Kupang, Vox NTT- Kontingen Muhibah Budaya Jalur Rempah menanam seratus lebih anakan pohon cendana di SMAN 6 Kupang yang merupakan sekolah model rempah pertama di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Penanaman ini bagian dari agenda Jalur Rempah yang merupakan salah satu program strategis 5 tahun Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Hal itu disampaikan Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Kemendikbudristek, Judi Wahjudin pada Sabtu (25/6/2022) saat diwawancarai di SMAN 6 Kupang.
Ia menyebut kegiatan ini merupakan rangkaian agenda tahun yang ketiga dan dengan tujuan akhir menjadikannya sebagai warisan dunia UNESCO. Sementara SMAN 6 Kupang sendiri menjadi sekolah model rempah yang pertama di Provinsi NTT.
“Tentunya menuju itu butuh sekian program dan kegiatan diantaranya adalah Muhibah Jalur Rempah,” jelas Judi.
Menurut Rudi, Muhibah Jalur Rempah bukan sekadar napak tilas perjalanan antarpelabuhan, tetapi merekonstruksi kembali jejak sejarah dan sebagai nilai penghubung kebhinekaan dan keberagaman antardaerah saat ini.
“Mari kita maknai rempah bukan sebagai masakan juga sebagai sebuah budaya karena ini terkait juga dengan pengobatan, komoditas, politik, sejarah dan lain-lain,” ungkapnya.
Kupang sendiri, kata dia, adalah salah satu titik strategis karena memiliki catatan sejarah yang luar biasa pada masanya terutama karena keberadaan cendana.
Menurutnya, Kota Kupang melalui SMKN 6 sangat visioner besar tentang pemajuan kebudayaan.
Hal ini pun sesuai dengan visi sekolah penggerak ataupun kampus merdeka yang fokus kepada keterampilan khusus berbasis kebudayaan.
“Talentanya luar biasa di sekolah ini dengan seni budayanya. Saya optimistis Kota Kupang dapat lebih maju terkait pemajuan kebudayaan dan tidak saja terkait Jalur Rempah juga nantinya,” ungkapnya.
Potensi budaya yang kuat di Kota Kupang, lanjut Judi, dapat menggerakkan UMKM dan akhirnya bisa membuka akses bagi para pelaku kebudayaan.
“Sebuah gerakan yang kita mulai dengan penanaman dan didukung berbagai instansi juga perlu dukungan semua khalayak untuk keamanan dan tumbuh kembangnya,” kata dia.
Untuk itu instrumen atau aturan juga perlu mendukung di Kota Kupang, khususnya karena potensi budaya dan melestarikan adanya cendana yang bernilai tinggi di Kota Kupang.
“Karena masyarakat yang diuntungkan nantinya,” ungkap dia.
Dia memaparkan, terdapat 116 pohon yang ditanam di Taman Jalur Rempah di sekolah tersebut.
Bibit ini juga diadakan bekerja sama dengan ahli cendana. Pihaknya juga akan berkomunikasi dengan ahli pertanian untuk membudidayakan rempah-rempah yang juga langka didapatkan saat ini.
“Karena kita harus memulai dan pelan-pelan ini diharapkan dapat menjadi gerakan yang sama di sekolah lainnya,” ungkapnya lagi.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Henderina Laiskodat, usai penanaman cendana saat itu juga berkomitmen mengajak sekolah lainnya dalam visi yang sama.
“Ke depannya tentu akan ada sekolah lainnya yang mencontohi ini. Pasti ke depan dinas kami akan ajak semua sekolah. Sebenarnya sekolah-sekolah yang lain telah juga menanam tetapi tidak beragam seperti ini,” sebutnya.
Menurutnya, SMKN 6 Kupang memang memiliki pengalaman tentang penanaman cendana serta dapat dapat menjaga dan merawat bibit yang ditanam pada hari tersebut.
“Tanaman cendana memang sensitif dan SMAN 6 Kupang sebelumnya pernah menanam juga sehingga ketika Jalur Rempah singgah di Kupang maka sekolah ini yang dipilih,” tukasnya.
Deddy F. Holo, Koordinator Perubahan Iklim dan Bencana, Walhi NTT menjelaskan, perjalanan Muhibah Budaya Jalur Rempah memfokuskan pada pemahaman dan aksi bersama sebagai usaha budidaya cendana, mulai proses penanaman bibit hingga perawatan yang membutuhkan proses tak mudah.
Hal ini harus menjadi komitmen bersama antara pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat, agar minyak cendana terbaik di dunia ini tidak punah dari bumi NTT ini.
“Tanaman endemik cendana menjadi salah satu tanaman yang memiliki nilai sosial, budaya dan ekonomi. Cendana di NTT saat ini mengalami penurunan populasi akibat berbagai perilaku manusia yang cenderung melihat dari sisi ekonomi semata. Padahal berabad-abad lalu cendana merupakan salah satu bahan pelengkap untuk berbagai ritual adat,” kata Deddy F. Holo.
“Upaya konservasi cendana harus menjadi gerakan bersama dalam memulihkan ekosistemnya yang sudah semakin terancam punah. Dukungan regulasi perlindungan dan pemanfaatan cendana di NTT perlu didorong oleh pemerintah sebagai wujud komitmen dalam pelestarian dan kesejahteraan masyarakat NTT. Lembaga konservasi dunia, Union For Concervation of Natural Resource pada tahun 1977 telah menetapkan cendana di NTT sebagai spesies red list. Artinya tanaman cendana sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar,” lanjut dia menambahkan.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba