Oleh: Yohanes Mau
Warga Belu Utara, kini sedang berada di Kampung Batas Timor Leste
“Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan, sayang engkau tak duduk di sampingku kawan…” Petikan lirik dalam judul lagu “Berita Kepada Kawan” yang dilantunkan oleh Ebiet G. Ade saat Tsunami melanda negeri Nangroe Aceh Darusalam 26 desember 2004 silam.
Berita itu menyayat hati dunia. Air mata berjatuhan tiada henti. Berita-berita di layar Televisi dan media-media cetak nasional dan internasional kala itu menyuguhkan headline yang memanah hati dunia dengan tajuk, Indonesia Menangis.
Hidup manusia adalah suatu perjalanan panjang. Perjalanan itu diawali dari kelahiran menuju garis batas yang lazim disebut kematian. Di dalam perjalanan itu ada aneka jalan yang mesti dilewati oleh para pejalan.
Ada jalan lurus, jalan mendaki, jalan tikungan, jalan berbatu-batu, jalan berlumpur, dan jalanan berduri. Di balik jalan-jalan itu selalu saja ada tawaran percik pengalaman yang membalut kisah-kisah indah dan pahit yang tak terlupakan.
Di sana selalu tersaji senyum, tawa-ria, bahagia dan gembira. Juga ada pula sedih dan gembira, untung dan malang yang selalu merintangi jalan-jalan hidup manusia.
Perjalanan bukan soal tentang putih dan hitam warna kulit. Bukan juga tentang rambut lurus dan kriting. Bukan juga tentang kaya dan miskin. Bukan juga tentang Asia, Eropa, dan Afrika, tetapi perjalanan adalah tentang kisah yang tergores di setiap langkah hidup anak manusia.
Manusia hidup bersosial dan menyejarah bersama di dalam realitas nyata dan memandang yang lain sebagai kawan yang sedang berjalan bersama menuju tujuan puncak bernama bahagia.
Hal utama yang ditekankan di sini adalah melihat dia, mereka sebagai aku yang lain dan menjadi kita di dalam menyejarah demi tujuan luhur.
Suatu tujuan luhur manusia demi hidup orang banyak akan tercapai apabila ada kesediaan untuk menanggalkan individualitas dan sikap egoisme yang sedang memenjarahkan.
Individualistis dan egoistis adalah sikap yang mempersempit ruang gerak hidup sosial manusia. Di sini manusia tidak bisa membuka ruang hatinya untuk menerima yang lain sebagai bagian dari diri yang tak terpisahkan.
Menoleh Sejarah Perjalanan Hidup bangsa Indonesia
Sejak tahun 1945 hingga terkini Indonesia sudah bebas dari penjajah asing. Tidak ada lagi negara-negara asing yang masih menjajah dan menguasai Indonesia seperti yang dulu. Kini Indonesia sudah merdeka selama 75 tahun.
Rentang waktu yang lama terlepas dari ikatan belengu kaum penjajah. Ini adalah kebebasan yang membebaskan. Artinya Indonesia tidak lagi menjadi budak di tanah lahirnya sendiri. Indonesia menjadi rumah kita yang teduh dan sejuk.
Rumah yang mengalirkan nilai-nilai kebajikan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Dari sinilah Indonesia berdiri kokoh kuat tak tergoyah sedikit pun hingga detik ini. Perjalanan suka dan duka.
Ratap dan tangis. Memiliki nasib, harapan, dan tujuan yang sama yakni merdeka demi bangsa Indonesia yang lebih baik.
Perjalanan Indonesia selama masa penjajahan dari Belanda selama 350 tahun dan dilanjutkan oleh Jepang selama 3, 5 tahun adalah sejarah sedih yang terjadi dan tertulis di dalam buku hidup Indonesia.
Ini adalah perjalanan panjang yang di dalamnya terbalut aneka pengalaman yang bisa menjadi pijakan untuk perjuangan generasi muda bangsa terkini.
Tentang sejarah ini tak akan terlupakan dan terhapuskan di dalam memori hidup anak negeri. Dari generasi ke generasi sejarah ini diwariskan secara turun-temurun agar kelak anak negeri tidak merasa asing di negerinya sendiri.
Perjalanan bangsa ini adalah perjalanan panjang yang melelahkan. Setiap jalanan yang dilalui oleh para pendahulu adalah jalan kebajikan.
Hadir mereka sebagai suluh di jalan menuju bangsa yang besar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa akan sejarah dan saling merangkul dari kemajukan untuk bersatu dan maju bersaing di tengah dunia.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan menghargai perbedaan sebagai kekayaan bangsa.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menjalankan hidup ini dengan memandang ke depan dan mengertinya dengan menoleh ke belakang. Artinya sejarah adalah pijakan dasar yang melahirkan jiwa-jiwa patriot bangsa.
Namun segala sesuatu yang tertulis di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila tidak terealisir secara baik dan benar di dalam realitas hidup publik hari ini.
Lantas muncul pertanyaan, “Ada apa dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila?” UUD 1945 dan Pancasila menghadirkan tujuan mulia demi bangsa besar yang majemuk ini.
Yang menjadi dalang di balik wacana yang kadang muncul akan ditiadakannya UUD 1945 dan Pancasila adalah kelompok-kelompok yang gagal memahami sejarah bangsa.
Bangsa ini telah didirikan oleh para pendahulu dari berbagai macam suku, agama, bahasa dan bangsa yang tersebar di seluruh nusantara.
Mereka telah menyatukan rumusan yang luar biasa ini sebagai ungkapan saling menghormati satu sama lain sebagai saudara yang sama-sama mengalami nasib dijajah dan ditindas, sama-sama punya kehendak untuk bebas dan sama-sama menyatukan hati untuk berbangsa satu, bangsa Indonesia.
Berbahasa satu, bahasa Indonesia, dan bertanah air satu, tanah air Indonesia. Kesatuan ini abadi dan tak terpisahkan hingga selamanya.
Berhadapan dengan kelompok-kelompok yang gagal paham UUD 1945 dan Pancasila ini pemerintah mesti bersikap tegas.
Pemerintah mewajibkan seluruh warga Indonesia untuk belajar UUD 1945 dan pancasila secara baik dan benar. Dikatakan demikian karena ini menyangkut asas bangsa dan negera.
Seorang warga mesti memahami benar akan sejarah bangsanya. Karena dengan demikian kenyamanan di negeri ini terjamin tanpa ada gangguan dari kelompok-kelompok aneh yang muncul secara musiman.
Perjanalan yang panjang itu selalu saja diselingi dengan aneka pengalaman pahit dan manis. Pengalaman itu mengajarkan kita untuk setia berkanjang di tengah derasnya arus badai yang datang silih berganti bersama musim.
Kehadiran yang lain di jalan panjang ini adalah percik sejuk untuk menggapai tujuan mulia. Perbedaan bukanlah penghalang tetapi menjadi kekuatan untuk bergandeng bersama menggapai bintang.
Harapan dan kerinduan yang besar demi hari esok akan bisa digapai dengan baik bila mata mampu melihat sesama sebagai aku yang lain, yang hadir untuk menata dunia sekitar menjadi lebih indah dari kemarin-kemarin yang telah pergi.
Perjalanan yang panjang juga membutuhkan hati yang besar. Hati besar tak akan pernah berhenti mengalirkan energi cinta. Tanpa hati, maka tawar dan hampalah hidup ini.
Yohanes Mau
Adalah Misionaris SVD asal Belu Utara.
Kini sedang bertugas di Zimbabwe, Afrika.
Bisa dihubungi via emal: johanesmaubere@259gmail.com