Labuan Bajo, Vox NTT- CWB, oknum polisi di Polres Manggarai Barat (Mabar) diseret ke meja sidang kode etik polri oleh seorang wanita berinisial MFN, asal Ruteng, Kabupaten Manggarai, yang merupakan tunangannya.
CWB yang merupakan anggota BAK OPS Polres Mabar ini diadukan MFN ke Kapolda NTT pada 8 Juli 2021 yang lalu, di mana saat itu Kapolda NTT masih dijabat oleh Irjen Pol. Lotharia Latif.
MFN mengadukan CWB atas perilakunya yang menolak menikahi MFN meski keduanya telah bertunangan dan telah menjalin hubungan asmara selama kurang lebih selama 8 bulan.
Tidak sampai di situ, setelah bertunangan, CWB dan MFN telah tinggal seatap dan telah menjalani hubungan layaknya sepasang suami istri.
Kuasa hukum MFN dari Lembaga Bantuan Hukum Manggarai Raya Syuratman, S.H menjelaskan, dalam surat pengaduannya, MFN memohon kepada Kapolda NTT untuk menindak tegas CWB atas perbuatannya.
CWB kata Syuratman, meminang MFN hanya untuk dimanfaatkan yang membuat MFN merasa harga dirinya telah dilecehkan dan mengalami trauma serta stres berat. Apalagi proses pertunangan keduanya disaksikan kedua keluarga besar serta kerabat dan kenalan.
“Akibat perbuatan CWB tersebut, MFN pada tanggal 8 Juli 2021 membuat pengaduan resmi secara tertulis yang ditujukan kepada Kapolda NTT di mana dalam pengaduan itu, MFN pada pokoknya mengadukan CWB bahwa CWB telah melakukan perbuatan eksploitasi seksual terhadap MFN sehingga harkat dan martabat MFN sebagai perempuan direndahkan dan dilecehkan, akibatnya MFN nama baiknya tercemar, psikologi terganggu, stres, shock serta kehilangan masa depan,” ujar Syuratman kepada VoxNtt.com, Senin (27/06/2022).
Syuratman mengatakan, surat pengaduan MFN baru ditindaklanjuti oleh Propam Polres Mabar, tepatnya pada tanggal 5 Agustus 2021 dengan mengeluarkan surat pemanggilan pemeriksaan kepada MFN.
Dalam surat panggilan bernomor: S. gil/18/VIII/2021/Propam tersebut kata dia, MFN dimintai keterangannya sebagai saksi dalam perkara pelanggaran disiplin anggota Polri. Pemeriksaan tersebut dilangsungkan pada tanggal 9 Agustus 2021 di Mako Polres Manggarai Barat.
“Saat dimintai keterangan sebagai saksi, MFN didampingi oleh saya sebagai Penasehat Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Manggarai Raya (LBH MARA) dengan Yeremias Odin, S.H,” jelasnya
Syuratman mengatakan, MFN pun antusias ketika pada tanggal 3 Oktober 2021, ia mendapatkan kabar bahwa telah terbit surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan propam (SP2HP2).
Surat itu kata dia, menerangkan bahwa berkas perkara telah dikirim kepada pihak Bidkum Polda NTT dan selanjutnya meminta pendapat hukum terkait pelanggaran kode etik sebelum sidang kode etik dilakukan.
“Namun sayang, keadilan itu tidak datang dengan mudah, MFN harus menunggu kurang lebih hinggah 8 bulan lamanya untuk memastikan sidang kode etik terhadap CWB dilaksanakan,” jelasnya
Syuratman menjelaskan, karena merasa proses penanganannya begitu lama dan tidak mendapatkan kejelasan setelah terbitnya SP2HP2, pada tanggal 7 Juni 2022, ia berinisiatif mendatangi Mako Polres Manggarai Barat guna menanyakan kelanjutan proses tersebut. Di Mako Polres Mabar, dirinya menemui Kanit Propam untuk meminta surat SP2HP2.
“Namun SP2HP2 yang diminta tidak di keluarkan dan memberikan penjelasan bahwa kasus kode etik pelaku atas nama CWB dan korban atas nama MFN akan segera disidang cuman agenda sidang tersebut bisa dilakukan ketika Pamen atau hakim kode etik dari Polda datang ke Polres untuk menyidangkan perkara kode etik tersebut,” ujarnya.
Tak puas dengan jawaban Kanit Propam, Syuratman pun meminta agar SP2HP tersebut segera diberikan kepadanya mengingat kliennya sangat membutuhkan kejelasan proses penanganan masalah yang menimpanya secara tertulis.
Hingga 22 Juni 2022, MFN kembali dipanggil oleh pihak Polres Manggarai Barat sebagai saksi untuk menghadiri sidang dalam perkara dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri, berupa tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah dengan CWB. Sidang berlangsung di Kantor Polres Manggarai Barat.
“Dalam sidang kode etik tersebut saksi MFN memberikan keterangan dengan jujur bahwa ia adalah korban eksploitasi dari nafsu birahi CWB,” kata Syuratman.
Diketahui dalam sidang tersebut, hakim kode etik yang memeriksa dan mengadili perkara kode etik pelaku atas nama CWB memutuskan sebagai berikut:
Menetapkan Hasil Keputusan Hukuman Kode Etik Sesuai Nomor: KEP/ 02 / VI / 2022, Terhukum BRIPKA CWB menjatuhkan sanksi berupa :
1. Pelaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela
2. Permintaan maaf secara lisan di hadapan sidang Komisi Kode Etik Polri dan secara tertulis kepada Pimpinan Polri
3. Direkomendasikan mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi selama 1 (satu ) bulan.
4. Direkomendasikan dipindahtugaskan ke Fungsi Sat Samapta (Demosi) selama 4 tahun yang bersifat pembinaan.
Setelah mendengar putusan dari hakim kode etik, Syuratman mengatakan, sanksi yang diterima terdakwa terbilang ringan dan tidak sebanding dengan apa yang dialami kliennya.
“Kami menginginkan agar pelaku CWB dikeluarkan dari institusi Polri karena telah mencoreng nama baik institusi Polri yang seharusnya mengayomi masyarakat justru mengajarkan masyarakat dengan perbuatan tercela,” tuturnya.
Syuratman menambahkan, dirinya bersama Lembaga Bantuan Hukum Manggarai Raya (LBH MARA) menyatakan akan melakukan upaya hukum yang berguna dan berarti bagi kliennya agar keadilan terwujud.
Penulis: Sello Jome
Editor: Ardy Abba