Oleh: Ano Parman
Warga Kecamatan Lembor Selatan-Mabar
Pemilu sudah diluncurkan 14 Juni 2022. Tepat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara 14 Pebruari 2024. Hal itu sesuai ketentuan pasal 167 ayat 6 UU 7/2017 Tentang Pemilu.
Untuk itu, tahapan dan jadwal pemilu sudah ditentukan dalam PKPU 3/2022. Peraturan tersebut mengatur secara jelas jadwal dan tahapan, mulai dari awal hingga akhir.
Pemilu Siapa?
Dalam teori daulat rakyat, pemilu itu milik rakyat. Milik kita sepenuhnya. Pemilu itu bukan punya parpol atau pemerintah. Bukan juga milik penyelenggara pemilu. Pemilu itu punya rakyat.
Kita: petani, nelayan, buruh dan kaum disabilitas serta komponen rakyat lainnya berdaulat dalam pemilu. Tidak ada orang lain yang berdaulat selain rakyat itu sendiri. Dalam daulat rakyat itulah, yang lain di bawah kekuasaan rakyat. Sebab, rakyatlah pemegang kekuasaan tertinggi.
Daulat rakyat dalam pemilu itu bukan saja ke TPS dan mencoblos pilihanya. Sebab Pemilu tidak saja soal pungut dan hitung. Bukan juga soal siapa menang dan berkuasa. Lebih dari itu, daulat rakyat bekerja dalam seluruh proses membentuk kekuasaan dan mengawasi kekuasaan itu hingga selesai.
Daulat rakyat harus dijaga agar berwibawa. Dijaga dengan niat luhur dan pikiran lurus untuk kemaslahatan bersama. Daulat itu tak boleh digadaikan atau ditukar dengan apapun. Sebab jika ditukar, hilanglah kedaulatan itu. Akibatnya, kekuasaan yang terbentuk menjadi tidak amanah. Rakyat pasti ditinggalkan dalam agenda kekuasaan.
Hal semacam itu rentan ketika rakyat berhadapan dengan parpol yang ingin berkuasa dengan jalan pintas. Maka sepatutnya, rakyat kembali kepada nuraninya tempat daulat itu bertahta: kepada siapa mandat itu diberikan. Tentu saja setelah timbang program dan gagasan yang diusung.
Parpol
Dalam rezim daulat rakyat, sebenarnya parpol itu perkakas politik rakyat. Perkakas yang mengagregasi kepentingan rakyat. Tidak lain daripada itu. Sebagai perkakas politik, parpol mesti tampil berkelas. Bicara program dan gagasan demi jalan keluar masalah rakyat.
Parpol itu mulut rakyat. Mulut yang mengucapkan keberpihakan. Mulut yang memberi pikiran kepada kekuasaan tentang apa kebutuhan rakyat. Manakala kekuasaan melanggar, mulut parpol harus menggonggongnya. Pikiran itulah yang mengisi otak parpol setiap kali bangun tidur.
Karena itu, parpol tak boleh omong kosong. Omongan parpol harus berisi dan menyasar kebutuhan rakyat. Memang perlu kader politik mumpuni, bukan kader kaleng kaleng.
Dengan begitu, parpol akan mendapat mandat rakyat untuk berkuasa.
Hal lain yang tak kalah penting dalam daulat rakyat itu adalah penyelenggaraannya. Bagaimana memastikan daulat itu terselenggara dengan baik. Pada titik ini, peran penyelenggara menjadi vital. Sebab, tanpa penyelenggara, daulat rakyat itu tidak terlaksana.
Untuk itu, penyelenggaraan pemilu harus terkelola baik dengan prinsip adil dan profesional. Adil terhadap semua. Tak boleh ada anak emas dan anak tiri. Semua diperlakukan sama tanpa membeda bedakan.
Tahap demi tahap pemilu itu harus dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku. Tidak boleh menyimpang dari yang sebenarnya. Untuk itu, penyelenggara harus orang pilihan. Orang yang memenuhi kualifikasi tertentu melalui seleksi ketat.
Kepada mereka diserahi fasilitas menghasilkan demokrasi. Jadi, sudah seharusnya penyelenggara itu menjaga daulat rakyat bukan bernegosiasi dengan kekuasaan.