Oleh: Della Arisona
Anggota Biasa PMKRI Ruteng
Fashion show merupakan salah satu ajang peragaan busana, yang berfungsi tentu saja untuk menambah wawasan tentang busana. Baik dari segi keunikan, keserasian (gerakan peraga dengan musik yang meingiringi), serta lincah gaya dan ekspresi peserta.
Dalam acara fashion show ini kita akan diperkenalkan dengan peragaan berbagai macam busana yang memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing model.
Bahkan, era sekarang, banyak orang menjadikan busana daerah sebagai instrumen fashion show, yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat memanjakan mata publik dengan gaya estetikanya.
Fenomena seperti ini menjadi sebuah fakta yang semestinya dikaji secara intens secara bersama, agar modifikasi busana daerah tidak dilakukan secara sepihak.
Masalah serupa telah muncul. Baru-baru ini masyarakat Manggarai dihebohkan dengan beredarnya video Anggela Lerrick yang menampilkan busana tarian Caci termodifikasi modern, dalam sebuah ajang fashion show.
Hal ini serentak mengagetkan masyarakat Manggarai, teristimewa para tetua adat. Pasalnya gadis kelahiran Kupang, 2 April 2022 ini, pada fashion show Festival G-20 Indonesia 2022 menampilkan busana adat tarian Caci yang berasal dari Manggarai.
Tarian Caci itu sendiri adalah tarian adat orang Manggarai yang biasanya diperagakan oleh laki-laki.
Namun Miss NTT ini memberanikan diri untuk mengenakan busana tarian Caci yang telah dimodernisasi pada ajang Festival G-20 Indonesia 2022 yang diadakan di Padang Room, Hotel The Westion, Jakarta pada 18 Mei 2022.
Yang paling menyita perhatian orang Manggarai adalah peragaan busana yang ia tampilkan dengan gerakan menyerupai orang yang sedang melakukan tarian Caci, kendati ia hanya melakukannya sendiri.
Tapi tetap saja yang ia tampilkan tidak secara langsung memperkosa estetika dari budaya tarian Caci itu sendiri. Lebih-lebih dia bukanlah orang asli Manggarai.
Pada umumnya, pakaian atau busana daerah memiliki nilai filosofis dan estetika tersendiri, sesuai keyakinan dan kepercayaan masing-masing budaya. Hal demikian sama dengan busana yang berasal dari etnis Manggarai.
Manggarai memiliki beragam model busana adat sesuai dengan acara atau pentas yang dilakukan.
Demikian pula halnya dengan busana yang dikenakan pada tarian Caci. Caci memiliki busana yang khas dari busana etnis Manggarai pada umumnya.
Ia disesuaikan dengan gaya tarian, penari, serta makna yang ada di balik semuanya itu. Busana ini terdiri dari panggal, nggorong, sapu, kain songke, tubi rapa, dan ndeki. Sedangkan tubuh penari, dibiarkan terbuka, mengingat itu merupakan sasaran serangan lawan.
Semua busana ini merupakan sesuatu yang bercorak filosofis dan beragam makna sesuai adat dan tradisi budaya Manggarai. Memodifikasi busana tarian Caci berarti mereduksi makna sosial, budaya, dan estetika yang ada secara integral dalam busana busana tarian Caci.
Modifikasi ini tidak bisa dilakukan secara sepihak meskipun arus modernisasi acap kali menuntut perubahan dan transformasi dalam bidang fashion.
Jika kita melihat satu fenomena modifikasi busana tarian Caci oleh Anggela Lerick di Jakarta, kita merefleksikan bahwa tindakan ini merupakan upaya mereduksi makna dan nilai filosofis dan estetika dari busana tarian Caci.
Anggela melakukan modifikasi busana, dengan gaya dan tampilan yang terkesan modern. Hal ini seketika memancing begitu banyak tetua adat di Manggarai karena ia secara brutal menjadikan busana Caci sebagai tampilan fashion ala modern.
Tindakan Anggela ini seketika membuat masyarakat Manggarai dan NTT merasa kecewa dan sedih, karena fashion show yang bermakna paradoksal dari daerah asal.
Jika bertolak dari pendekatan esensi kebenaran, fashion show yang dibawakan oleh Anggela ini sebetulnya adalah tindakan yang jauh dari kebenaran dan menyimpang.
Kita mengetahui bahwa, setiap busana yang dipakai oleh para penari Caci mempunyai fungsi, makan, dan kebenarannya masing-masing.
Dalam hal ini, warisan leluhur yang sangat berharga ini tidak bisa dikolaborasikan dengan fashion gaya modern, apalagi jika dimodifikasi secara menyeluruh.
Yang jelas, ini akan menimbulkan demoralisasi makna estetika dan filosofis dari busana itu. Selain itu, hal ini akan menjadi sebuah pertentangan pro dan kontra masyarakat modern, mengingat banyak orang yang merasa keliru akan makna dan tampilan khas busana tarian Caci.
Menghadapi hal demikian, kita mesti menanggapinya sebagai suatu fenomena yang keliru. Kita tidak bisa pro dengan tindakan Anggela.
Hal ini merupakan reduksi makna busana Caci. Kita diajak untuk tetap menjaga makna sesungguhnya serta menampilkan busana Caci yang asli di mata masyarakat sosial.
Apa yang ditampilkan merupakan suatu apa adanya, yang berakar dari warisan leluhur dan makna asli. Bukan memperkenalkan dengan gaya modern untuk menarik perhatian masyarakat sosial.