Oleh: Kalik Kongkar
Titip Rindu untuk Senja dan Gelisahku
Izinkan aku mencintaimu dalam diam
Merasakan debaran kala senja berselimut
Menatapmu dari jauh
Menikmati setiap kerinduan
Kau tahu bagaimana setiap lekuk rindu
Ketika kau hanya selalu diam
Kau tahu
Aku hanya bisa bilang rindu
Tapi kamu hanya selalu diam
Tahukah engkau
Rasanya ingin kutarik wajahmu menatapku
Jangan menoleh pada yang lain
Lihat aku saja
Karena terkadang akupun terbakar cemburu bahkan pada senjapun
Gelisahku
Bagaimana setiap kata bermakna menjadi cerita
Semua itu muncul dari rasa gelisah
Tangan hanya mampu merangkai
Setiap kata yang berserakan
Sehingga mampu menjalin menjadi kalimat indah
Kau tahu aku bisa membuatmu gelisah
Namun kamu bahkan mampu memberi
Lebih dari sekedar gelisah
Diammu atau pun bicaramu
Semua lakumu menggelisahkanku
Tidak adakan ruang sedikit saja
Dihatimu untukku
Kau tahu diam-diam
Aku selalu menatapmu dari jauh
Berpalinglah kepadaku
Walau tak ada rasa diahtimu
Aku hanya ingin menatapmu dalam diamku
Daun yang Hendak Gugur
Kau lihat daun yang malang itu?
Dahulu pun ia sempat memancarkan warna yang indah
Layaknya jantung hatiku, yang pernah tersenyum hijau bahagia, dengan kamu yang menjadi penyebabnya
Namun kenyataan harus kuterima dengan ikhlas, tatkala bahagia itu sirna, hatiku pun kuncup seperti daun yang hendak gugur rasanya menjadi mati, tak ada kebahagiaan di sana
Dan keyakinanku akan janjinya haruslah menjadi alasan untuk aku bisa bangkit dari keterpurukan, aku harus bisa menggantikan hati ini menjadi hati yang baru, layaknya aroma daun muda baru yang penuh cinta dan rasa ikhlas untuk menerima
Atas nama keihklasan, aku ingin seperti daun, yang hadir kembali meski angin merobohkanku dan melenyapkanku
Senja Mati
Senja mati di pelupuk matahari terbenam
Jemarinya kuyu tak lagi mampu menggapai pena langit
Sajak yang pernah yang ditorehkan pada bebatuan di sungai
Pada pepohonan di bukit mematung di pinggir pusara
Air mata anarki
Menjual diri di antara sendi di telanjang tanah duka
Kulihat hujan mengetuk pintu
Perginya senja menyimpan duka
Terasa sempurna sembunyikan air mata para sajak yang berguguran
Dalam diam aku berduka diinjak luka
Mengutuk malaikat maut
Dalam kediaman aku telanjang semaput dihantam rajangan air mata
Mengutuk waktu yang berdetak