah akibat dari rusaknya jaringan irigasi saat banjir pada musim hujan, musim kemarau yang semakin lama kurang lebih 8 bulan di sebagian besar wilayah Kabupaten Manggarai Timur, dan serangan hama yang cukup tinggi,” ungkapnya
Ia menambahkan, di wilayah pantai utara sawah seluas 10 ha dan 3 Ha di Kota Komba, pada awal tahun 2022 terendam air akibat curah hujan tinggi dengan durasi lama. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya hama keong mas.
“Hama keong mas merusak tanaman padi pada saat memasuki fase vegetatif dan akhirnya petani mengalami gagal panen akibat dari kekeringan,” tambahnya.
Beni mengatakan, dalam kebijakan APBD 2022 dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sudah dianggarkan untuk kegiatan penanggulangan dampak perubahan iklim pada sektor pertanian pangan dan perkebunan akan tetapi belum menyentuh secara mendalam pada kegiatan adaptasi dan mitigasi.
“Selama ini Pemerintah Kabupaten berkomitmen untuk meningkatkan hasil padi melalui upaya ekstensifikasi lahan dan intoduksi benih-benih unggul dengan skema bantuan sehingga pertanyaannya reflektifnya apa tidak sebaiknya pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan memberi perhatian serius akan isu perubahan iklim,” katanya.
Lebih lanjut ia menerangkan, tidak hanya padi yang menurun hasilnya pada 5 tahun terakhir, produksi kopi dan cengkeh juga cenderung mengalami penurunan karena musim kering telalu panjang dan curah hujan tinggi yang merusak bunga dan buah kopi.
Sementara Yakobus Rewas, salah peserta menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Ayo Indonesia yang telah membagi informasi tentang perubahan iklim, hal ini bagi kami merupakan pengetahuan baru.
“Kami berharap yayasan AYO Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur dalam hal ini Dinas Pertanian terus melakukan pendampingan tehnis dan memberikan informasi waktu tanam padi yang tepat berdasarkan pola iklim,” harapnya.
Penulis: Yunt Tegu
Editor: Ardy Abba