Ruteng, Vox NTT- Manggarai Timur (Matim) adalah salah satu dari 22 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kabupaten ini terkenal dengan berbagai keindahan alam yang layak dipasarkan kepada para wisatawan. Matim juga dikenal dengan wilayah subur lantaran menjadi tempat penghasil komoditi unggulan berupa kopi di lembah Colol dan cengkih di wilayah Mano, dan lain-lain.
Di balik keindahan alam dan berbagai potensi sumber daya itu, Matim ternyata menyimpan sejumlah potret buram yang tidak diketahui banyak orang. Salam satunya datang dari Kampung Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan. Di sana, terdapat seorang janda tua yang hidup dalam cengkeraman kemiskinan.
Kisah Nenek Rosalia
Adalah Rosalia Ngene (82) seorang janda yang hidup menjanda sejak ditinggal pergi oleh mendiang suaminya Lukas Kunci pada tahun 2007 silam.
Rosalia dikarunia empat orang anak. Dua di antaranya sudah meninggal dunia. Sedangkan, dua orang lagi masih hidup.
Petronela, anak perempuan Rosalia telah hidup berkeluarga di desa sebelah. Sedangkan Herman Jata (50) tinggal serumah dan sehari-hari merawat Rosalia. Hingga kini, satu-satunya anak yang tinggal bersama dengan nenek Rosalia adalah Herman Jata.
Ibu dan anak ini tinggal di sebuah gubuk reyot berukuran 20 meter persegi. Gubuk itu hanya berlantai tanah dan berdinding pelepuh bambu. Di saat hujan tiba, gubuk yang merupakan tempat tinggal mereka kerap bocor karena kondisi seng yang sudah tua dan karat.
Pada malam hari, ibu dan anak ini kerap menghabiskan malam tanpa penerangan. Walau di Kampung Heso sudah teraliri listrik, namun rumah mereka masih belum tersentuh penerangan. Mereka hanya bermodalkan lampu pelita sebagai penerangan.
Herman mengisahkan, penerangan lampu pelita juga tidak setiap malam. Mereka kerap menghabiskan malam dalam kondisi gelap gulita tanpa ada penerangan apa-apa.
“Kalau kami punya uang, kami beli minyak tanah. Tetapi kalau tidak ada (uang), kami tidak membeli minyak untuk lampu pelita. Kami tidur dan makan dalam gelap saja,” aku Herman kepada VoxNtt.com, Rabu (29/06/2022).
Mama Rosalia telah mengalami gangguan pendengaran. Ia tidak bisa mendengar dengan jelas sapaan orang-orang sekitar.
Selain itu, Rosalia juga tidak bisa berjalan. Situasi itulah yang membuat sang anak Herman untuk tidak bisa pergi mengais rezeki di luar rumah.
Hanya Makan Ubi
Cerita keseharian Rosalia dan Herman sangatlah miris. Setiap hari, mereka hanya makan ubi dan pisang rebus dari kebun milik pribadi. Keduanya jarang mengonsumsi nasi lantaran kemampuan ekonomi yang serba kekurangan.
Herman mengisahkan bahwa dirinya tidak pergi kerja sebagai buruh proyek di wilayah sekitar lantaran harus tetap mengontrol keberadaan ibunya. Kalau pun keluar, ia hanya pergi untuk mengambil ubi di kebun pribadi.
Dengan demikian, Herman kesulitan mendapatkan uang. Akibatnya, lelaki yang tidak beristri itu tidak mampu membeli kebutuhan rumah tangga seperti beras dan minyak tanah untuk lampu pelita serta meteran listrik.
Kondisi kemiskinan Herman dan ibunya Rosalia semakin diperparah lantaran absennya perhatian pemerintah desa setempat dalam memberikan bantuan.
Mereka tidak seperti keluarga lain yang menikmati berbagai bantuan seperti bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial lainnya. Satu-satunya bantuan yang mereka terima adalah BLT Covid-19.
Situasi itu juga diakui oleh Benediktus Marton (65), warga masyarakat desa setempat. Ia mengatakan, kehidupan keluarga mama Rosalia dan Herman sangat memprihatinkan dan jauh dari perhatian pemerintah Desa setempat.
“Banyak bantuan yang diperuntukkan untuk warga desa setempat. Namun, mama Rosalia dan Herman justru tidak mendapatkan bantuan dari pihak pemerintah Desa setempat,” tutur Benediktus.
Ia juga mengisahkan bahwa kondisi keluarga tersebut mendorongnya untuk membantu menyerahkan lahan sehingga bisa membangun rumah seadanya di sana.
Keputusan penyerahan lahan tersebut menurut Benediktus merupakan keputusan yang lahir oleh karena merasa iba dengan kondisi keluarga tersebut.
“Saya menyerahkan lahan pribadi tahun 1991 supaya mereka bisa membangun rumah. Keputusan itu saya ambil setelah melihat kondisi kebun mereka yang jauh dari akses jalan. Sehingga sekarang mereka bisa dekat dengan warga sekitar,” tutur Mantan Kades tahun 1988 hingga 1998 itu.
Benediktus kemudian berharap agar ada pihak luar yang bersedia memberikan bantuan untuk meringankan beban penderitaan nenek Rosalia dan anaknya Herman.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba